BAB I
PENDAHULUAN
Manusia diciptakan Allah
dengan berbagai potensi yang dimilikinya, tentu dengan alasan yang sangat tepat
potensi itu harus ada pada diri manusia, sebagaimana sudah diketahui manusia
diciptakan untuk menjadi khalifatullah fil ardh. Potensi yang dimiliki manusia tidak ada
artinya kalau bukan karena bimbingan dan hidayah Allah yang terhidang dialam
ini. Namun manusia tidak pula begitu saja mampu menelan mentah-mentah apa yang
dilihat, kecuali belajar dengan mengarahkan segala tenaga yang dimiliki untuk
dapat memahami tanda-tanda yang ada dalam kehidupan ini. Berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan diatas, islam telah memberikan perhatian yang amat
besar terhadap tujuan pendidikan.
Pandangan “objective oriented”
(berorientasi pada tujuan) mengajarkan bahwa tugas guru yang sesungguhnya
bukanlah mengajarkan ilmu atau kecakapan tertentu pada anak didiknya saja, akan
tetapi juga merealisir atau mencapai tujuan pendidikan. Istilah “tujuan” atau
“sasaran” atau “maksud, dalam bahasa Arab dinyatakan dengan ghayat atau ahdaf
atau maqasid. Sedangkan dalam bahasa Inggris, istilah “tujuan” dinyatakan
dengan “objective”. Secara umum istilah-istilah itu mengandung pengertian yang
sama, yaitu perbuatan yang diarahkan kepada suatu tujuan[1] tertentu, atau
arah, maksud yang hendak dicapai melalui upaya atau aktifitas.
Hal ini termaktub dalam
al-Qur’an yang diakui sebagai pedoman hidup yang dapat menjamin keselamatan
hidup didunia dan akhirat. Oleh karena itu,didalam makalah ini kami akan
membahas konsep pendidikan yang benar menurut aqli dan naqli, dengan
menafsirkan ayat- ayat tentang tujuan pendidikan, dengan tidak meninggalkan
pembahasan tentang kandungan pendidikan yang terdapat dalam ayat tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
Tafsir Ayat Tentang Tujuan
Pendidikan
A. Teks Tafsir dan Terjemahannya
#x‹»yd ×b$u‹t/ Ĩ$¨Y=Ïj9
“Y‰èdur ×psàÏãöqtBur šúüÉ)GßJù=Ïj9 ÇÊÌÑÈ
Ÿwur (#qãZÎgs? Ÿwur (#qçRt“øtrB ãNçFRr&ur tböqn=ôãF{$# bÎ) OçGYä.
tûüÏZÏB÷s•B ÇÊÌÒÈ
Artinya:
(Al Quran) ini adalah
penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang
yang bertakwa.
Janganlah kamu bersikap
lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, Padahal kamulah orang-orang
yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (Qs. Ali
Imran: 138-139).
B. Makna Mufradat
×b$u‹t/ Ä Penjelasan
tentang akibat jelek yang mereka lakukan, berupa kebohongan :
“Y‰èdur × Penambah
penerang mata hati dan petunjuk kepada jalan agama lurus:
×psàÏãöqtBur š Suatu hal
yang bisa melunakan hati dan mengajak berpegang kepada ketaatan yang ada padanya
(#qãZÎgs? r
(#qçRt“øtrB Lemah dalam beramal,
berfikir dan dalam menjalankan perkara. Dan perasaan yang menimpa jiwa bila
kehilangan sesuatu yang di cintainya
C. Penjelasan Ayat
Ini merupakan penjelasan bagi
manusia. “Yakni, Al-Qur’an ini mengandung berita yang jelas ihwal orang-orang
terdahulu dalam menghadapi musuh-musuh-nya.” Merupakan petunjuk dan pelajaran.”
