TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG OBYEK DAN PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM

BAB I

PENDAHULUAN

 

Latar Belakang

Pendidikan sangat penting bagi semua umat manusia untuk menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.Tanpa adanya pendidikan manusia tidak dapat menjalani kehidupan dengan baik.Oleh karena itu dalam pendidikan melibatkan sebuah peserta didik maupun obyek yang sekiranya dapat membantu untuk memperoleh ilmu, sehingga dapat terselenggaranya sebuah pendidikan.Yang bertujuan memperoleh manfaat di dunia maupun diakhirat.Maka dari itu setiap manusia diwajibkan untuk menuntut ilmu melalui pendidikan dengan bersungguh-sungguh sehingga tercapai tujuan untuk mendapatkan keridhaan Allah dalam mencari ilmu.

 

Al-qur’an adalah kalamullah yang diturunkan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Al-qur’an mengandung beberapa aspek yang terkait dengan pandangan hidup yang dapat membawa manusia ke jalan yang benar dan menuju kepada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dari beberapa aspek tersebut, secara global terkandung materi tentang kegiatan belajar-mengajar atau pendidikan yang tentunya membutuhkan komponen- komponen pendidikan, diantaranya yaitu pendidik dan peserta didik.

 

Pendidik dalam proses pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat penting untuk mencapai tujuan pendidikan. Selain pendidik, peserta didik juga mempunyai peran penting dalam proses pendidikan, tanpa adanya peserta didik, maka pendidik tidak akan bisa menyalurkan pengetahuan yang dimilikinya sehingga proses pembelajaran tidak akan terjadi dan menghambat tercapainya tujuan pendidikan antara pendidik dan peserta didik harus sejalan agar tujuan pendidikan dapat tercapai.

 

Proses pendidikan dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari peran pendidik dan peserta didik itu sendiri. Berhasil atau gagalnya pendidikan diantaranya ditentukan oleh kedua komponen tersebut. Mulai dari kemapanan ilmu pengetahuan pendidik, sampai kemampuan pendidik dalam menguasai objek pendidikan, berbagai syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik, motivasi belajar peserta didik, kepribadian anak didik dan tentu saja pengetahuan awal yang dikuasai oleh peserta didik. Agar hasil yang direncanakan tercapai semaksimal mungkin. Disinilah pentingnya pengetahuan tentang subjek pendidikan.

 

RumusanMasalah

Apa pengertian pendidikan ?

Apa yang dimaksud dengan peserta didik dan obyek pendidikan ?

Apa saja sumber peserta didik dan obyek pendidikan islam dalam tafsir ayat-ayat Al-Qur’an ?

Tujuan Permasalahan

Untuk mengetahui pengertian tujuan

Untuk mengetahui maksud dari peserta didik dan obyek pendidikan.

Untuk mengetahui sumber tentang tafsir ayat-ayat Al-Qur’an mengenai peserta didik dan obyek dalam pendidikanislam.

 

 

BAB II

 

PEMBAHASAN

 

Pengertian pendidikan

Pendididkan merupakan bantuan bimbingan yang diberikan pendidik terhadap peserta didik menuju kedewasaannya.Sejauh dan sebesar apapun bantuan yang diberikan sangat berpengaruh oleh pandangan pendidik terhadap kemungkinan peserta didik untuk di didik. Sesuai dengan fitrahnya manusia adalah makhluk berbudaya yang mana manusia dilahirkan dalam keadaan yang tidak mengetahui apa-apa dan ia mempunyai kesiapan untuk menjadi baik atau buruk.

 

Menurut H. M Arifin, pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun non formal.[1]

 

Sedangkan menurut Darkhem megatakan bahwa “Pendidikan adalah pengaruh yang diberikan oleh mereka yang diberikan yang dewasa terhadap mereka yang belum siap menghadapi kehidupan sosial ”

 

Pendidikan Islam bisa dipahami dalam arti berbeda-beda, antara lain: pendidikan menurut Islam atau pendidikan agama Islam. Dari kedua istilah terebut, dapat dipahami bahwa pendidikan Islam adalah proses dan praktik penyelenggaraan pendidikan di kalangan umat Islam, yang ber;angsung secara berkesinambungan dari generasi ke generasi sepanjang sejarah Islam.[2]

 

Sedangkan Pendidikan Agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

 

Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan secara terperinci dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha manusia untuk dapat membantu, melatih, dan mengarahkan anak melalui transmisi pengetahuan, pengalaman, intelektual, dan keberagamaan orang tua (pendidik) dalam kandungan sesuai dengan fitrah manusia supaya dapat berkembang sampai pada tujuan yang dicita-citakan yaitu kehidupan yang sempurna dengan terbentuknya kepribadian yang utama.

