BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan adalah
sebaik-baik sesuatu yang disukai, sepenting-penting sesuatu yang dicari dan
merupakan sesuatu yang paling bermanfaat, dari pada selainnya. Kemuliaan akan
didapat bagi pemiliknya dan keutamaan akan diperoleh oleh orang yang
memburunya.
Islam memiliki perhatian
yang sangat besar terhadap ilmu pengetahuan. AlQuran dan Hadis sebagai pedoman
umat Islam banyak sekali mendiskripsikan tentang ilmu pengetuan serta
pentingnya memperoleh ilmu baik dengan membaca, menganalisa maupun
menuliskannya (mengamalkannya).
Setiap proses dalam
mendapatkan ilmu pengetahuan amatlah berharga dalam pandangan Islam, karenanya
beberapa ayat dalam AlQuran menjelaskan tentang pentingnya hal ini, sehingga
hasil dan manfaat yang amat besar akan diperoleh manusia yang berilmu baik
dalam kehidupannya didunia (bermasyarakat) maupun diakhirat kelak,sebagaimana
firmanNya dalam Q.S Al-Mujadalah: 11, yang artinya “Allah akan meninggikan
orang – orang yang beriman diantara kamu dan orang – orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat”. Oleh karena itu, Islam memandang bahwa menuntut
ilmu itu sangat penting bagi kehidupan dunia maupun akhirat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Hadist Tentang Ilmu Pengetahuan
dan Keutamaan Orang berilmu?
2. Bagaimana Terjemah Hadist tentang Ilmu
Pengetahuan dan Keutamaan orang berilmu?
3. Bagaimana Pembahasan Hadist-hadist yang
Menjelaskan Tentang Ilmu Pengetahuan dan keutamaan orang Berilmu?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadist Tentang Ilmu Pengetahuan dan
Keutamaan Orang Berilmu
1. Perumpamaan Mengajarkan Ilmu
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ قَالَ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ أُسَامَةَ عَنْ بُرَيْدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتْ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتْ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ
2. Respon Terhadap Majlis Ilmu
عَنْ أَبِيْ وَاقِدٍ اَلْلَيْشِيِ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَمَا هُوَ جَا لِسٌ فِيْ الْمَسْجِدِ وَالنَّاسُ مَعَهُ اِذْ أَقْبَلَ ثَلَاثَةُ نَفَرٍ فَأَقْبَلَ اِثْنَانِ اِلى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَهَبَ وَاحِدٌ قَالَ فَوَقَفَ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَرَأَى فُرْجَةً فِيْ الْحَلْقَةِ فَجَلَسَ فِيْهَا وَأَمَّا الْا خَرُ فَجَلَسَ خَلْفَهُمْ وَأَمَّا الثّاَلِثُ فَأَدْبَرَ ذَاهِبًا فَلَمَّا فَرَغَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا أُخْبِرُكُمْ عَنِ النَّفَرِ الثَّلَاثَةِ أَمَّا أَحَدُهُمْ فَأَوَى اِلَى اللهِ فَأَواهُ اللهُ وَأَمَّا الْاَ خَرُ فَاسْتَحْيَاَ فَاسْتَحْيَا اللهُ مِنْهُ وَأَمَّا الْا خَرُ فَأَعْرَضَ فَأَعْرَضَ اللهُ عَنْهُ (رواه البخاري و مسلم)
3. Kelebiahan orang yang berilmu dari pada
orang yang ahli ibadah
عَنْ اَبِى الدَّرْدَاءَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: فَضْلُ العَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الَكَوَاكِبِ, وَاِنَّ الْعُلَمَاءِ وَرَثَةُ الاَنْبِيَاءِ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْنَارًا وَلاَ دِرْهَمًا اِنَّمَا وَرَثُوْا الْعِلْمَ فَمَنْ اَخَذَهُ اَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ. - رواه ابو داود والترمذي
B. Terjemah Hadist Tentang Ilmu Pengetahuan
dan Keutamaan Orang Berilmu
1. Telah menceritakan kepada kami muhammad bin
‘Ala’, telah menceritakan kepada kami Hammad bin Usammah dari buraid bin
Abdullah, dari Abu Burdah dari Abu Musa dari Nabi SAW, beliau bersabda:
“perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengan membawanya seperti
hujan yang lebat yang mengenai tanah. Diantara tanah itu ada jenis tanah yang
mampu menyerap air sehingga dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan
yang banyak. Dan diantaranya ada tanah yang keras lalu menahan air (menggenang)
sehingga dapat diminum oleh manusia, memberi minum hewan ternak dan untuk
menyiram tanaman. Dan yang lain ada permukaan tanah yang berbentuk lembah yang
tidak dapat menahan air dan menumbuhkan tanaman. Perumpamaan ini adalah seperti
orang yang faham agama Allah dan dapat memanfaatkan apa yang aku diutus
dengannya dia mempelajarinya dan mengajarkannya, dan juga perumpamaan orang
yang tidak dapat mengangkat derajat dan menerima hidayah Allah. Dengan apa aku
diutus dengannya.”[1]
2. Dari Abu Waqid Al-Laitsi, bahwa
Rasulullah SAW ketika sedang duduk bermajelis di masjid bersama para sahabat
datanglah tiga orang. Yang dua orang menghadap Nabi saw dan yang seorang lagi
pergi, yang dua orang terus duduk bersama Nabi saw dimana satu diantaranya
nampak berbahagia bermajelis bersama Nabi saw sedang yang kedua duduk di
belakang mereka, sedang yang ketiga berbalik pergi, setelah Rasulullah saw.
