ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KERATITIS

 

 

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KERATITIS

 

 

 

 

 

 

DI SUSUN OLEH :

MARIANA

 

 

 

 

 

STIKES MUHAMMADIYAH SIDRAP

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan tugaas askep “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KERATITIS”, dengan tepat pada waktunya. Banyak rintangan dan hambatan yang kami hadapi dalam penyusunan makalah ini. Namun berkat bantuan dan dukungan dari teman-teman serta bimbingan dari dosen, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah  ini. Dengan adanya makalah ini di harapkan dapat membantu dalam proses pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan para pembaca.

 

Barru, 14 Desember 2020

 

             Mariana

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

SAMPUL ........................................................................................................    i

KATA PENGANTAR....................................................................................    ii

DAFTAR ISI..................................................................................................     iii

BAB I PENDAHULUAN                                                                                        

A.  Latar Belakang Masalah..........................................................................       1

B.  Tujuan Masalah .....................................................................................        1

BAB II PEMBAHASAN                                                                                         

A . Pengertian...............................................................................................       2

 B. Etiologi..................................................................................................         3

C. Patosiologi..............................................................................................         5

D. Tanda dan gejala....................................................................................         5

E. Klasifiksi................................................................................................          6

F. Pemeriksaan diagnosis............................................................................         7

G. Penatalaksana.........................................................................................         9

H. Pemeriksaan penunjang........................................................................           9

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A.  Identisas.................................................................................................         10

B.  Diagnosa dan intervensi keperawatan....................................................         13

C.  Iplementasi.............................................................................................         19

D.  Evaluasi keperawatan.............................................................................         19

BAB IV PENUTUP

A.  Kesimpulan..............................................................................................        20

B.  Saran.......................................................................................................         20

Daftar pustaka...............................................................................................       21


BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Keratitis ini diakibatkan oleh berbagai organisme bakteri,virus, jamur, atau parasit, abrasi sedikitpun bisa menjadi pintu masuk bakteri. Kebanyakan infeksi kornea terjdi akibat trauma atau gangguan mekanisme pertahanan sistemis ataupun lokal.

Infeksi ini terjadi bila kornea tidak dilembabkan secara memadai dan dilindungi oleh kelopak mata. Kekeringan kornea dapat terjadi dan kemudian dapat diikuti ulserasi dan infeksi sekunder. Pemajanan kornea dapat diebabakan oleh karena keadaan eksoptalmus, paresis saraf kranial VII tetapi juga dapat terjadi pada pasien koma atau yang dianastesi.

B.     TUJUAN

1.    Tujuan umun

Setelah dibuatnya makalah keratitis, Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan keratitis

2.    Tujuan khusus

a.     Dapat mengetahiu definisi dari keratitis

b.     Dapat mengetahui etiologi dari keratitis

c.     Dapat menegetahui manifestasi keratitis

d.     Dapat memahami patofisiologi dari keratitis

e.     Dapat mengetahui asuhan keperawatan keratitis

BAB II

KONSEP DASAR DAN TINJAUAN TEORITIS

 

A.    PENGERTIAN

Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Keratitis adalah inflamasi pada kornea oleh bakteri, virus, hespes simplek, alergi, kekurangan vititamin  A . Keratitis adalah peradangan pada kornea, keratitis disebabkan oleh mikrobial dan pemajanan. Keratitis Mikrobial adalah infeksi pada kornea yang disebabkan oleh berbagai organisme bakteri, virus, jamur/parasit. serta abrasi yang sangat bisa menjadi pintu masuk bakteri. Keratitis Pemajanan adalah infeksi pada kornea yang terjadi akibat kornea tidak dilembabkan secara memadai dan dilindungi oleh kelopak mata kekeringan mata dapat terjadi dan kemudian diikuti ulserasi dan infeksi sekunder. (Brunner dan Suddarth, 2001).

Keratitis adalah peradangan pada kornea, membran transparan yang menyelimuti bagian berwarna dari mata (iris) dan pupil. Keratitis dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa. Bakteri pada umumnya tidak dapat menyerang kornea yang sehat, namun beberapa kondisi dapat menyebabkan infeksi bakteri terjadi. Contohnya, luka atau trauma pada mata dapat menyebabkan kornea terinfeksi. Mata yang sangat kering juga dapat menurunkan mekanisme pertahanan kornea. (Kaiser, 2005).

Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrate sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh, biasanya diklasifikasikan dalam lapisan yang terkena seperti keratitis superficial, intertitisial dan profunda.

B.     ETIOLOGI

Keratitis disebabkan oleh bakteri, jamur dan proses peradangan.

1.     Bakteri seperti: Staphylococcus, Streptococcus, Pseudomonas, dan Pseudococcus.

2.     Virus seperti: Virus herpes simpleks dan Virus herpes zoster.

3.     Jamur seperti: Candida dan Aspergillus.

C.    KLASIFIKASI KERATITIS BERDASARKAN ETIOLOGI

1.    Keratitis mikrobakterial : Keratitis ini diakibatkan oleh berbagai organisme bakteri,virus, jamur, atau parasit, abrasi sedikitpun bisa menjadi pintu masuk bakteri. Kebanyakan infeksi kornea terjdi akibat trauma atau gangguan mekanisme pertahanan sistemis ataupun lokal.

2.    Keratitis bacterial : keratitis akibat dari infeksi stafilokokkus, berbentuk seperti keratitis pungtata, terutama dibagian bawah kornea.

3.    Keratitis dendritik herpetic : keratitis dendritik yang disebabkan virus herpes simpleks akan memberi gambaran spesifik berupa infiltrat pada kornea dengan bentuk seperti ranting pohon yang bercabang – cabang dengan memberikan uji fluoresin positif nyata pada tempat percabangan.

4.    Keratitis herpes zoster : Merupakan manifestasi klinis dari infeksi virus herpes zooster pada cabang saraf trigeminus,

5.    Keratitis pungtata epithelial : Keratitits dengan infiltrat halus pada kornea, selain disebabkan oleh virus keratitits pungtata juga disebabakan oleh obat seperti neomicin dan gentamisin.

6.    Keratitis disiformis : merupakan keratitits dengan bentuk seperti cakram didalam stroma permukaan kornea, keratitis ini disebabkan oleh infeksi atau sesudah infeksi virus herpes simpleks.

7.    Keratitis pemajanan : Infeksi ini terjadi bila kornea tidak dilembabkan secara memadai dan dilindungi oleh kelopak mata. Kekeringan kornea dapat terjadi dan kemudian dapat diikuti ulserasi dan infeksi sekunder. Pemajanan kornea dapat diebabakan oleh karena keadaan eksoptalmus, paresis saraf kranial VII tetapi juga dapat terjadi pada pasien koma atau yang dianastesi.

8.    Keratitis lagoftalmos : Terjadi akibat mata tidak menutup sempurna yang dapat terjadi pada ektropion palpebra, protrusio bola mata atau pada penderita koma dimana mata tidak terdapat reflek mengedip.

9.    Keratitis neuroparalitik : Terjadi akibat gangguan pada saraf trigeminus yang mengakibatkan gangguan sensibilitas dan metabolisme kornea

10.               Keratokonjungtivitis sika : Terjadi akibat kekeringan pada bagian permukaan kornea.

 

 

D.    PATOFISIOLOGI

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung yang uniform dan jendela yang dilalui bekas cahaya retina, sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, afaskuler dan deturgessens. Deturgennes atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh fungsi sawar epitel. Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam kornea dan merupakan satu lapis sel – sel pelapis permukaan posterior kornea yang tak dapat diganti baru. Sel-sel ini berfungsi sebagai pompa cairan dan menjaga agar kornea tetap tipis, dengan demikian mempertahankan kejernihan optiknya, jika sel-sel ini cedera atau hilang, timbul edema dan  penebalan kornea yang pada akhirnya mengganggu penglihatan.