 

Pengertianpeserta didik dan obyek pendidikan

Peserta didik adalah orang maupun kelompok yang bertanggung jawab dalam memberikan pendidikan, sehingga materi yang diajarkan atau yang disampaikan dapat dipahami oleh objek pendidikan.

 

Peserta didik yang dipahami kebanyakan para ahli pendidikan adalah orang tua, guru-guru di institusi formal (disekolah) maupun non formal dan lingkungan masyarakat, sedangkan pendidikan pertama (tarbiyatul awwal) yang kita pahami selama ini adalah rumah tangga (orang tua). Sebagai seorang muslim kita harus menyatakan bahwa pendidik pertama manusia adalah Allah dan yang kedua adalah Rasulullah.

 

Objek menurut bahasa yaitu orang yang menjadi pokok sasaran Pendidikan  adalah proses pencerdasan secara utuh dalam rangka mencapai kebahagian dunia dan akhirat atau keseimbangan materi dan religious spritual.[3] Jadi objek pendidikan adalah orang yang mendapat pencerdasan secara utuh dalam rangka mencapai kebahagian dunia dan akhirat atau keseimbangan materi dan religious spritual. Dapat disimpulkan bahwa  objek pendidikan adalah manusia dalam kaitannya dengan fenomena situasi pendidikan. Fenomena tersebut terdapat dimana-mana, didalam masyarakat, didalam keluarga dan disekolah

 

 

 

Tafsir ayat-ayat Al-Qur’an mengenai peserta didik dan obyek dalam pendidikan islam

At Tahrim Ayat 6

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ اللَّهَ مَآ أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

 

Terjemahnya:“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalumengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6).

 

Tafsir Ibnu Katsir

 

اللَّهِ،ومُرواأَهْلِيكُمْبِالذِّكْرِ،يُنْجِيكُمُاللَّهُمِنَالنَّارِ.

 

يَقُوْلُ ( نَارًا وَ أَهْلِيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ قُوْا ): تَعَالَى قَوْلُهُ فِي مَعَاصِي وَ تَّقُوا اللَّه ، بِطَاعَةِ اعْمَلُوا : يَقُوْلُ (نَارًا وَ أَهْلِيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ قُوْا): عَبَّاسٍ ابْنِ عَنِ طَلْحَةَ ، أَبِي بْنُ عَلِيُّ وَ قَالَ

 

Mengenai firman Allah subhanahu wa ta’ala,  قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا  “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka”, Mujahid (Sufyan As-Sauri mengatakan, “Apabila datang kepadamu suatu tafsiran dari Mujahid, hal itu sudah cukup bagimu”) mengatakan : “Bertaqwalah kepada Allah dan berpesanlah kepada keluarga kalian untuk bertaqwa kepada Allah”. Sedangkan Qatadah mengemukakan : “Yakni, hendaklah engkau menyuruh mereka berbuat taat kepada Allah dan mencegah mereka durhaka kepada-Nya. Dan hendaklah engkau menjalankan perintah Allah kepada mereka dan perintahkan mereka untuk menjalankannya, serta membantu mereka dalam menjalankannya.Jika engkau melihat mereka berbuat maksiat kepada Allah, peringatkan dan cegahlah mereka.”

 

Demikian itu pula yang dikemukakan oleh Adh Dhahhak dan Muqatil bin Hayyan, dimana mereka mengatakan : “Setiap muslim berkewajiban mengajari keluarganya, termasuk kerabat dan budaknya, berbagai hal berkenaan dengan hal-hal yang diwajibkan Allah Ta’ala kepada mereka dan apa yang dilarang-Nya.”

 

Dari uraian diatas, dapat kita ambil poin-poin penting yang dapat kita jadikan pegangan dalam membina diri sendiri dan orang lain :

 

Proses pembinaan dimulai dari diri sendiri.

Hal ini tersurat dengan jelas dalam At Tahrim yaitu “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”.Disini dikatakan “peliharalah dirimu” terlebih dahulu baru setelah itu dikatakan “keluargamu”.

 

Sebagaimana apa yang dikatakan oleh Mujahid : ”Bertaqwalah kepada Allah dan berpesanlah kepada keluarga kalian untuk bertaqwa kepada Allah”. Disini Mujahid mengatakan bahwa kita diharuskan bertaqwa kepada Allah terlebih dahulu, baru setelah itu kita berpesan kepada keluarga kita untuk bertaqwa kepada Allah.