Yakni, Al-Qur’an ini mengandung berita tentang peristiwa masa lalu, mengandung
petunjuk bagi hatimu, dan mengandung pelajaran, yakni mengandung pencegahan
dari berbagai perbuatan haram dan dosa. Kemudian Allah menghibur orang-orang
yang beriman. Dia berfirman, “Janganlah kamu berlaku lemah,” yakni janganlah
kamu lemah karena peristiwa yang telah berlangsung,” dan sedih, padahal kamulah
orang-orang yang tinggi, jika kamu beriman.” Yakni, kesudahan yang baik dan
pertolongan akan berpihak kepadamu, wahai orang-orang yang beriman.[2]
Ó‰£Jpt’C ãAqß™§‘ «!$# 4
tûïÏ%©!$#ur ÿ¼çmyètB âä!#£‰Ï©r& ’n?tã Í‘$¤ÿä3ø9$# âä!$uHxqâ‘ öNæhuZ÷t/ (
öNßg1ts? $Yè©.â‘ #Y‰£Úß™ tbqäótGö6tƒ WxôÒsù z`ÏiB «!$# $ZRºuqôÊÍ‘ur (
öNèd$yJ‹Å™ ’Îû OÎgÏdqã_ãr ô`ÏiB ÌrOr& ÏŠqàf¡9$# 4 y7Ï9ºsŒ öNßgè=sVtB ’Îû
Ïp1u‘öqG9$# 4 ö/àSè=sVtBur ’Îû È@ŠÅgUM}$# ?íö‘t“x. ylt÷zr& ¼çmt«ôÜx©
¼çnu‘y—$t«sù xán=øótGó™$$sù 3“uqtFó™$$sù 4’n?tã ¾ÏmÏ%qß™ Ü=Éf÷èムtí#§‘–“9$#
xáŠÉóu‹Ï9 ãNÍkÍ5 u‘$¤ÿä3ø9$# 3 y‰tãur ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur
ÏM»ysÎ=»¢Á9$# Nåk÷]ÏB ZotÏÿøó¨B #·ô_r&ur $JJ‹Ïàtã ÇËÒÈ
Artinya:
Muhammad itu adalah utusan
Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang
kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku' dan sujud
mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka
mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan
sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan
tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia
dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir
(dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala
yang besar. (Qs. Al-Fath: 29).
Penjelasannya
Allah SWT memberitakan tentang Muhammad saw. Bahwa dia
itu adalah benar-benar utusan Allah, tanpa diragukan dan disangsikan lagi. Oleh
karena itu, Allah SWT berfirman, “Muhammad itu adalah utusan Allah,” dan pernyataan
ini mencakup atas setiap sifat yang mulia dan indah. Kemudian Allah SWT
melanjutkan dengan memberikan sanjungan kepada para sahabatnya—semoga Allah
memberikan keridhaan-Nya terhadap mereka,” Dan orang-orang yang beriman dengan
dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang terhadap
sesama mereka.” Penggalan ini seperti firman-Nya,” … maka kelak Allah akan
mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun
mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman,
yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir.” (Al-Maa’idah: 54). Penggalan
di atas merupakan sifat yang umum, yang merangkum setiap orang yang beriman.
Sedangkan Rasulullah dan para nabi semuanya tentu lebih layak lagi memiliki
sifat demikian. Mereka semua keras terhadap orang-orang kafir dan lemah lembut
serta berbuat baik terhadap orang-orang yang berperilaku mulia. Mereka memasang
wajah seram kepada orang-orang kafir dan menampilkan wajah yang berseri-seri
kepada orang-orang beriman. Hal ini sebagaimana firman-Nya, “Hai orang-orang
yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan
hendaklah mereka menemui kekerasan dari kamu.” (At-Taubah: 123).
Nabi saw, telah bersabda:
“Perumpamaan seorang
mukmin dalam saling mencintai dan menyayangi di antara mereka adalah bagaikan
badan yang satu. Bila salah satu anggotanya mengadu sakit, maka semua anggota
badannya akan ikut merasakan demam dan tidak dapat tidur.”
Beliau jugabersabda:
“Orang mukmin terhadap
mukmin lainnya itu bagaikan satu bangunan; sebagiannya memperkuat bagian yang
lain. Dan beliau menjalin jari tangan
beliau.”