E.     TANDA DAN GEJALA

1.     Mata sakit, gatal, silau

2.     Gangguan penglihatan (visus menurun)

3.     Mata merah dan bengkak

4.     Hiperemi konjungtiva

5.     Merasa kelilipan

6.     Gangguan kornea(sensibilitas kornea yang hipestesia)

7.     Fotofobi, lakrimasi, blefarospasme

8.     Pada kelopak terlihat vesikel dan infiltrat filamen pada kornea

9.     Inflamasi bola mata yang jelas

10. Terasa benda asing di mata

11. Cairan mokopurulen dengan kelopak mata saling melekat saat bangun

12. Ulserasi epitel

13. Hipopion (terkumpulnya nanah dalam kamera anterior)

14. Dapat terjadi perforasi kornea

15. Ekstrusi iris dan endoftalmitis

16. Mata berair

17. Kehilangan penglihatan bila tidak terkontrol

F.     KLASIFIKASI

Keratitis biasanya diklasifikasikan berdasarkan lapisan kornea yang terkena : yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel dan bowman dan keratitis profunda apabila mengenai lapisan stroma. Bentuk-bentuk klinik keratitis superfisialis antara lain adalah (Ilyas, 2006):

1.    Keratitis punctata superfisialis : Berupa bintik-bintik putih pada permukaan kornea yang dapat disebabkan oleh sindrom dry eye, blefaritis, keratopati logaftalmus, keracunan obat topical, sinar ultraviolet, trauma kimia ringan dan pemakaian lensa kontak.

2.    Keratitis flikten : Benjolan putih yang yang bermula di limbus tetapi mempunyai kecenderungan untuk menyerang kornea.

3.    Keratitis sika : Suatu bentuk keratitis yang disebabkan oleh kurangnya sekresi kelenjar lakrimale atau sel goblet yang berada di konjungtiva.

4.    Keratitis lepra : Suatu bentuk keratitis yang diakibatkan oleh gangguan trofik saraf, disebut juga keratitis neuroparalitik.

5.    Keratitis nummularis : Bercak putih berbentuk bulat pada permukaan kornea biasanya multiple dan banyak didapatkan pada petani.

Bentuk-bentuk klinik keratitis profunda antara lain adalah :

1.    Keratitis interstisialis luetik atau keratitis sifilis congenital

2.    Keratitis sklerotikans.

G.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1.     Pemeriksaan tajam penglihatan: Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan untuk mengetahui fungsi penglihatan setiap mata secara terpisah. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menggunakan kartu snellen maupun secara manual yaitu menggunakan jari tangan.

2.     Pemulasan fluorescein

3.     Kerokan kornea yang kemudian dipulas dengan pulasan gram maupun giemsa.

4.     Pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10 % pada kerokan kornea

5.     Pemeriksaan schirmer.

6.     Kultur bakteri atau fungi

7.     Uji dry eye : Pemeriksaan mata kering atau dry eye termasuk penilaian terhadap lapis film air mata ( tear film ), danau air mata ( teak lake ), dilakukan uji break up time tujuannya yaitu untuk melihat fungsi fisiologik film air mata yang melindungi kornea. Penilaiannya dalam keadaan normal film air mata mempunyai waktu pembasahan kornea lebih dari 25 detik. Pembasahan kornea kurang dari 15 detik menunjukkan film air mata tidak stabil.

8.     Uji fluoresein : Untuk mengetahui adanya kerusakan pada epitelkornea akibat erosi, keratitis epitelial, bila terjadi defek epitel kornea akan terlihat warna hijau pada defek tersebut

9.     Uji sensibilitas kornea : Untuk mengetahui keadaan sensibilitas kornea yang berkaitan dengan penyakit mata akibat kelainan saraf trigeminus oleh herpes zooster ataupun akibat gangguan ujung saraf sensibel kornea oleh infeksi herpes simpleks

10. Uji fistel : Untuk melihat kebocorankornea atau fistel akibat adanya perforasi kornea

11. Uji biakan dan sensitivitas : Mengidentifikasi patogen penyebab

12. Uji plasido : Untuk mengetahui kelainan pada permukaan kornea

Menentukan bakteri yang menyerang mata.

1.     Ofthalmoskop : Tujuan pemeriksaan untuk melihat kelainan serabut retina, serat yang pacat atropi, tanda lain juga dapat dilihat seperti perdarahan peripapilar.

2.     Keratometri ( pegukuran kornea ) : Keratometri tujuannya untuk mengetahui kelengkungan kornea, tear lake juga dapat dilihat dengan cara focus kita alihkan kearah lateral bawah, secara subjektif dapat dilihat tear lake yang kering atau yang terisi air mata.

