MAKALAH" METODE PENDIDIKAN"

BAB I

PENDAHULUAN

 

A. Latar Belakang

Semakin berkembangnya dunia pendidikan dari tahun ke tahun mengakibatkan banyak sekali perubahan dalam Islam. Baik dari segi agama, pendidikan, dan sebagainya. Yang terutama dalam bidang pendidikan, akibat adanya sikap serba boleh dan pemanjaan dari orang tua, banyak anak-anak terjerumus pada pergaulan yang mengabaikan syari’at dan lebih mengutamakan pergaulan. Bahkan banyak kaum wanita melupakan fitrahnya sebagai seorang ibu yang berkewajiban mendidik putra-putrinya.

 

Sehingga mengakibatkan dunia anak menjadi sia-sia. Sebenarnya Islam mempunyai metode pendidikan yang sempurna kepada umat manusia, terutama dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu dalam makalah ini pemakalah akan membahas tafsir tentang metode-metode pendidikan dalam Islam.

B. Rumusan Masalah

1.Bagaimana Metode Pendidikan Islam?

2.Bagaimana Redaksi Penafsiran Metode Pendidikan Islam?

3.Bagaimana Kontektualisasi Ayat?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui Metode Pendidikan Islam.

2. Mengetahui Penafsiran Ayat Al-Qur’an tentang Metode Pendidikan Islam.

3.Mengetahui masalah yang berkaitan dengan Metode Pendidikan Islam.

 

 

 

BAB II

 

PEMBAHASAN

 

A. Pengertian Metode Pendidikan Islam

 

Dalam bahasa Arab metode itu disebut dengan al-Tariqah. Kata ini selain diartikan pada metode, ia juga diartikan kepada jalan. Dengan demikian, metode dapat pula diartikan kepada suatu jalan yang dapat ditempuh dalam menjalankan materi pelajaran.[1] Menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi mengartikan metode sebagai jalan yang dilalui untuk memperoleh pemahaman pada peserta didik. Sedangkan menurut Abd al-Aziz mengartikan metode dengan cara-cara memperoleh informasi, pengetahuan, pandangan, kebiasaan berpikir, serta cinta kepada ilmu, guru, dan sekolah.[2]

 

Dalam pengunaan metode pendidikan Islam yang perlu dipahami adalah bagaimana seorang pendidik dapat memahami hakikat metode dan relevansinya dengan tujuan utama pendidikan Islam, yaitu terbentuknya pribadi yang beriman yang senantiasa siap sedia mengabdi kepada Allah swt..

 

Apabila metode dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, metode mempunyai fungsi ganda, yaitu yang bersifat polipragmatis dan monopragmatis. Polipragmatis bilamana metode mengunakan kegunaan yang serbaganda, misalnya suatu metode tertentu pada suatu situasi-kondisi tertentu dapat digunakan untuk merusak, dan pada kondisi yang lain bisa digunakan membangun dan memperbaiki. Kegunaannya dapat bergantung pada si pemakai atau pada corak, bentuk, dan kemampuan dari metode sebagai alat. Sebaliknya, monopragmatis bilamana motode mengandung implikasi bersifat konsisten, sistematis, dan kebermaknaan menurut kondisi sasarannya, mengingat sasaran metode adalah manusia, sehingga pendidik dituntut untuk berhati-hati dalam penerapannya.

 

Tujuan diadakan metode adalah menjadikan proses dan hasil belajar mengajar ajaran Islam lebih berdaya guna dan berhasil guna dan menimbulkan kesadaran peserta didik untuk mengamalkan ketentuan pengajaran Islam melalui teknik motivasi yang menimbulkan gairah belajar peserta didik secara mantap. Uraian itu menunjukkan bahwa fungsi metode pendidikan Islam adalah mengarahkan keberhasilan belajar, memberi kemudahan kepada peserta didik untuk belajar berdasarkan minat, serta mendorong usaha kerja sama dalam kegiatan belajar mengajar antara pendidik dengan peserta didik.

 

Tugas utama metode pendidikan Islam adalah membuat perubahan dalam sikap dan minat serta memenuhi nilai dan norma yang berhubungan dengan pelajaran dan perubahan dalam pribadi dan bagaimana faktor-faktor tersebut diharapkan menjadi pendorong kearah perbuatan nyata.[3]

 

Adapun metode-metode dalam pembelajaran, sebagai berikut:

 

1. Metode Ceramah

 

Metode ceramah adalah cara menyampaikan sebuah materi pelajaran dengan cara penuturan lisan kepada peserta didik.

 

Kelebihan metode ceramah, yaitu:

 

a. Pembelajaran ceramah dinilai ekonomis, praktis dan efektif untuk menyajikan informasi, konsep ilmu, dan gagasan.

 

b. Suasana kelas berjalan dengan tenang karena murid melakukan aktivitas yang sama, sehingga guru dapat mengawasi murid sekaligus komprehensif.

 

c. Melatih para peserta didik untuk mengunakan pendengarannya dengan baik sehingga mereka dapat menangkap dan menyimpulkan isi ceramah dengan cepat dan tepat.