 

Perintah menjaga diri sendiri dengan tetap menjalankan perintah Allah SWT, menjauhi laranagn Allah, dan bertaubat dari perkara yang menjadikan murka Allah dan mendatangkan siksa.[4]

Kemudian, untuk mendidik diri sendiri dengan cara menjalankan terlebih dahulu perintah Allah dan rasulnya dan jauhkan larangan Allah dan rasulnya, sampai seseorang merasa senang dalam menjalankannya.

Asy Syu’ara Ayat 214

وَأَنْذِرْ عَشِيْرَتَكَ الْأَقْرَبِيْنَ (214: الشعراء)

 

Terjemahnya: “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (Q.S Asy Syu’ara’: 214).

 

Tafsir ringkasan ibnu katsir:

 

Allah menyuruh Rasulullah SAW, agar memberi peringatan kepada kerabat-kerabatnya yang terdekat dan bahwasanya tidak ada yang dapat menyelamatkan para kerabat kecuali keimanannya.[5]

 

Sesuai dengan ayat sebelumnya (QS. At Tahrim: 6) bahwa terdapat perintah langsung dengan fi’il amar (berilah peringatan). Namun perbedaannya adalah tentang objeknya, dimana dalam ayat ini adalah kerabat-kerabat. ”Al Aqrobyn” mereka adalah Bani Hasyim dan Bani Mutalib, lalu Nabi saw. memberikan peringatan kepada mereka secara terang-terangan; demikianlah menurut keterangan hadis yang telah dikemukakan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.

Namun hal ini bukan berarti khusus untuk Nabi SAW saja kepada Bani Hasyim dan Muthollib, tetapi juga untuk seluruh umat Islam. Sebab sesuai kaidah ushul fiqh:

 

”…dengan umumnya lafadz, bukan dengan khususnya sebab”. Dilihat dari munasabah ayat, selanjutnya terdapat ayat ke-215

 

”Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman” (QS. Asy-Syu’ara: 215). Jadi perintah ini juga berlaku untuk seluruh umat Islam. Asbab nuzul ayat ini, Ketika ayat ini turun Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Bani Abdul Muthalib, demi Allah aku tidak pernah menemukan sesuatu yang lebih baik di seluruh bangsa Arab dari apa yang kubawa untukmu. Aku datang kepadamu untuk kebaikan di dunia dan akhirat. Allah telah menyuruhku mengajakmu kepada-Nya. Maka, siapakah di antara kamu yang bersedia membantuku dalam urusan ini untuk menjadi saudaraku dan washiku serta khalifahku?” Mereka semua tidak bersedia kecuali Ali bin Abi Thalib. Di antara hadirin beliaulah yang paling muda. Ali berdiri seraya berkata: “Aku ya, RasulullahNabi. Aku (bersedia menjadi) wazirmu dalam urusan ini”. Lalu Rasulullah SAW memegang bahu Ali seraya bersabda: “Sesungguhnya Ali ini adalah saudaraku dan washiku serta khalifahku terhadap kalian. Oleh karena itu, dengarkanlah dan taatilah ia.” Mereka tertawa terbahak-bahak sambil berkata kepada Abu Thalib: “Kamu disuruh mendengar dan mentaati anakmu”. Umat Islam adalah saudara bagi yang lain, maka harus saling mendidik dan menasehati. Sebagaimana sabda Nabi SAW :

 

“ Dari Jarir Ibn Abdillah ra. Berkata: saya bersumpah setia kepada Rosululloh SAW untuk mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan menasehati kepada setiap muslim”. (HR. Bukhory-Muslim). Maka kerabat-kerabat kita terdekat merupakan juga objek dakwah dan tarbiyah.

 

At Taubah: 122

وَمَاكَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُواْ كَآفَّةً فَلَوْ لَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُواْ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُواْ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ ( التوبة : 122)

 

Terjemahnya: ”Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At Taubah: 122)

 

Allah telah menganjurkan pembagian tugas.Seluruh orang yang beriman diwajibkan berjihad dan diwajibkan pergi berperang menurut kesanggupan masing-masing.Tuhanpun menuntun hendaknya jihad itu dibagi kepada jihad bersenjata dan jihad memperdalam ilmu pengetahuan dan agama.Setelah ada pembagian tugas itu, sehingga ilmu dan pengetahuan agama bertambah mendalam.[6]

 

Mengenai ayat ini, al-‘Aufi menceritakan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: Dari setiap masyarakat Arab ada sekelompok orang yang berangkat mendatangi Rasulullah SAW, kemudian mereka menanyakan tentang masalah agama yang mereka inginkan, sekaligus mendalami ilmu agama. Mereka berkata kepada Nabi:” Apa yang engaku perintahkan untuk kami kerjakan? Maka beliau SAW juga memberi tahu kami hal-hal yang harus kami perintahkan kepada keluarga kami, jika kami telah kembali kelak kepada mereka.”