selesai bermajelis, beliau bersabda: “Maukah kalian aku beritahu tentang ketiga
orang tadi?” Adapun seorang diantara mereka, dia meminta perlindungan kepada
Allah, maka Allah lindungi dia. Yang kedua, dia malu kepada Allah, Maka Allah
pun malu kepadanya. Sedangkan yang ketiga berpaling dari Allah maka Allah pun
berpaling darinya”.[2]
3. "Dari Abu Darda: Saya mendengar
Rasulullah saw. bersabda: Kelebihan seorang alim dari seorang abid (orang yang
suka beribadah) seperti kelebihan bulan pada bintang-bintang, dan sesungguhnya
para ulama itu pewaris nabi-nabi, mereka tidak mewariskan dinar (uang), tetapi
mewarisi ilmu, siapa yang mengambilnya maka ambillah dengan bagian yang
cukup." (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi).
C. PEMBAHASAN
Pembahasan Hadist yang
pertama, Hadist diatas menjelaskan tentang:
1. Perumpamaan orang yang faham agama
(orang yang berilmu pengetahuan) lalu memanfaatkannya.
2. Perumpamaan orang yang belajar (peserta
didik) dan mengerjakan ilmu (Pendidik).
3. Perumpamaan orang yang tidak dapat
mengangkat derajatnya karena tidak berilmu pengetahuan dan tidak menerima
hidayah Allah, walau telah ada ajaran Nabi saw.[3]
Pembahasan Hadist yang
kedua, hadist menjelaskan mengenai etika dalam belajar atau menuntut ilmu.
Menuntut ilmu itu dimulai dengan niat, karena niat itu akan menentukan hasil
suatu pekerjaan. Dalam menuntut ilmu hendaklah dengan niat mengharap Ridha
Allah. Dalam hadist lain disebutkan akan pentingnya berniat menuntut ilmu.
Diantara pelajaran penting dari berniat menuntut ilmu ialah:
1. Dalam menuntut ilmu hendaklah berniat
mengharap ridha Allah.
2. Niat menentukan hasil dari amal
seseorang.
3. Menuntut ilmu haruslah dengan hati yang
ikhlas, agar ilmu tersebut dapat ridha Allah dan manfaat.
4. Sikap orang yang belajar (peserta didik)
hendaknya menghormati dan menghargai orang yang mengajar (pendidik).
Seorang yang sedang
belajar atau peserta didik setidaknya mempunyai dua sikap, yaitu sikap sebagai
pribadi dan sikap sebagai penuntut ilmu (peserta didik). Sebagai pribadi
seorang murid harus bersih hatinya dari kotoran dan dosa, agar mudah menangkap
pelajaran, menghafal dan mengamalkannya.
Sebagai murid atau peserta
didik seorang murid haruslah bersikap rendah hati pada ilmu dan guru
(pendidik), selalu berusaha menjaga keridhaan pendidiknya, karena keridhaan
pendidik sangat berpengaruh dengan berkat tidaknya ilmu yang diberikan oleh
seorang pendidik.[4]
Ilmu adalah isim masdar
dari ‘alima yang berarti mengetahui, mengenal, merasakan, dan menyakini. Secara
istilah, ilmu ialah dihasilkannya gambaran atau bentuk sesuatu dalam akal.
Ilmu adalah seluruh usaha
sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari
berbagai segala kenyataan dalam alam manusia. Ilmu bukan sekedar pengetahuan
tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati
dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam
bidang ilmu tertentu.[5]
Karena pentingnya ilmu dan
banyaknya faidah yang terkandung di dalamnya, para ulama menyimpulkan bahwa
menuntut ilmu adalah wajib, sesuai dengan jenis ilmu yang akan dituntut. Inilah
hukum dasar menuntut ilmu, berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة
Artinya: “Menunut ilmu hukumnya wajib bagi orang islam
laki-laki dan orang islam perempuan”.