Kedua hadits ini terdapat di dalam
kumpulan hadits yang sahih. Firman Allah SWT selanjutnya, “Kamu lihat mereka
rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya,” Allah menyifati
mereka dengan banyaknya beramal. Dan sesungguhnya shalat itu adalah amalan yang
paling baik. Dan Allah juga menyifati mereka dengan keikhlasan mereka
terhadap-Nya dan mengharapkan balasan pahala di sisi-Nya yaitu, surge yang
mencakup atas karunia dan kelapangan rezeki serta keridhaan Allah. Dan ini
adalah yang paling besar. Sebagaimana yang telah difirmankan-Nya, “Dan
keridhaan Allah itu adalah lebih besar.” (At-Taubah: 72).
Firman Allah SWT selanjutnya,
“Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.” Sima yang
terdapat di dalam ayat ini adalah tanda yang baik dan bekas kekhusyuan terhadap
Allah SWT. Berkata sebagian ulama salaf, “Barangsiapa yang banyak melakukan
shalat pada malamnya, maka wajahnya akan tampak cerah di siang hari.” Jadi,
bila aneka kerahasiaan seorang mukmin itu baik terhadap Allah Ta’ala, Allah
akan memperbaiki lahiriahnya di hadapan orang banyak. Seagaimana telah
diriwayatkan dari Umar bin Khaththab r.a. yang mengatakan, “Barangsiapa orang
yang memperbaiki kerahasiannya, Allah SWT akan memperbaiki apa yang tampak dari
dirinya.”
Kemudian, telah diriwayatkan pula
oleh Imam Ahmad dari Ibnu Abbas r.a. dari Rasulullah bahwasanya beliau
bersabda,
“Petunjuk yang saleh,
tanda yang saleh, dan kesederhanaan itu adalah satu bagian dari 25 bagian
kenabian.”
Maka para sahabat Nabi saw, adalah
orang-orang yang telah memurnikan niat mereka,
memperbaiki amalan mereka, dan terang benderanglah wajah-wajah mereka.
Oleh karena itu, setiap orang yang melihat mereka pastilah akan terpesona oleh
tanda dan petunjuk mereka.
Imam Malik mengatakan, “Telah
sampai berita kepadaku bahwa apabila orang-orang Nasrani itu melihat para
sahabat Nabi saw, yang telah menakhlukan kota Syam, maka mereka mengatakan,
“Demi Allah. Mereka lebih baik dari kaum Hawarij. Sebagaimana menurut kabar
tentang mereka yang sampai kepada kami.” Dan, mereka telah berkata jujur
tentang hal itu karena umat ini telah diagungkan di dalam kitab-kitab yang
terdahulu dan yang paling agung serta paling utama adalah para sahabat
Rasulullah saw.
Sesungguhnya, Allah SWT telah memberikan
sanjungan kepada Hawarij dengan meyebutkan mereka di dalam kitab-kitab yang
terdahulu. Itulah sebab-sebabnya di dalam ayat yang selanjutnya Allah SWT
berfirman, “Demikianlah sifat-sifat mereka dalamTaurat.” Kemudian Allah
berfirman lagi, “Dan sifat-sifat mereka di dalam Injil, yaitu seperti tanaman
yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu
menjadi besarlah dia” dan meninggi, “dan tegas lurus di atas pokoknya; tanaman
itu menyenangkan hati penanam-penanamnya.” Maksudnya, maka demikian pula halnya
dengan para sahabat Rasulullah saw. Mereka memperkuat, memperkokoh, dan
menolong beliau; mereka bersama Rasulullah bagaikan tunas dengan pokoknya.
“Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir.
Dari ayat di atas Imam Malik
rahimahullah mengambil kesimpulan tentang kekufuran setiap orang yang membenci
para sahabat Nabi saw, sedangkan, hadits-hadits yang menerangkan tentang
keutamaan para sahabat dan larangan mengkritik mereka banyak sekali. Cukuplah
untuk mereka itu sanjungan dan keridhaan yang telah diberikan Allah SWT kepada
mereka.