 

Kelemahan metode ceramah, yaitu:

 

a. Pihak guru yang lebih aktif dalam proses pembelajaran sedangkan murid pasif.

 

b. Kadangkala metode ini kurang cocok atau kurang serasi untuk pembentukan keterampilan dan sikap-sikap tersebut. Hal ini banyak digunakan oleh para guru.

 

c. Guru mengalami kesulitan dalam mengukur pemahamam siswa sampai sejauh mana pemahamam mereka tentang materi yang disampaikan.[4]

 

2. Metode Diskusi

 

Metode diskusi adalah suatu cara mempelajari materi pelajaran dengan memperdebatkan masalah yang timbul dan saling mengadu argumentasi secara rasional dan objektif. Dengan metode ini, guru dapat mempertinggi daya nalar murid dan memotivasi untuk lebih aktif, sehingga proses belajar dan pembelajaran menjadi harmonis dan bergairah.

 

Kelebihan metode diskusi, yaitu:

 

a. Suasana kelas menjadi bergairah, dimana peserta didik mencurahkan perhatian dan pemikiran terhadap masalah yang dibahas.

 

b. Dapat menjalin hubungan sosial antara individu siswa, sehingga saling menghargai, toleransi, serta berpikir kritis dan sistematis.

 

c. Hasil diskusi dapat dipahami oleh para siswa karena mereka secara aktif mengikuti perdebatan dalam diskusi.

 

Kelemahan metode diskusi, yaitu:

 

a. Adanya peserta didik yang kurang berpartisipasi secara aktif dalam diskusi dapat menimbulkan sikap acuh tak acuh dan tidak ikut bertanggungjawab terhadap hasil diskusi

 

b. Sulit meramalkan hasil yang ingin dicapai, karena pengunaan waktu yang terlalu panjang.

 

c. Peserta didik mengalami kesulitan mengeluarkan ide-ide mereka atau pendapat mereka secara ilmiah.[5]

 

3. Metode Tanya-jawab

 

Metode tanya-jawab adalah cara guru mentransformasikan materi pelajaran melalui tanya-jawab. Metode ini digunakan ingin mengecek, ingin mengetahui atau merangsang mereka terhadap materi.

 

Kelebihan metode tanya-jawab, yaitu:

 

a. Situasi kelas hidup karena peserta didik aktif dengan berbicara atau menjawab pertanyaan.

 

b. Melatih peserta didik berani mengungkapkan pendapat dengan lisan secara teratur.

 

c. Merangsang peserta didik untuk melatih dan mengembangakan daya ingatan.

 

Kelemahan metode tanya-jawab yaitu:

 

a. Waktu yang digunakan dalam pelajaran tersita dan kurang dapat dikontrol secara baik oleh guru karena banyaknya pertanyaan dari peserta didik.

 

b. Kemungkinan terjadinya penyimpangan perhatian peserta didik bila terdapat pertanyaan atau jawaban yang tidak berkenaan dengan sasaran pembicaraan.

 

c. Jalannya pengajaran kurang dapat terkodinir secara baik karena timbulnya pertanyaan-pertanyaan dari peserta didik yang mungkin tidak dijawab secara tepat baik pendidik maupun peserta didik.

 

Cara mengatasi metode tanya-jawab:

 

a. Guru perlu menyusun keseluruhan pertanyaan yang akan diajukan oleh guru dan juga pertanyaan siswa. Dengan demikian guru mempunyai gambaran tentang keseluruhan pertanyaan.

 

b. Diusahakan agar pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban yang diberikan tidak menyimpang dari masalah pokok permasalahan.[6]

 

4. Metode Amtsal

 

Metode Amsal yaitu, suatu cara mengajar, dimana guru menyampaikan materi pembelajaran dengan membuat atau melalui contoh atau perumpamaan.[7] Secara harfiah, mathal semakna dengan shabah yang berarti serupa, sama atau seperti. Dalam bahasa Arab kata ini digunakan untuk menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, seperti yang tergambar dalam ungkapan “kamu bagaikan matahari”. Ungkapan ini bermaksud menyamakan seseorang dengan matahari karena ia memiliki sifatnya sama dengan matahari. Mathal juga berarti suatu ungkapan yang menyerupakan keadaan sesuatu atau sesorang dengan apa-apa yang terkandung dalam ungkapan itu, seperti yang terdapat dalam ungkkapan ”jangan kau tebarkan mutiara di depan babi-babi itu”. Selain makna ini mathal dapat pula diartikan kepada menggambarkan sesuatu yang abstrak secara konkret agar yang abstrak itu mudah di pahami dan berpengaruh kepada jiwa manusia.[8]

 

5. Metode Cerita

 

Metode cerita ialah suatu cara mengajar dimana guru memberikan materi pembelajaran melalui cerita atau kisah.[9] Al-Quran dalam mengajar manusia selalu menggunakan cerita, yaitu cerita orang-orang berakhlak mulia dan cerita orang-orang berakhlak tercela. Cerita orang berakhlak mulia misalnya meliputi cerita para nabi, orang shaleh dan orang yang teguh imannya dalam menghadapi berbagai cobaan. Dan cerita orang berakhlak tercela yang meliputi cerita orang-orang sombong, angkuh, dan terlalu mencintai harta dan kekayaan dunia sehingga lupa kepada Allah.