3.     Tonometri digital palpasi : Cara ini sangat baik pada kelainan mata bila tonometer tidak dapat dipakai atau sulit dinilai seperti pada sikatrik kornea, kornea ireguler dan infeksi kornea. Pada cara ini diperlukan pengalaman pemeriksa karena terdapat factor subjektif, tekanan dapat dibandingkan dengan tahahan lentur telapak tangan dengan tahanan bola mata bagian superior.

H.    PENATALAKSNAAN

1.     Pemberian antibiotik, air mata buatan.

2.     Pada keratitis bakterial diberikan gentacimin 15 mg/ml, tobramisin 15 mg/ml, seturoksim 50 mg/ml. Untuk hari-hari pertama diberikan setiap 30 menit kemudian diturunkan menjadi 1 jam dan selanjutnya 2 jam bila keadaan mulai membaik. Ganti obatnya bila resisten atau keadaan tidak membaik.

3.     Perlu diberikan sikloplegik untuk menghindari terbentuknya sinekia posterior dan mengurangi nyeri akibat spasme siliar

4.     Pada terapi jamur sebaikna diberikan ekanazol 1 % yang berspektum luas.

5.     Antivirus,anti inflamasi dan analgesic

I.       PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.      Pemulasan fluorescein

2.      Kerokan kornea yang kemudian dipulas dengan pulasan gram maupun giemsa

3.      Kultur untuk bakteri dan fungi

4.      Pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10% terhadap kerokan kornea

5.      Tes schirmer.bila resapan air mata pada kertas schirmer kurang dari 10 mm dalam 5 menit dianggap abnormal

 

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

 

A.    PENGKAJIAN

1.    Identitas klien       

Nama                      : Tn R

Umur                      : 40 Tahun

Jenis kelamin          : Laki-Laki

Pekerjaan                : Wiraswasta

Pendidikan             : SMA

Status menikah       : Menikah

Alamat                    : Jl. Melati

Tanggal MRS         : 20 20 12

 

Diagnosa medis

a.    Keluhan utama : Tanyakan kepada klien adanay keluhan seperti nyeri, mata berair, mata merah, silau dan sekret pada mata

b.    Riwayat penyakit sekarang : Informasi yang dapat diperoleh meliputi informasi mengenai penurunan tajam penglihatan, trauma pada mata, riwayat gejala penyakit mata seperti nyeri meliputi lokasi,awitan, durasi, upaya mengurangi dan beratnya, pusing, silau.

c.    Riwayat penyakit dahulu : Tanyakan pada klien riwayat penyakit yang dialami klien seperti diabetes mellitus, hrpes zooster, herpes simpleks

d.   Pengkajian fisik penglihatan

1)         Ketajaman penglihatan : Uji formal ketajaman penglihatan harus merupakan bagian dari setiap data dasar pasien. Tajam penglihatan diuji dengan kartu mata ( snellen ) yang diletakkan 6 meter.

2)         Palpebra superior : Merah,sakit jika ditekan

3)         Palpebra inferior : Bengkak, merah, ditekan keluar secret

4)         Konjungtiva tarsal superior dan inferior

5)         Inspeksi adanya

6)         Papil, timbunan sel radang sub konjungtiva yang berwarna merah dengan pembuluh darah ditengahnya

7)         Membran,sel radang di depan mukosa konjungtiva yang bila iangkat akan berdarah, membran merupakan jaringan nekrotik yang terkoagulasi dan bercampur dengan fibrin, menembus jaringan yang lebih dalam dan berwarna abu – abu.

8)         Pseudomembran, membran yang bila diangkat tidak akan berdarah

9)         Litiasis, pembentukan batu senyawa kalsium berupa perkapuran yang terjadipada konjungtiviti kronis

10)     Sikatrik, terjadi pada trakoma.

11)     Konjungtiva bulbi

12)     Sekresi

13)     Injeksi konjungtival

14)     Injeksi siliar

15)     Kemosis konjungtiva bulbi, edema konjungtiva berat

16)     Flikten peradangan disertai neovaskulrisasi

17)     Kornea

18)     Erosi kornea, uji fluoresin positif

19)     Infiltrat, tertimbunnya sel radang

20)     Pannus, terdapat sel radang dengan adanya pembuluh darah yang membentuk tabir kornea

21)     Flikten, Ulkus, Sikatrik

22)     Bilik depan mata

23)     Hipopion, penimbunan sel radang dibagian bawah bilik mata depan

24)     Hifema, perdarahan pada bilik mata depan

25)     Iris

26)     Rubeosis, radang pada iris

27)     Gambaran kripti pada iris

28)     Pupil

29)     Reaksi sinar, isokor

30)     Pemeriksaan fundus okuli dengan optalmoskop untuk melihat

31)     Adanya kekeruhan pada media penglihatan yang keruh seperti pada kornea, lensa dan badan kaca.