 

Ibnu ‘Abbas mengemukakan, bahwa Nabi SAW menyuruh mereka untuk senantiasa mentaati Allah dan Rasul-Nya.Dan beliau mengutus mereka kepada kaumnya, agar menyuruh mereka mengerjakan shalat dan menunaikan zakat. Dan jika mereka datang kepada kaumnya, mereka berkata: “ Sesungguhnya Barang siapa yang memeluk Islam, berarti dia termasuk golongan kami.” Mereka juga memberi peringatan, sehingga ada seorang dari mereka yang harus berpisah ari bapak dan ibunya.Nabi SAW memberi tahu mereka dan menyuruh agar mereka memberi peringatan kepada kaumnya. Dan jika telah kembali kepada kaum tersebut, maka mereka menyeru mereka supaya masuk islam dan memperingatkan mereka dari api Neraka, serta menyampaikan kabar gembira tentang Surga.[7]

 

Orang-orang yang berjuang di bidang pengetahuan, oleh agama Islam disamakan nilainya dengan orang-orang yang berjuang di medan perang. Dengan demikian dapat diambil suatu pengertian, bahwa dalam bidang ilmu pengetahuan, setiap orang mukmin mempunyai tiga macam kewajiban, yaitu: menuntut ilmu, mengamalkannya dan mengajarkannya kepada orang lain.

 

Pada ayat ini memberi anjuran tegas kepada umat Islam agar ada sebagaian dari umat Islam memperdalam agama.seorang yang mendalami ilmunya dan selalu memiliki tanggung jawab dalam pencarian ilmu Allah. Hasil dari pembelajaran itu tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi diharapkan mampu untuk menyampaikan terhadap orang lain.

 

Belajar mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan. Dengan belajar orang akan memiliki pengetahuan. Oleh sebabnya belajar dapat menambah ilmu pengetahuan baik teori maupun praktik serta belajar dinilai sebagai ibadah kepada Allah.Pada hakikatnya, proses pembelajaran merupakan interaksi antara guru dan siswa. Guru sebagai penyampaian materi pembelajaran dan siswa sebagai pencari ilmu pengetahuan sekaligus sebagai penerimanya.

 

An Nisaa’: 170

يَاأَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَآءَكُمُ الرَّسُوْلُ بِالْحَقِّ مِنْ رَّبِّكُمْ فَأَمِنُواْ خَيْرًا لَّكُمْ وَ إِنْ تَكْفُرُواْ فَإِنَّ لِلَّهِ مَا فِى السَّمَوَاتِ وَ الْأَرْضِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيْمًا حَكِيْمًا ( النساء : 170 )

 

Terjemahnya : ”Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan sedikitpun kepada Allah) karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Qs. An Nisa’: 170).

 

Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul Muhammad itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Rabb-mu.Maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu.Yaitu, Sungguh telah datang kepada kalian Muhammad dengan membawa hidayah, agama yang hak dan penjelasan tuntas dari Allah. Maka berimanlah kalian dengan apa yang dibawanya dan ikutilah dia, niscaya itu lebih baik bagi kalian.

 

Kemudian Allah berfirman “jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikitpun)” yaitu Allah tidak membutuhkan kalian dan keimanan kalian serta tidak akan rugi dengan kekafiran kalian. Pada ayat ini Allah SWT berfirman, ”Dan adalah Allah Maha Mengetahui.” Yaitu, bagi orang yang berhak mendapat hidayah diantara kalian, maka Allah SWT memberinya hidayah. Sedangkan terhadap orang-orang yang berhak mendapatkan hinaan, maka Allah SWT pun akan menghinakannya. Hakim “Maha bijaksana”.Yaitu pada perkataan, syariat dan qadar-Nya. “karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah.[8]

 

Pada surat an-Nissa ayat 170, nabi Muhammad Saw diutus dengan membawa kebenaran kepada manusia, jadi manusia disini merupakan objek yang hendak dituju oleh Allah melalui rasulnya untuk diberikan kebenaran. Manusia sebagai tujuan dari dakwah Muhammad yang diutus oleh Allah merupakan objek dari dakwah Muhammad, dalam pendidikan manusia jugalah yang menjadi objek dikarenakan akal yang dimiliki manusia hendaklah dioptimalkan dan diberdayakan sehingga menjadi sesuatu yang baik dan terhindar dari kedzaliman

 

 

 

BAB III

 

KESIMPULAN

 

pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha manusia untuk dapat membantu, melatih, dan mengarahkan anak melalui transmisi pengetahuan, pengalaman, intelektual, dan keberagamaan orang tua (pendidik) dalam kandungan sesuai dengan fitrah manusia supaya dapat berkembang sampai pada tujuan yang dicita-citakan yaitu kehidupan yang sempurna dengan terbentuknya kepribadian yang utama.