 

Secara umum, tokoh yang ditampilkan dalam cerita Al-Quran meliputi orang shaleh dan zalim. Orang shaleh misalmya Lukman Al-Hakim dan tokoh yang zalim seperti Firaun. Cerita dengan menampilkan seorang tokoh yang shaleh bertujuan agar para pembaca meneladani tokoh tersebut keshalehannya. Dan cerita yang menampilkan seorang yang zalim bertujuan pula agar para pembaca menjahui sikap dan perbuatan tokoh tersebut. Untuk itu, Al-Quran selalu mengiringi ceritanya dengan janji pembalasan yang sangat menyenangkan terhadap tokoh yang shaleh, dan janji ancaman azab yang sangat menyakitkan bagi tokoh yang zalim.[10]

 

6. Metode Pemberian Tugas

 

Metode pemberian tugas adalah suatu metode dimana para peserta didik diberikan tugas untuk menyelesaikan suatu materi. Penekanan materi ini terletak pada jam pelajaran berlangsung dimana siswa disuruh untuk mencari informasi atau fakta-fakta berupa data yang dapat ditemukan di laboratorium, perpustakaan.

 

Metode ini bertujuan untuk:

 

a. Menanamkan rasa tanggung jawab atau reasponsibility.

 

b. Melatih psikometer dan keterampilan tertentu.

 

c. Menanamkan kebiasaan belajar.

 

Kelebihan metode pemberian tugas, yaitu:

 

a. Siswa lebih banyak mengalami sendiri apa yang dipelajarinya sehingga memperkuat daya retensi mereka.

 

b. Sangat berguna untuk mengisi kekosongan waktu agar siswa dapat melakukan hal-hal yang bersifat konstruktif.

 

c. Siswa menjadi aktif dan memiliki rasa tanggung jawab.

 

Kelemahan metode ini, yaitu:

 

a. Dapat menimbulkan keraguan, karena adanya kemungkinan pekerjaan yang diberikan kepada siswa justru dikerjakan orang lain.

 

b. Guru sering mengalami kesukaran dalam pemberian tugas yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki siswa, karena adanya perbedaan kemampuan individual, intelegensi, dan kematangan mental masing-masing peserta diidk.

 

c. Bilamana tugas terlalu dipaksakan dapat menimbulkan terganggunya kestabilan mental dan pikiran siswa.[11]

 

7. Metode Karya Wisata

 

Metode ini adalah cara mengajar yang dilaksanakan dengan mengajak siswa ke suatu tempat atau objek yang bersejarah atau memiliki nilai pengetahuan untuk mempelajari dan meneliti sesuatu. Dalam al-Quran banyak terdapat perintah kepada umat manusia agar melakukan perjalanan di permukaan bumi agar mendapatkan pengetahuan dan memperkokoh keimanan kepada Allah. Dalam menyampaikan materi pelajaran, guru dapat menggunakan metode karya wisata ini. Sebelum menggunakan metode ini, seorang guru perlu mendesain pembelajaran sedemikian rupa terutama tujuan yang ingin dicapai.[12]

 

B. Redaksi Penafsiran Ayat Al-Quran

 

1. Q.S. Al-Maidah[5] ayat 67

 

 

 

 

 

Artinya: “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”. (QS: Al-Maidah Ayat: 67)

a. Penafsiran

 

يَـأَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَآ أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ

 

 

Hai rasul, sampaikanlah kepada semua orang segala yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu yang memiliki perkaramu, dan menyampaikan kamu pada kesempurnaan, dan janganlah kamu khawatir dalam menyampaikan itu terhadap seorang pun, dan jangan takut kamu ditimpa bahaya karenanya.

 

Kemudian, ditegaskan oleh Allah ayat tersebut diatas dengan firman-Nya:

 

وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ

 

Dan kalau kamu tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan kepadamu, yakni menyampaikan apa yang telah diturunkan kepadamu, umpamanya kamu sembunyikan, sekalipun hanya untuk sementara karena takut disakiti orang, baik dengan perkataan atau perbuatan, maka sudah cukup merupakan dosa bagimu bila kamu tidak menyampaikan risalah dan tidak melaksanakan apa yang karenanya kamu di utus. Yaitu, menyampaikan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dari Tuhan mereka, sebagaimana difirmankan oeleh Allah ta’ala:

 

إِنْ عَلَيْكَ إِلاَّ الْبَلَـغُ...