Kemudian Allah SWT berfirman,
“Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh
dari mereka ampunan” atas semua dosa yang telah mereka perbuat” dan pahala yang
besar,” yaitu pahala yang melimpah ruah dan rezeki yang mulia. Janji Allah SWT
itu adalah benar, tidak akan dilanggar, dan tidak akan diganti. Setiap orang
yang mengikuti jejak langkah para sahabat maka orang tersebut sekedudukan
dengan mereka.
Imam Muslim telah meriwayatkan di dalam
Shahih-nya dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah saw,
bersabda:
“Janganlah kalian mencaci
maki para sahabatku. Karena demi jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya, kalau
saja salah seorang di antara kalian menginfakkan emas sebesar Gunung Uhud, maka
tidak akan menyampai satu mud gandum dari mereka dan tidak pula setengahnya
(satu mud sama dengan 1 liter).”[3]
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$#
}§RM}$#ur žwÎ) Èbr߉ç7÷èu‹Ï9 ÇÎÏÈ
Artinya:
Dan aku tidak menciptakan
jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(Qs. Al-Zariyat:
56).
Penjelasannya
Allah berfirman, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” Yaitu, sesungguhnya Aku menciptakan
mereka itu ialah agar Aku menyuruh mereka beribadah kepada-Ku, bukan karena Aku
membutuhkan mereka; agar mereka mau.. baik rela atau terpaksa.. melaksanakan
peribadatan kepada-Ku.dan tidaklah Aku ini memerintahkan mereka untuk beribadah
kepada-Ku melainkan karena Aku ini memerintahkan mereka untuk beribadah
kepada-Ku. Dan tidaklah Aku ini memerintahkan mereka untuk beribadah kepada-Ku
melainkan karena Aku sajalah yang berhak untuk disembah. Bila mereka telah
menserikatkan peribadatan kepada yang selain Aku, maka kemurkaan-Ku akan segera
menimpa mereka. Akan tetapi, bila mereka mentauhidkan Aku di dalam peribadatan,
maka Aku akan meridhai mereka dan akan memasukkan mereka ke dalam surga-Ku. Dan
tidak diragukan lagi bahwa ini semua adalah rahmat daripada-Nya terhadap semua
hamba-Nya. Yakni, penjelasan perkara ini kepada mereka sehingga mereka
mengamalkan apa yang telah mereka ketahui itu sesuai dengan cara yang diridhai
oleh Allah SWT merupakan rahmat dari-Nya. Sedangkan Allah sama sekali tidak
mempunyai kepentingan apa-apa terhadap mereka. Dia adalah Mahakaya, tidak perlu
kepada semua yang terdapat di alam ini.
* 4’n<Î)ur yŠqßJrO
öNèd%s{r& $[sÎ=»|¹ 4 tA$s% ÉQöqs)»tƒ (#r߉ç6ôã$# ©!$# $tB /ä3s9 ô`ÏiB
>m»s9Î) ¼çnçŽöxî ( uqèd Nä.r't±Rr& z`ÏiB ÇÚö‘F{$# óOä.tyJ÷ètGó™$#ur
$pkŽÏù çnrãÏÿøótFó™$$sù ¢OèO (#þqç/qè? Ïmø‹s9Î) 4 ¨bÎ) ’În1u‘ Ò=ƒÌs% Ò=‹Åg’C
ÇÏÊÈ
Artinya:
Dan kepada Tsamud (kami
utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah,
sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari
bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya,
kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya)
lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)." (Qs. Hud: 61).
Mufradat (kosa kata) dan
Penjelasannya
* 4’n<Î)ur yŠqßJrO
öNèd%s{r& $[sÎ=»|¹ 4 tA$s% ÉQöqs)»tƒ (#r߉ç6ôã$# ©!$# $tB /ä3s9 ô`ÏiB
>m»s9Î) ¼çnçŽöxî (
Dan kepada kaum Tsamud,
Kami utus saudara mereka, Shalih. Shalih berkata; “Hai kaumku, sembahlah Allah,
sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia.” Kata-kata ini, seperti halnya
kata-kata semisalnya yang telah kita baca, yaitu mengenai penyampaian dakwah
yang dilakukan oleh Nabi Hud as.