2.    DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx : Nyeri berhubungan dengan iritasi atau infeksi pada mata.

Kriteria hasil : Nyeri berkurang, pasien merasa nyaman

Intervensi :

a.       Anjurkan klien untuk mengompres mata dengan air hangat

b.       Anjurkan pasien untuk tidak menggosok – gosok mata yang sakit terutama dengan tangan

c.        Anjurkan pasien menggunbkan kacamata pelindung jika bepergian

d.       Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgetik

 

Dx : Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis, perubahan status kesehatan: adanya nyeri;kemungkinan /kenyataan kehilangan penglihatan.

Kemungkinan dibuktikan oleh: ketakutan, ragu-ragu.menyatakan masalah perubahan hidup.

Hasil yang diharapkan: tampak rileks dan melaporkan ansetas menurun sampai tingkat dapat diatasi.

Tindakan / Intervensi

a.       Kaji tingkat ansetas, derajat pengalaman nyeri / timbulnya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.

b.       Berikan informasi yang akurat dan jujur.

c.        Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan penglihatan tambahan.

d.       Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.

e.        Identifikasi sumber / orang yang dekat dengan klien.

 

Dx : Gangguan Sensori Perseptual : Penglihatan b/d gangguan penerimaan sensori / status organ indera. Lingkungan secara terapetik dibatasi.

Kemungkinan dibuktikan oleh: menurunnya ketajaman, gangguan penglihatan, perubahan respon biasanya terhadap rangsang.

Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan :

a.     Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.

b.     Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.

c.     Mengidentifikasi / memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.

 

Tindakan / Intervensi:

a.     Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat.

b.     Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain di areanya.

c.     Lakukan tindakan untuk membantu pasien menangani keterbatasan penglihatan seperti kurangi kekacauan, ingatkan memutr kepala ke subjek yang terlihat dan perbaiki sinar suram

d.     Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata dimana dapat terjadi bila menggunakan tetes mata.

 

Dx : Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan kontak sekret dengan mata sehat atau mata orang lain

Hasil Yang Diharapkan/ Kriteria Evaluasi Pasien Akan :

a.     Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema, dan demam.

b.     Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi

Tindakan/intervensi:

·       Kaji tanda-tanda infeksi

·       Berikan therapi sesuai program dokter

·       Anjurkan penderita istirahat untuk mengurangi gerakan mata

·       Berikan makanan yang seimbang untuk mempercepat penyembuhan
Mandiri

·       Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati mata.

·       Gunakan/tunjukkan teknik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam keluar dengan bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan.

·       Tekankan pentingnya tidak menyentuh/menggaruk mata yang sakit kemudian yang sehat

·       Anjurkan untuk memisahkan handuk, lap atau sapu tangan

 

Dx : Ketakutan atau ansietas berhubungan dengan kerusakan sensori

Tujuan : Pasien tidak lagi merasa cemas

Kriteria hasil : Pasien merasa lebih tenang dan Pasien tidak takut lagi

Intervensi :

a.     Kaji derajat dan durasi gangguan visual

b.     Orientasikan pasien pada lingkungan baru

c.     Dorong untuk menjalankan kebiasaan hidup sehari-hari dalam perawatan pasien.

d.     Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti dalam perawatan pasien.

 

Dx : Risiko terhadap cidera yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan

Tujuan : Pasien mampu menghindari risiko cidera

Kriteria hasil  : Pasien tidak mengalami cidera         

Intervensi :

a.     Bantu pasien untuk melakukan ambulasi

b.     Orientasikan pasien pada ruangan

c.     Bahas perlunya penggunaan perisai metal atau kacamata bila diperlukan.

d.     Jangan memberikan tekanan pada mata yang terkena trauma

e.     Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata.

Dx : Nyeri yang berhubungan dnegan trauma, peningkatan TIO, inflamasi intervensi bedah atau pemberian tetes mata dilator.