 

Artinya: “....Kewajibanmu tidak lain adalah menyampaikan (risalah)....” (Q.S. Asy-Syura[42]:48)

 

Adapun hikmah dari ditegaskannya perintah dan penegasan (tablig) dengan menganggap bahwa menyembunyikan seluruhnya, sekalipun sudah maklum bahwa para rasul salawatulahi ‘alaihi adalah terpelihara dari menyembunyikan sesuatu yang diperintahkan Allah untuk menyampaikannya, yang kalau tidak, maka batallah hikmah risalah karena hilangnya kepercayaan manusia terhadap penyampaian itu. Hikmah dari penegasan itu tadi, bagi para rasul saw. Sendiri adalah pemberitahuan untuknya, bahwa tablig itu menjadi kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar, dan tidak boleh menyembunyikan apa yang wajib disampaikan dalam keadaan apapun. Sedang bagi manusia yang mendengarkan tablig, hikmahnya supaya mereka mengerti fakta ini dengan adanya nash tersebut. Jadi, tidak ada alasan bagi mereka untuk memperselisihkan fakta ini dengan pendapat atau paham yang berbeda-beda.[13]

 

وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ

 

Dan Allah menjaga kamu dari serangan manusia.

 

Kata ya’simu adalah terambil dari i’samul qirbah, artinya tali buat mengikat mulut bejana air yang dibuat dari seutas kulit atau benang.

 

An’Nas (manusia), yang dimaksud ialah orang-orang kafir, yang dalam penyampaian wahyu itu memuat keterangan tentang kekafiran dan kesesatan mereka, termasuk kerusakan akidah dan amal perbuatan mereka. Juga tentang penyesalan Allah atas mereka dan nenek moyang mereka. Itu semua membuat mereka marah dan menyebabkan mereka menganiaya Rasulullah saw., baik dari perkataan maupun perbuatan, serta merencanakan pembunuhan atas diri beliau setelah meninggalnya Abu Talib, dan mereka putuskan hukuman mati atas diri beiau di Darun-Nadwah. Akan tetapi, Allah ta’ala memelihara beliau dari rencana keji mereka itu. Dan demikian pula yang dilakukan umat Yahudi terhadap beliau sesudah hijrah.[14]

 

Sesudah itu Allah swt., kemudian menyebutkan semacam sebab dari dipeliharanya Nabi saw., firman-Nya:

 

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَهْدِى الْقَوْمَ الْكَـفِرِينَ

 

Sesungguhnya, Allah ta’ala takkan memberi petunjuk kepada kaum yang kafir itu. Yaitu orang yang hendak menganiaya kamu seenaknya, atas tablig yang kamu sampaikan. Bahkan, mereka akan sia-sia dan kalimat-kalimat Allah ta’ala-lah yang akan terlaksana dengan sempurna, sehinga dengan demikian sempurna pulalah agama-Nya.[15]

 

b. Implementasi terhadap metode pendidikan

 

Dalam ayat ini telah jelas bahwa Nabi Muhammad harus menyampaikan apa yang telah diturunkan Allah kepadanya. Jika ia tidak menyampaikan apa yang telah diturunkan Allah maka ia tidak menyampaikan amanat-Nya. Hikmah dari penegasan itu tadi, bagi para rasul saw. Sendiri adalah pemberitahuan untuknya, bahwa tablig itu menjadi kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar, dan tidak boleh menyembunyikan apa yang wajib disampaikan dalam keadaan apapun. Allah tak akan memberi petunjuk kepada orang-orang kafir karena tidak mendengar tablig yang telah disampaikan.

 

2. Q.S. An-Nahl[16] ayat 125

 

 

 

 

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS: An-Nahl Ayat: 125)

a. Penafsiran

 

Nabi Muhammad saw. yang diperintahkan untuk mengikuti Nabi Ibrahim as. sebagaimana terbaca pada ayat yang lalu, kini diperintahkan lagi untuk mengajak siapapun agar mengikuti pula prinsip-prinsip ajaran bapak para Nabi dan pengumandang tauhid itu. Ayat ini menyatakan: “Wahai Nabi Muhammad saw., serulah yakni lanjutkan usahamu untuk menyeru semua yang engkau sanggup seru kepada jalan yang ditunjukkan Tuhanmu. Yakni ajaran Islam dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan bantahlah mereka yakni siapapun yang menolak atau meragukan ajaran Islam dengan cara yang terbaik.

 

Itulah tiga cara berdakwah yang hendaknya engkau tempuh menghadapi manusia yang beraneka ragam peringkat dan kecendrungannya; jangan hiraukan cemoohan, atau tuduhan-tuduhan tidak berdasar kaum musyrikin dengan serahkan urusanmu dan urusan mereka pada Allah, karena sesungguhnya Tuhanmu yang selalu membimbing dan berbuat baik kepadamu dialah sendiri yang lebih mengetahui dari siapapun yang menduga tahu tentang siapa yang bejat jiwanya sehingga tersesat dari jalan-Nya dan dialah saja juga yang lebih mengetahui orang-orang yang sehat jiwanya sehingga mendapat petunjuk.[16]

 

Maksudnya adalah serulah ummatmu wahai para Rasul dengan seruan agar mereka melaksanakan syari’at yang telah ditetapkannya berdasarkan wahyu yang diturunkannya, dengan melalui ibarat dan nasehat yang terdapat di dalam Kitab yang diturunkannya. Dan hadapilah mereka dengan cara yang lebih baik dari lainnya sekalipun mereka menyakitimu, dan sadarkanlah mereka dengan cara yang baik.