uqèd Nä.r't±Rr& z`ÏiB
ÇÚö‘F{$#
Allah-lah yang telah memulai penciptaan
kalian dari tanah. Yaitu, pertama yang daripadanya Allah menciptakan Adam,
nenek moyang umat manusia, kemudian menciptakan kalian dari sari pati yang
berasal dari tanah. Juga melewati bermacam-macam perantara karena sperma
(nutfah) yang berubah menjadi sesuatu yang melekat pada uterus (‘Alaqah),
kemudian berubah pula menjadi gumpalan daging (mudghah), kemudian menjadi
kerangka tulang yang dibalut dengan daging. Asal semuanya adalah darah, sedang
darah yang itu berasal dari makanan. Makanan itu, kadang terdiri dari tumbuhan
yang hidup di atas tanah,kadang terdiri dari daging yang berasal dari
tetumbuhan setelah melewati satu tahapan atau lebih.
* óOä.tyJ÷ètGó™$#ur
$pkŽÏù
Dan Allah menjadikan kalian orang-orang
yang memakmurkan tanah itu. Artinya, bahwa kaum Nabi Shalih itu ada yang
menjadi petani, pengrajin dan ada pula tukang batu, sebagaimana tercantum dalam
ayat lain:
(#qçR%x.ur tbqçGÅs÷Ztƒ
z`ÏB ÉA$t6Ågø:$# $·?qã‹ç/ šúüÏZÏB#uä ÇÑËÈ
“Dan mereka memahat
rumah-rumah dari gunung-gunung batu (yang didiami) dengan aman.” (Qs. Al-Hijr:
82).
Kesimpulannya: Sesungguhnya
Allah-lah yang telah menciptakan bentuk kejadian kalian, dan menganugerahkan
kepadamu sarana-sarana kemakmuran dan kenikmatan di atas bumi. Maka, tidaklah
takut kamu menyembah Allah, karena Allah-lah yang berjasa dan memberi anugerah
kepada kalian. Oleh karena itu, bersyukur kepada-Nya adalah kewajibanmu dengan
cara beribadah kepada-Nya semata-mata dengan ikhlas.[4]
* çnrãÏÿøótFó™$$sù ¢OèO
(#þqç/qè? Ïmø‹s9Î) 4
Maka, mohonlah kepada Allah supaya
mengampuni kalian atas dosa-dosamu yang lalu karena kemusyrikanmu dengan
mempersekutukan Allah kepada yang lain, juga atas kejahatan-kejahatan yang
telah kamu lakukan. Kemudian, kembalilah kalian kepada-Nya dengan memohon
taubat tiap kali kamu terlanjur melakukan suatu dosa, semoga Dia mengampuni
kalian.
4 ¨bÎ) ’În1u‘ Ò=ƒÌs%
Ò=‹Åg’C ÇÏÊÈ
Sesungguhnya, Tuhanku Maha Dekat
kepada hamba-hamb-Nya, tidak samar bagi-Nya permohonan ampun mereka maupun
dorongan yang membangkitkan untuk melakukan permohonan ampun. Allah juga Maha
Pengampun dan mengabulkan doa bagi siapa pun yang berdoa kepada-Nya dan
memohon, apabila dia seorang Mu’min yang ikhlas.
tûïÏ%©!$# bÎ) öNßg»¨Y©3¨B
’Îû ÇÚö‘F{$# (#qãB$s%r& no4qn=¢Á9$# (#âqs?#uäur no4qŸ2¨“9$# (#rãtBr&ur
Å$rã÷èyJø9$$Î/ (#öqygtRur Ç`tã Ìs3ZßJø9$# 3 ¬!ur èpt6É)»tã Í‘qãBW{$#
ÇÍÊÈ
Artinya:
(yaitu) orang-orang yang
jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan
sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari
perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (Qs. Al-Haaj: 41).