Peranan ilmu pengetahuan
dalam kehidupan seseorang sangat besar, dengan ilmu pengetahuan, derajat
manusia akan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.
Dalam ayat lain Allah
berfirman:
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (المجادلة: 11
Artinya: “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Mujadilah:
11)
Ibnu ‘Abbas ketika
menafsirkan ayat ini mengatakan bahwa derajat para ahli ilmu dan orang mukmin
yang lain sejauh 700 derajat. Satu derajat sejauh perjalanan 500 tahun.[6]
Rasulullah bersabda
tentang keutamaan menuntut ilmu sebagai berikut :
مَن سَلَكَ طَرْيقًا َيلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا ِإلىَ اْلجَنَّةِ (رواه مسلم
Barang siapa yang menempuh
suatu jalan untuk menuntut ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga
(HR Muslim)[7]
Hadits di atas memberi
gambaran bahwa dengan ilmulah surga itu akan didapat. Karena dengan ilmu orang
dapat beribadah dengan benar kepada Allah Swt dan dengan ilmu pula seorang
muslim dapat berbuat kebaikan. Oleh karena itu orang yang menuntut ilmu adalah
orang yang sedang menuju surga Allah.[8]
Mencari ilmu itu wajib,
tidak mengenal batas tempat, dan juga tidak mengenal batas usia, baik anak-anak
maupun orang tua. Kewajiban menuntut ilmu dapat dilaksanakan di sekolah,
pesantren, majlis ta’lim, pengajian anak-anak, belajar sendiri, penelitian atau
diskusi yang diselenggrakan oleh para remaja mesjid.
Begitu banyak ayat
Al-Qur’an dan hadits-hadits yang menunjukkan keutamaan orang-orang yang
berilmu.
Firman Allah swt dalam Al
qur'an :
شَهِدَ ٱللَّهُ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةُ وَأُو۟لُوا۟ ٱلْعِلْمِ قَآئِمًۢا بِٱلْقِسْطِ
"Allah menyatakan
bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang
menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu)". QS. Ali Imran 18.
Dari ayat tersebut kita
mengetahui bagaimana kedudukan orang yang berilmu. Dalam ayat tersebut
dijelaskan bahwa Allah SWT memulai dengan menyebut diriNya sendiri kemudian
malaikat baru orang yang berilmu. Maka cukup kiranya dengan ini buat kita
pertanda kelebihan kejelasan dan ketinggian orang-orang yang berilmu.
Pada ayat lain Allah swt
berfirman :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا۟ فِى ٱلْمَجَٰلِس فَٱفْسَحُوا۟ يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍۢ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌۭ
"Hai orang-orang yang
beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam
majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan." (QS. Al-mujaadilah: 11)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu pengetahuan adalah
sesuatu yang utama, mulia dan penting. Oleh sebab itu semua harus menyadari
tentang hal ini, untuk membentuk keshalehan individu dan keshalehan dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan ilmu pengetahuan, derajat
manusia akan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.
Firman Allah dalam
al-Qur’an, hadits-hadits Rasulullah, sebagaimana dipaparkan di atas adalah
bukti kongkrit akan keutamaan, kemulian dan pentingnya ilmu bagi seluruh sendi
kehidupan. Ia adalah kunci bagi kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan
akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
Suryani. 2012. Hadist
Tarbawi (Analisis Paedagogis dan Hadist-Hadist Nabi).Yogyakarta: Teras
Abdullah Haidir, 2010,
Hadist Arbain, Penerbit Indiva Pustaka, Surakarta.
Al-Ghazali, Ihya’ Ulum
al-Din, Beirut: Darul Ma’rifah, tt, vol. 1.
Drs. Loekisno Choiril
Warsito, M.Ag dkk, 2012, pengantar filsafat, IAIN Sunan Ampel Press, Surabaya.
[1] Dra. Suryani , M.Ag,
Hadist Tarbawi(Analisis Paedagogis dan Hadist-Hadist Nabi, Teras, Yogyakarta,
2012, hal. 45
[2] Ibid., hal. 59
[3] Ibid., hal. 46
[4] Ibid., hal. 60
[5] Drs. Loekisno Choiril
Warsito, M.Ag dkk, pengantar filsafat, IAIN Sunan Ampel Press, Surabaya, 2012,
hal. 38
[6] Al-Ghazali, Ihya’ Ulum
al-Din, Beirut: Darul Ma’rifah, tt, vol. 1 hlm. 5
[7] Abdullah Haidir,
Hadist Arbain, Penerbit Indiva Pustaka, Surakarta, 2010, hal. 160
[8] Ibid, hal. 162