 

Ringkasnya ayat tersebut menyuruh agar Rasulullah menempuh cara berdakwah dan berdiskusi dengan cara yang baik. Sedangkan petunjuk (al-Hidayah) dan kesesatan (al-dlalal) serta hal-hal yeng terjadi di antara keduanya sepenuhnya dikembalikan kepada Allah SWT, karena Dia-lah yang lebih mengetahui keadaan orang-orang yang tidak dapat terpelihara dirinya dari kesesatan, dan mengembalikan dirinya kepada petunjuk.[17]

 

Serulah dan ajaklah umat manusia itu kepada agama Allah dengan cara kebijaksanaan dan pengajaran yang baik. Bersoal-jawablah dengan mereka itu dengan jalan yang sebaik-baiknya. Allah lebih mengetahui orang-orang yang sesat dari jalan agama-Nya dan orang-orang yang dapat petunjuk. Dalam ayat ini Allah menerangkan begaimana cara melaksanakan penyiaran agama Allah kepada semua umat manusia, yaitu dengan cara kebijaksanaan, bukan dengan paksaan dan kekerasan atau dengan mencela dan memaki-maki atau dengan perkataan kasar yang jauh dari adab kesopanan, sebagaimana diperbuat oleh setengah orang yang tiada mempelajari cara dakwah (seruan) menurut petunjuk Quran. Sebab itu hendaklah ulama-ulama dan penyiar-penyiar agama memakai cara kebijaksanaan itu untuk menarik umat manusia kepada agama Allah, karena manusia dapat ditarik dengan kebijaksanaan, bukan dengan kekerasan.

 

Sebab itu wajiblah ulama-ulama dan penyiar-penyiar agama mengetahui bermacam-macam ilmu pengetahuan yang diketahui oleh masyarakat umat yang diserunya, supaya dapat dipersesuaikannya dengan ajaran agama, sehingga dapat diterima oleh akal mereka yang telah terdidik dengan ilmu pengetahuan itu. Kalau tidak, niscaya mereka tolak ajaran agama, karena bertentangan dengan ilmu pengetahuannya. Pendeknya ulama-ulama dan penyiar-penyiar agama harus mengetahui ilmu dunia dan akhirat, baru mereka dapat melaksanakan pekerjaaannya yang berat.

 

3. Q.S. Ibrahim[14] ayat 24-25

 

 

 

 

 

 

Artinya: “Tidakkah engkau melihat bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (Q.S. Ibrahim[14] :24-25)

 

a. Penafsiran

 

Ayat ini mengajak siapapun yang dapat melihat yakni merenung dan memperhatikan, dengan menyatakan: tidakkah engkau melihat yakni memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik? Kalimat itu seperti pohon yang baik, akarnya teguh menghunjam ke bawah sehingga tidak dapat dirobohkan oleh angin dan cabangnya tinggi menjulang ke langit yakni ke atas. Ia memberikan buahnya pada setiap waktu yakni musim dengan seizin Tuhannya sehingga tidak ada satu kekuatan yang dpat menghalangi pertumbuhan dan hasilnya yang memuaskan. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan yakni memberi contoh dan permisalan untuk manusia supaya dengan demikian makna-makna abstrak dapat ditangkap malalui hal-hal konkret sehingga mereka selalu ingat.[18]

 

Kedua ayat diatas mengajarkan kepada semua ummat agar membiasakan dari menggunakan ucapan yang baik, yang berfaedah bagi dirinya dan bermanfaat bagi orang lain. Ucapan seseorang menunjukkan watak dan kepribadiannya serta adab dan sopan santunnya. Sebaliknya, setiap muslim harus menjauhi ucapan dan kata-kata yang jorok, yang dapat menimbulkan kemarahan, kebencian, permusuhan dan menyinggung perasaan atau menimbulkan rasa jijik bagi yang mendengarnya.

 

Demikian pula halnya kata-kata yang baik yang kita ucapkan kepada orang lain, misalnya dalam memberikan Ilmu pengetahuan yang berguna, manfaatnya akan didapat oleh orang banyak. Dan setiap orang yang memperoleh Ilmu dari seorang guru haruslah bersyukur kepada Allah karena pada hakikatnya ilmu yang telah diperolehnya melalui karunia dan rahmat Allah SWT.

 

b. Implementasi terhadap metode pendidikan

 

Nilai tarbawi yang dapat diambil dari ayat tersebut bahwa perumpamaan adalah salah satu metode yang dapat diterapkan dalam proses pendidikan dan pengajaran. Melalui ungkapan-ungkapan pemisalan, anak didik akan mudah memahami materi pelajaran dan akan lebih termotivasi untuk melakukan karya-karya nyata dan positif. Gambaran perumpamaan pada ayat di atas tentang pohon bagus yang akarnya kokoh menancap ke dasar bumi dan cabangnya menjulang ke angkasa untuk sebuah kalimah thayyibah, bertujuan agar obyek yang diajak bicara lebih mudah memahami pentingnya memiliki prinsip tauhid yang kuat dalam menempuh perjalanan kehidupan di dunia ini.