Tujuan : Pasien tidak lagi merasa nyeri.

Kriteria hasil :

a.     Pasien tidak mengeluh nyeri lagi

b.     Pasien tidak merasa nyeri lagi

Intervensi

a.     Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai resep

b.     Berikan kompres dingin sesuai permintaan untuk trauma tumpul

c.     Kurangi tingkat pencahayaan

d.     Dorong penggunaan kacamata hitam pada cahaya kuat.

Dx :  Potensial terhadap kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan.

Tujuan : Pasien mampu melakukan perawatan diri

Kriteria hasil :

a.     Pasien mengalami instruksi yang diberikan

b.     Pasien bisa melakukan perawatan diri

Intervensi

a.       Beri instruksi pada pasien atau orang terdekat mengenai tanda dan gejala, komplikasi yang harus segera dilaporkan pada dokter.

b.       Berikan instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang berarti mengenai teknik yang benar dalam memberikan obat.

c.        Evaluasi perlunya bantuan setelah pemulangan

d.       Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatan.

 

 

Dx : Perubahan persepsi sensori : visual berhubungan dengan kerusakan penglihata

Tujuan : Pasien mampu beradaptasi dengan perubahan

Kriteria hasil :

a.     Pasien menerima dan mengatasi sesuai dengan keterbatasan penglihatan

b.     Menggunakan penglihatan yang ada atau indra lainnya secara adekuat.

Intervensi

a.     Perkenalkan pasien dengan lingkunganya

b.     Beritahu pasien untuk mengoptimalkan alat indera lainnya yang tidak mengalami gangguan.

c.     Kunjungi dengan sering untuk menentukan kebutuhan dan menghilangkan ansietas.

d.     Libatkan orang terdekat dalam perawatan dan aktivitas

e.     Kurangi bising dan berikan istirahat yang seimbang

 

Dx : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai perawatan diri dan proses penyakit.

Tujuan : Pasien memiliki pengetahuan yang cukup mengenai penyakitnya

       Kriteria hasil :

a.       Pasien memahami instruksi pengobatan

b.       Pasien memverbalisasikan gejala-gejala untuk dilaporkan

Intervensi

a.       Beritahu pasien tentang penyakitnya

b.       Ajarkan perawatan diri selama sakit

c.        Ajarkan prosedur penetesan obat tetes mata dan penggantian balutan pada pasien dan keluarga.

d.       Diskusikan gejala-gejala terjadinya kenaikan TIO dan gangguan penglihatan

 

3.    IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi keperawatan dilakukan berdasarkan diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan.

4.    EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi keperawatan dilakukan berdasarkan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi keperawatan.

 

 

 

 

 

 

BAB IV

PENUTUP

 

A.    KESIMPULAN

Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Keratitis ini diakibatkan oleh berbagai organisme bakteri,virus, jamur, atau parasit, abrasi sedikitpun bisa menjadi pintu masuk bakteri. Kebanyakan infeksi kornea terjdi akibat trauma atau gangguan mekanisme pertahanan sistemis ataupun lokal.

Keratitis adalah peradangan pada kornea, membran transparan yang menyelimuti bagian berwarna dari mata (iris) dan pupil. Keratitis dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa. Bakteri pada umumnya tidak dapat menyerang kornea yang sehat, namun beberapa kondisi dapat menyebabkan infeksi bakteri terjadi. Contohnya, luka atau trauma pada mata dapat menyebabkan kornea terinfeksi. Mata yang sangat kering juga dapat menurunkan mekanisme pertahanan kornea. (Kaiser, 2005).

 

B.     SARAN

Dengan dibuatnya makalah ini para pembaca baik para perawat maupun tenaga kesehatan lainya dapat memberikan penatalaksanaan pada pasien keratitis  dengan baik dan benar sehingga makalah kami bermanfaat.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Carpenitto, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. EGC :

Jakarta.

Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal – Bedah : volume 2. Jakarta : EGC.

(http://berita19.wordpress.com/2010/02/03/infeksi-pada-mata-keratitis/)

(http://www.berbagimanfaat.blogspot.com)

(https://ligiamartakasra.wordpress.com/2012/10/17/askep-keratitis/)

 

 

Artikel Terkait