Mufradat (kosa kata) dan
Penjelasannya
tûïÏ%©!$# bÎ) öNßg»¨Y©3¨B
’Îû ÇÚö‘F{$# (#qãB$s%r& no4qn=¢Á9$# (#âqs?#uäur no4qŸ2¨“9$# (#rãtBr&ur
Å$rã÷èyJø9$$Î/ (#öqygtRur Ç`tã Ìs3ZßJø9$# 3
Orang-orang yang diusir
dari kampung halamanya ialah orang-orang yang apabila Kami meneguhkan kedudukan mereka di dalam negeri,
lalu mereka mengalahkan kaum musyrikin. Lalu, mereka taat kepada Allah,
mendirikan shalat seperti yang diperintahkan kepada mereka, mengeluarkan zakat
harta yang telah diberikan kepada mereka, menyeru manusia untuk mentauhidkan
Allah dan taat kepada-Nya, menyuruh orang untuk mengerjakan apa yang
diperintahkan oleh syari’at, dan melarang melakukan kemusyrikan serta
kejahatan.[5]
Ringkasan: Mereka adalah
orang-orang yang menyempurnakan dirinya dengan menghadirkan Tuhan dan
menghadapkan diri kepada-Nya di dalam shalat menurut kemampuannya, dan mereka
menjadi penolong umat-umat mereka dengan menolong orang-orang fakir dan yang
butuh pertolongan di antara mereka. Di samping itu, mereka menyempurnakan
orang-orang lain dengan memberikan sebagian ilmu dan adabnya, serta mencegah
berbagai kerusakan yang menghambat orang lain untuk mencapai akhlak dan adab
yang luhur. Kemudian, Allah menjanjikan akan meninggikan kalimat-Nya dan
menolong para penolong agama-Nya.
¬!ur èpt6É)»tã Í‘qãBW{$#
ÇÍÊÈ
Kepada Allah-lah segala
urusan dikembalikan, apakah Dia akan membalasnya dengan pahala ataukah dengan
siksa di negeri akhirat.
D. Tujuan Pendidikan Dalam Ayat
Tujuan dapat di artikan
kepada sesuatu yang sangat di dambakan bagaikan pemanah yang berharap agar anak
panahnya dapat mencapai sasaran atau objek yang di panah. Dengan demikian
tujuan pendidikan berarti sasaran yang dicapai atau di raih setelah melalui
proses pendidikan. Artinya pendidikan yang merupakan suatu proses mempunyai
target atau tujuan yang ingin di capai,
yang mana tujuan tersebut harus melekat atau di miliki peserta didik setelah
melalui proses tersebut. Peserta didik diharapkan memiliki kompetensi tertentu
sesuai dengan perikat pendidikan yang dilaluinya, kompetensi-kompetensi itu
meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan. Berdasarkan pandangan ayat diatas
para ahli merumuskan tujuan pendidikan islam yaitu membentuk peserta didik
menjadi insani yang shaleh dan bertaqwa kepada Allah SWT. Ketaqwaan dan
kesalehan itu ditandai dengan kemapanan akidah dan keadilan yang mewarnai
segala aspek kehidupan seseorang, yang meliputi pikiran, perkataan, perbuatan,
pergaulan dan lain sebagainya. Sedangkan menurut Muhammad Athahiyah Al-Abrasyi,
tujuan pendidikan islam adalah tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh
Nabi Muhammad saw, sewaktu hidupnya, yaitu pembentukan moral yang tinggi,
karena pendidikan moral merupakan jiwa pendidikan Islam, sekalipun tanpa
mengabaikan pendidikan jasmani, akal dan ilmu praktis.[6]
Dan untuk mencapai tujuan
ini, terdapat empat hal yang mesti diperkenalkan kepada peserta didik, yaitu:
1. Memperkenalkan kepada mereka, bahwa
manusia secara indivdu adalah makhluk Allah yang mempunyai tanggung jawab dalam
kehidupan ini.
2. Memperkenalkan kepada mereka,bahwa
manusia sebagai makhluk social adalah anggota masyarakat dan mempunyai tanggung
jawab dalam system kemasyarakatan dimana dia berada.
3. Memperkenalkan kepada mereka, bahwa alam
ini ciptaan Tuhan dan mengajak peserta didik memahami hikma tuhan
menciptakannya, kemudian menjelaskan pula kepada mereka kemestian manusia
melestarikannya.