 

4. Q.S. Al-A’raf[7] ayat 176-177

 

 

 

 

 

 

Artinya: “Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim. (Q.S. Al-A’raf[7]: 176-177)

 

a. Penafsiran

 

وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَـهُ بِهَا

 

Kalau Kami menghendaki agar orang itu Kami angkat dengan ayat-ayat Kami tersebut dan dengan mengamalkannya kepada derajat-derajat kesempurnaan dan pengetahuan, bisa saja itu Kami lakukan. Yaitu Kami buat petunjuk itu menjadi wataknya benar-benar, dan Kami buatkan dia mesti mengamalkannya, baik dengan suka hati atau terpaksa. Karena bagi Kami itu pun tidak sukar. Hanya saja itu bertentangan dengan sunnah Kami.

 

وَلَـكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الاٌّرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ

 

Akan tetapi, orang itu cenderung dan lebih condong kepada dunia dan seluruh perhatian dalam kehidupan dia arahkan untuk menikmati kelezatan-kelezatan jasmani, dan tidak dia arahkan kepada kehidupan ruhani sama sekali, namun tak puas-puas juga. Akhirnya, hilanglah perhatiannya sama sekali untuk memikirkan ayat-ayat Kami yang telah Kami berikan kepadanya.

 

Sudah menjadi sunnahtullah pada manusia, bahwa Dia memberi kebebasan kepadanya untuk memilih sendiri amalnya yang dia punya kesiapan untuk melakukannya sesuai dengan fitrahnya. Supaya balasan yang akan diberikan kepadanya sesuai dengan apa yang dilakukan oleh tangannya, baik berupa amal baik atau amal buruk dan agar Allah menguji dia tentang perhiasan dan kenikmatan yang telah Dia ciptakan di bumi,[19] sebagaimana firmanNya:

 

إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الاٌّرْضِ زِينَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُم أَحْسَنُ عَمَلاً

 

“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah diantara mereka yang terbaik perpuatannya.” (Q.S. Al-Kahfi[18]:7)

 

فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِن تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَث

 

Sesungguhnya orang ini, dengan sifat itu, dia bagaikan anjing dalam kelakuannya yang terburuk dan paling hina. Karena dengan lebih condong dan cenderung kepada dunia dan memperturutkan hawa nafsunya, maka orang itu pun menjadi makhluk terburuk dan paling hina. Karena disenantiasa ingin dan tak pernah berhenti, sibuk ingin mengumpulkan kekayaan duniawi dan kemewahan-kemewahannya, dari yang sekecil-kecilnya sampai sebesar-besarnya. Bagaikan budak-budak nafsu dan para penyembah harta. Anda lihat seorang dari mereka seperti orang yang menjulurkan lidahnya karena kepayahan dan letih, sekalipun apa yang dia cari itu orang yang hina, yang tak perlu meletihkan dengan memayahkan. Dan anda lihat, setiap kali dia memperoleh keluasan dan kemudahan duniawi, maka semakin bertambahlah rakusnya terhadap dunia.

 

ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُواْ بِـثَايَـتِنَا

 

Contoh yang sangat ganjil itu adalah perumpamaan dari kaum yang ingkar terhadap ayat-ayat Kami dan angkuh untuk menerimanya, baik karena bodohnya terhadap ayat-ayat itu atau karena taklid bapak-bapak dan nenek moyang mereka. Mereka menyangka kalau mereka beriman kepada ayat-ayat itu, maka mereka akan kehilangan pamor dan jatuhlah derajat mereka, bahkan tak bisa lagi memperoleh kelezatan-kelezatan yang dapat mereka nikmat. Sehingga hal itu menjadi penghalang bagi mereka untuk memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penuh pemikiran dan pembuktin.

 

فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

 

Maka ceritakanlah hai Rasul yang mulia, kisah-kisah tentang orang yang menyerupai keadaannya dengan keadaan mereka yang mendustakan ayat-ayat yang terang yang kamu bawa. Dengan kisah-kisah itu diharapkan mereka mau memikirkannya, sehingga keadaan mereka yang buruk dan perumpamaan mereka yang jelek akan menyebabkan mereka mau berlama-lama memperhatikan dan berpikir dengan pikiran yang jernih tentang keadaan diri mereka sendiri dan mau memandang ayat-ayat Allah dengan mata hatinya, bukan dengan mata nafsu dan sikapnya yang bermusuhan.