Peserta didik adalah orang maupun kelompok yang bertanggung jawab dalam memberikan pendidikan, sehingga materi yang diajarkan atau yang disampaikan dapat dipahami oleh objek pendidikan.

objek pendidikan adalah orang yang mendapat pencerdasan secara utuh dalam rangka mencapai kebahagian dunia dan akhirat atau keseimbangan materi dan religious spritual.

 

Dalam surah at-tahrim ayat 6 dapat kita jadikan pegangan dalam membina diri sendiri dan orang lain :

Proses pembinaan dimulai dari diri sendiri.

Perintah menjaga diri sendiri dengan tetap menjalankan perintah Allah SWT, menjauhi laranagn Allah, dan bertaubat dari perkara yang menjadikan murka Allah dan mendatangkan siksa.

mendidik diri sendiri dengan cara menjalankan terlebih dahulu perintah Allah dan rasulnya dan jauhkan larangan Allah dan rasulnya, sampai seseorang merasa senang dalam menjalankannya.

Dalam surah as-syuara dapat disimpulkan bahwa Allah menyuruh Rasulullah SAW, agar memberi peringatan kepada kerabat-kerabatnya yang terdekat dan bahwasanya tidak ada yang dapat menyelamatkan para kerabat kecuali keimanannya.

Dalam surah at taubah dapat di simpulkan bahwa Orang-orang yang berjuang di bidang pengetahuan, oleh agama Islam disamakan nilainya dengan orang-orang yang berjuang di medan perang. Dengan demikian dapat diambil suatu pengertian, bahwa dalam bidang ilmu pengetahuan, setiap orang mukmin mempunyai tiga macam kewajiban, yaitu: menuntut ilmu, mengamalkannya dan mengajarkannya kepada orang lain.

Pada surat an-Nissa ayat 170, nabi Muhammad Saw diutus dengan membawa kebenaran kepada manusia, jadi manusia disini merupakan objek yang hendak dituju oleh Allah melalui rasulnya untuk diberikan kebenaran. Manusia sebagai tujuan dari dakwah Muhammad yang diutus oleh Allah merupakan objek dari dakwah Muhammad, dalam pendidikan manusia jugalah yang menjadi objek dikarenakan akal yang dimiliki manusia hendaklah dioptimalkan dan diberdayakan sehingga menjadi sesuatu yang baik dan terhindar dari kedzaliman .

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Alu Syaikh Abdullah bin Muhammad, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’I2008

 

Ar-Rifa’I, Muhammad  Nasib, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3.

 

Arifin, HM. ,Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama, Jakarta : Bulan Bintang1976

 

Hamka, Tasir Al-Azhar,Juz  XI, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984

 

Mas’ud, Abdurrahman dkk.Paradigma Pendidikan Islam.Pustaka Pelajar: Semarang 2001

 

Muhammad Abdullah bin , Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2 Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’i.2003

 

Tantowi, Amad, Pendidikan Islam di Era Transformasi Global, Semarang: Pustaka Riski Putra 2009

 

http://akuzamir.blogspot.com/2018/09/10.30/menjaga-diri-sendiri-dan-keluarga.html.

 

[1] . HM. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama, (Jakarta : Bulan Bintang, 1976) h.12

 

[2] . Amad Tantowi, Pendidikan Islam di Era Transformasi Global, (Semarang: Pustaka Riski Putra 2009) h. 7

 

[3]. Abdurrahman Mas’ud dkk.Paradigma Pendidikan Islam. (Pustaka Pelajar: Semarang.2001). h. 37.

 

[4]. http://akuzamir.blogspot.com/2018/09/10.30/menjaga-diri-sendiri-dan-keluarga.html.

 

[5]. Muhammad Nasib Ar-Rifa’i. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3. H.  610.

 

[6]. Hamka, Tasir Al-Azhar,Juz  XI, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), h. 86-91.

 

[7]. Abdullah bin Muhammad Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4 (Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’i.2008), h. 296-297.

 

[8]. Abdullah bin Muhammad, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2, (Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’i.2003), h. 466

Artikel Terkait