4. Memperkenalkan pencipta alam kepada para
peserta didik dan mendorong mereka beribadah kepadanya.
Keempat hal diatas disebut
oleh Al-Jamali sebagai inti dari tujuan pendidikan Islam.[7] Manusia sebagai
subjek sekaligus objek pendidikan
merupakan makhluk Allah. Yang menciptakan manusia bukan tanpa maksud atau
makna, Allah menciptakan manusia tidaklah seperti anak-anak membuat gambar dari
tanah liat atau tanah pasir di tepi pantai, setelah siap dan bosan gambar itu
di runtuhkan kembali. Penciptaan manusia mempunyai makna dan tujuan yang sangat
dalam, yaitu beribadah kepadanya seperti firman Allah di atas.
D.Kaitan Ayat Dengan
Pendidikan
1. Ayat ini menjadi sumber inspirasi bagi
manusia dan peserta didik dalam mencapai cita-cita dan tujuan pendidikan.
2. Bahwasannya ayat ini memberikan
pendidikan manusia yang bertauhid untuk senantiasa pasrah diri kepada Allah
agar hidup dan matinya hanya untuk Allah.
3. Ayat ini menjelaskan bahwa seluruh hidup
manusia haruslah diabadikan kepada Allah, sebelum maupun sesudah masa sekolah.
BAB II
KESIMPULAN:
Pendidikan berkaitan erat
dengan tujuan penciptaan manusia, sebagai suatu lembaga yang berfungsi
melakukan pembelajaran bagi peserta didik ia berkewajiban mengarahkan para
siswa kepada tujuan penciptaan mereka. Setiap rancangan program dan relisasinya
mesti mengacu kepada tujuan tersebut, program itu tidak bisa kering dari nuansa
ibadah apalagi bertentangan, begitulah model pendidikan Islam. rasul melakukan
pembelajaran terhadap para sahabat dengan menanamkan kesadaran diri sebagai
makhluk Tuhan, di mana kesadaran tersebut melahirkan ibadah terhadapnya. Jadi
target utama pendidikan Islam adalah Tauhid beribadah kepada-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Nasib Ar-Rifa’I,
Kemudahan Dari Allah, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, Jakarta: Gema
Insani, 1999
Muhammad Nasib Ar-Rifa’I,
Kemudahan Dari Allah, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4, Jakarta: Gema
Insani, 2000
Ahmad Mushthafa
Al-Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi 12, Semarang: Toha Putra, 1988
Ahmad Mushthafa Al-
Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi 17, Semarang: Toha Putra, 1993
Abdul Mujib, Yusuf
Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam,
Jakarta: Prenada Media
Al-Jamali, Muhammad
Fadhil, Nahw Tauhid Al-Fikr Al-Tarbawi
[1] Tujuan itu sendiri,
menurut Zakiah Daradjat, adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu
usaha atau kegiatan selesai. Sedangkan menurut H. M. Arifin, tujuan itu bisa
jadi menunjukkan kepada futuritas (masa depan) yang terletak suatu jarak
tertentu yang tidak dapat dicapai kecuali dengan usaha melalui proses tertentu.
H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hal.
65.
[2] Muhammad Nasib
Ar-Rifa’I, Kemudahan Dari Allah, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1,
(Jakarta: Gema Insani, 1999), hal. 587-588.
[3] Muhammad Nasib
Ar-Rifa’I, Kemudahan Dari Allah, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4,
(Jakarta: Gema Insani, 2000), hal. 412-416.
[4] Ahmad Mushthafa
Al-Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi 12, (Semarang: Toha Putra, 1988), hal.
94-95.
[5] Ahmad Mushthafa Al-
Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi 17, (Semarang: Toha Putra, 1993), hal.
209-210.
[6] Abdul Mujib, Yusuf
Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam,
(Jakarta: Prenada Media), hal. 79.
[7] Al-Jamali, Muhammad
Fadhil, Nahw Tauhid Al-Fikr Al-Tarbawi, hal. 71.