 

سَآءَ مَثَلاً الْقَوْمُ الَّذِينَ كَذَّبُواْ بِـَايَـتِنَا وَأَنفُسَهُمْ كَانُواْ يَظْلِمُونَ

 

Amat buruklah sifat orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendiri mereka berbuat zalim. Dan betapa jelek perumpamaan mereka dalam berbagai perumpamaan. Karena mereka berpaling diri memikirkan ayat-ayat Kami dan hanya memandang padanya dan dengan pemandangan bermusuhan dan kebencian. Dengan perbuatan mereka seperti itu, mereka untuk mengamalkan ayat-ayat tersebut dan menjadikannya sebagai jalan yang akan menyampaikan mereka kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat.[20]

 

5. Q.S. Al-Hajj[22] ayat 45-46

 

 

 

 

 

Artinya: “Maka betapa banyak negeri yang telah Kami binasakan karena (penduduk)nya dalam keadaan zalim, sehingga runtuh bangunan-bangunannya dan (betapa banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi (tidak ada penghuninya). Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (Q.S. Al-Hajj[22]:45-46)

 

Ayat ini menyatakan, bahwa Allah telah menghancurkan negeri di mana penduduknya berbuat zalim. Allah membinasakan negeri-negeri tersebut, sehingga penduduknya terkena oleh bencana yang begitu dahsyat. Di antara negeri tersebut adalah negeri Saba’ yang dimusnahkan dengan banjir bandang dengan jebolnya irigasi, kaum ‘Ad (umat Nabi Hud) dimusnahkan dengan badai yang amat dahsyat, dan kaum Thamud (umat Nabi Shaleh) yang dimusnahkan dengan halilitar.

 

Ayat berikutnya (ayat 46) memotivasi manusia agar melakkukan wisata ilmiah pada tempat-tempat peninggalan sejarah, yaitu memperhatikan puing-puing peninggalan umat terdahulu yang telah dimusnahkan oleh Allah. Wisata ilmiah ini diharapkan dapat memberikan pencerahan kapada hati, mata, dan telinga. Artinya, fakta peninggalan sejarah merupakan suatu objek yang dipelajari, di mana dari mempelajari objek tersebut manusia mendapatkan ilmu, dan selanjutnya ilmu tersebut dapat mencerahkan pikiran dan jiwa para peserta didik. Dan pencerahan itu diharapkandapat membentuk kesadaran mengenai kemahabesaran Allah swt..

 

Ayat 46 di atas ditutup dengan ungkapan fa’innaha la ta’ma al-absaru wa lakinna ta’ma al-qulub al-lati fi al-sudur (sesungguhnya bukalah mata yang buta tetapi yang buta adalah hati yang ada di dada). Penggalan ayat ini menggambarkan, bahwa gagalnya pembentukkan kesadaran mengenai kemahabesaran Allah adalah disebabkan oleh kurang berfungsinya indra qalbu menangkap ayat Allah yang terlukis di alam ini, sehingga ia tidak dapat menangkap makna yang lebih dalam dan lebih urgen dari apa-apa yang ditangkap oleh mata kepala dan indra zahir lainnya.

 

Dalam menyampaikan materi pembelajaran, guru dapat menggunakan metode karya wisata. Sebelum menggunakan metode ini, seorang guru perlu medesain pembelajaran sedemikian rupa terutama tujuan yang ingin dicapai. Dalam ayat di atas tergambar, bahwa tujuan pembelajaran tidak hanya penguasaan pengetahuan mengenai searah masa lalu, tetapi yang paling penting bagaimana peninggalan sejarah yang dipelajari dengan menggunakan metode karya wisata itu dapat membuka mata dan telinga hati sehingga terbangun kesadaan jiwa tentang kemahabesaran Allah dan betapa semua yang ada ini bergantung kepada-Nya.[21]

 

C. Kontekstualisasi Masalah

 

Hidup yang kamu jalani tidaklah selalu mulus, ibarat botol kosong yang dilempar kedalam lautan, kadang kala dia tenggelam seperti tak kembali, tiba-tiba dia muncul lagi di atas. Jika kamu berpegang kepada Tali Allah, kadangkala kamu di beri ujian berat, tenggelam seperti botol itu, tapi kamu akan tetap di atas walau dalam pandangan manusia tidak kelihatan, waktu akan membawa kamu kembali ke puncak.

 

Sufimuda…

 

Pernah kamu lihat tanaman anggur? Supaya dia berbuah harus dipangkas terlebih dulu seluruh daun-daunnya. Dalam menggapai kebenaran, Tuhan menguji hamba-Nya dengan derita dan kesusahan, harta kita habis seperti yang dialami oleh Nabi Ayub alaihisalam. Apa yang diambil Tuhan dari sisimu akan dikembalikan lagi dengan yang lebih baik menurut-Nya. Tuhan berjanji kepada hamba-Nya, hilang akan diganti kalaupun kurang akan ditambahi.

 

Janganlah engkau meminta kepada manusia karena akan mengurangi kepasrahanmu kepada Tuhan. Mintalah segala sesuatu kepada Tuhan. Sesunguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. Barangsiapa yang pasrah kepada-Nya maka Dia akan mencukupi segala kebutuhannya dan Dia akan mendatangkan rizki dari jalan yang tidak pernah kita duga.

 

Utang mesti dibayar memintapun ada batasnya. Hindarilah berutang kerena sesungguhnya utang itu dapat menciptakan permusuhan. Apabila kamu berutang segera lunasi agar hidup kamu menjadi tenang. Jangan pernah kamu mengambil harta orang lain yang bukan hak kamu walaupun Seribu Perak. Bagi orang kaya apalah arti uang Seribu, tapi bagi orang miskin uang sebesar itu akan dibandingkan dengan harga garam.

 

Kita tidak bisa melawan syetan, jangankan abangnya syetan, anak syetanpun tidak bisa kita lawan. Bagaimana mau melawan sesuatu yang tidak bisa kita lihat sedangkan dia terus mengawasi kita. Tidak ada jalan keluar kecuali selalu ber zikir kepada Tuhan. Karena sesungguhnya yang ditakuti syetan itu cuma Allah semata.

 

Hati-hati lah terhadap 3 hal yaitu : Harta, Wanita dan Tahta, karena hampir semua penempuh jalan kebenaran jatuh dalam tiga hal tersebut. Syetan masuk kepada hal yang menyenangkan. Hindarilah sifat ingin senang, ingin dipandang dan ingin menang agar kamu selamat dunia dan akhirat.

 

Tidak ada derita atas nama cinta. Para Nabi dan orang-orang pilihan Tuhan yang tercatat dalam al-Qur’an itu terkenal karena apa? Terkenal dengan deritanya yang menjadi pelajaran berguna untuk seluruh ummat manusia. Nabi ayyub sakit-sakitan tidak pernah mengeluh dengan penyakitnya. Siti Masyitah harum namanya karena dia rela menderita demi menjaga imannya. Nabi kita yang mulia, Muhammad SAW di hina dan caci maki oleh sukunya tapi tetap teguh menegakkan agama ini. Apa yang menyebabkan mereka bertahan di dalam kebenaran? Karena mereka sangat mencintai Tuhannya. Ingatlah, semakin tinggi derita yang kau alami akan semakin tinggi derajatmu disisi Tuhan asal imanmu tidak pernah berubah.

 

--------------

BAB III

 

PENUTUP

 

A. Kesimpulan

 

Dalam bahasa Arab metode itu disebut dengan al-Tariqah. Kata ini selain diartikan pada metode, ia juga diartikan kepada jalan. Dengan demikian, metode dapat pula diartikan kepada suatu jalan yang dapat ditempuh dalam menjalankan materi pelajaran.

 

Metode pendidikan Islam adalah proses umum dalam penyampaian materi untuk mencapai tujuan pendidikan didasarkan atas asumsi tertentu tentang hakikat Islam sebagai suprasistem.

 

Tujuan diadakan metode adalah menjadikan proses dan hasil belajar mengajar ajaran Islam lebih berdaya guna dan berhasil guna dan menimbulkan kesadaran peserta didik untuk mengamalkan ketentuan pengajaran Islam melalui teknik motivasi yang menimbulkan gairah belajar peserta didik secara mantap.

 

Metode mengajar dalam pendidikan Islam sebenarnya bisa megambil metode yang dipakai dalam pembelajaran umum asalkan tidak bertentangan dengan al-Quran dan Hadist. Metode-metode tersebut diantaranya adalah metode ceramah, diskusi, tanya jawab, amtsal, cerita, pemberian tugas, dan karya wisata.

 

Ayat yang berhubungan deng metode pendidikan Islam adalah pertama, Q.S. Al-Maidah[5]:67, kedua, Q.S. An-Nahl[16]:125, ketiga, Q.S. Ibrahim[14]:24-25, keempat, Q.S. Al-A’raf[7]:176-177, dan kelima, Q.S. Al-Hajj[22]:45-46.

 

B. Saran

 

Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Demikian uraian yang bisa penulis sajikan, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk mendapatkan kajian yang lebih baik dimasa yang akan datang.

 

------------

Footnote

------------

 

[1] Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi Pesan-pesan al-Quran tentang Pendidikan, (Jakarta: Amzah, 2015), hlm. 114.

 

[2] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 166

 

[3] Ibid., hlm. 167-168.

 

[4] Hasniyati Gani Ali, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Quantum Teaching, 2008), hlm. 64-65.

 

[5] Ibid., hlm. 66-67.

 

[6] ibid., hlm. 68.

 

[7] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hlm 197.

 

[8] Kadar M. Yusuf., op.cit. hlm. 118-119.

 

[9] Ramayulis, op.cit. hlm 196

 

[10] Ibid., hlm. 121-122.

 

[11] Hasniyati Gani Ali, op.cit. hlm. 69.

 

[12] Kadar M. Yusuf, op.cit. hlm. 133-135.

 

[13] Ahmad Mustafa, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 290-291.

 

[14] Ibid., hlm. 292.

 

[15] Ibid., hlm. 293.

 

[16] Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah. (Jakarta: Lentera Hati, 2000). hlm. 385-386.

 

[17] Abudin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2002), hlm. 171-172.

 

[18] Quraish Shihab, op.cit. hlm.52.

 

[19] Ibid., hlm. 199.

 

[20] Ibid., hlm. 201-204.

 

[21] Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi pesan-pesan Al-Quran tentang pendidikan, hlm. 133-135.

 

Artikel Terkait