BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai hamba Allah yang
bernama manusia, tabiat kita yang paling menonjol adalah “nisyan”(lupa). Dalam
ungkapan Arab disebutkan, “Sumiyal insanbinib syaanihi” (manusia dinamakan
insan karena kelupannya). Dari lupa terjadi alpa, dan dari alpa lahirlah dosa.
Maka, dapat dipastikan tiada manusia yang sempurna, karena setiap orang
mempunyai kesalahan di hadapan Allah, dan kelemahan merupakan salah satu ciri
dasar manusia. Kelemahan manusia ini jika ditambah dengan lemahnya kemauan
untuk menjadi baik sangatlah berbahaya.
Nenek moyang manusia,
yaitu Nabi Adam AS dapat terjerat berdosa oleh syaitan karena lemahnya kemauan
dalam menaati Allah. Allah SWT berfirman :
“Dan sungguh telah Kami
pesankan kepada Adam dahulu, tetapi dia lupa, dan kami tidak dapati kemauan
yang kuat padanya ”.(QS. Thaaha: 115)
Seseorang yang beriman
sekali pun tentu mempunyai kesalahan dan memiliki sifat buruk yang terkadang
sukar dihilangkan. Tiada seorang Mukmin pun yang murni atau sempurna. Sebagai
contoh, Nabi Muhammad Saw pernah bersabda kepada Abu Dzarr ra, beliau bersabda,
“Engkau seorang yang masih ada padamu sifat jahiliyah.” Dalam siroh para
sahabat Nabi, sahabat Abu Dzar adalah seorang sahabat utama, termasuk dari
orang-orang pertama yang beriman dan berjihad, namun ternyata masih ada
kekurangannya. Kelemahan Abu Dzarr adalah terlalu zuhud sehingga selalu merasa
diri sempurna karenanya dia reaktif terhadap sahabat Bilal.
Namun kelemahan ini langsung
dikoreksi Nabi Muhammad SAW. “Wahai Abu Dzar, kamu pergi mengajarkan ayat dari
Kitabullah lebih baik bagimu daripada shalat (sunnah) seratus rakaat, dan pergi
mengajarkan satu bab ilmu pengetahuan baik dilaksanakan atau tidak, itu lebih
baik daripada shalat seribu rakaat.” (HR. Ibnu Majah).
Namun untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih mendetail dalam menggali isi dari Al-Quran, kita dapat
menggunakan Ilmu tafsir yang dapat lebih menspesifikkan dari setiap kandungan
yang kita tuju, karena pada dasarnya redaksi Al-Quran masih bersifat mujmal
(universal) sehingga kita memerlukan ilmu tafsir untuk mendapatkan kejelasan
yang lebih rinci. Dengan adanya pembahasan dalam makalah ini, kita sebagai
generasi muda islam hendaknya lebih mengenal, memahami dan mempelajari Ilmu
Tafsir karena dengan mempelajari ilmu tafsir ini, kita akan lebih mengetahui
siapa diri kita dan bagaimana kita seharusnya, agar tidak tersesat dalam
menjalani kehidupan ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana manusia dan kelemahannya?
2. Bagaimana
kelemahan- kelemahan tafsir tarbawi ?
3. Bagaimana peta konsep tafsir tarbawi?
1.3 Tujuan Penulisan
Dapat menambah wawasan dan
Pengetahuan pembaca serta prmbaca mampu memahami dan mengetahui tentang manusia
dan kelemahannya.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Manusia dan
Kelemahannya
2.1 Dhaif
a. QS. Ar-Rum Ayat 54
1. Surat Ar-Rum Ayat 54 dan Terjemahannya
54 “Allah, Dialah yang
menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah
keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu
lemah (kembali)dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah
Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.”
2. Tafsir Mufrodat
خَلَقَكُم
menciptakan kamu
ضَعْفٍ
keadaan lemah
قُوَّةً
Kuat
وَشَيْبَةً
dan beruban
يَشَآءُ
yang dikehendaki-Nya
3. Tafsir
Ayat ini memulai dengan
menyebut nama wujud yang teragung dan yang khusus bagi-Nya serta yang mencakup
segala sifat-Nya yakni Allah, yang menciptakan kalian dari keadaan lemah yakni
sperma yang bertemu dengan indung telur. Lalu tahap demi tahap meningkat dan
meningkat hingga setelah melalui tahap bayi, kanak-kanak dan remaja. Dia
menjadikan kamu sesudah keadaan lemah memiliki kekuatan sehingga kamu menjadi
dewasa dan sempurna umur. Ini pun berlangsung cukup lama. Kemudian setelah
melalui belasan tahun dan melewati usia matang, Dia menjadikan kamu sesudah
menyandang kekuatan itu menderita kelemahan kembali dengan hilangnya sekian
banyak potensi, dan tumbuhnya uban di kepala kamu. Dia menciptakan apa yang
dikehendaki-Nya sesuai hikmah kebijaksanaan-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui
lagi Maha Kuasa.[1]
Melalui ayat ini Allah
mengemukakan hujjahnya terhadap orang-orang musyrik yang ingkar akan adanya
hari berbangkit, Allah yang telah menciptakan kalian dari air mani yang hina,
dan pendengaran serta penglihatan dan hati bagi kalian, kemudian Dia menjadikan
kalian kuat dan mempunyai kemampuan untuk berkreatif sesudah kalian dalam
keadaan lemah karena masih kecil. Dan sesudah itu Dia menjadikan kalian lemah
karena tua dan pikun, sesudah kalian kuat dalam usia muda kalian. Maka Allah
yang telah menjadikan hal-hal tersebut Maha Kuasa untuk mengembalikan kalian
hidup kembali sesudah kalian binasa, dan sesudah kalian berupa tulang-belulang
hancur luluh.[2]
4. Aspek Tarbawi
Dari ayat diatas,
sesungguhnya perpindahan manusia dari fase-fase kejadiannya selangkah demi
selangkah, mulai dari lemah hingga menjadi kuat, kemudian dari kuat menjadi
lemah kembali. Hal ini jelas menunjukkan akan kekuasaan Yang Maha Pencipta Lagi
Maha Berbuat menurut apa yang dikehendaki-Nya, baik di bumi atau di langit. Dan
tidaklah sulit bagi Allah untuk mengembalikan manusia menjadi hidup kembali.
b. QS. An-Nisa Ayat 28
1. Surat An-Nisa’ Ayat 28 dan Terjemahannya
߉ƒÌムª!$# br&
y#Ïeÿsƒä† öNä3Ytã 4 t,Î=äzur ß`»|¡RM}$# $Zÿ‹Ïè|Ê ÇËÑÈ
28. Allah hendak
memberikan keringanan kepadamu[3], dan manusia dijadikan bersifat lemah.
2. Tafsir Al-Azhar
Sesungguhnya dengan segala
peraturan yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Itu, sejak dari beristri dengan
batas empat asal sanggup berlaku adil, sampai kepada boleh berkawin saja dengan
budak perempuan, karena memelihara diri dari perbuatan berzina, sebab berkawin
dengan budak itu ringan belanjanya, semua itu adalah untuk meringankan kamu,
sebab Allah sendiri mengakui bahwasanya Allah telah menciptakan kamu dalam
keadaan lemah. Seluruh manusia diciptakan dalam keadaan lemah. Karena lemahmu
itu, kamu tidak akan mampu menahan syahwatmu secara terus-menerus. Itulah
disebabkan diadakan peraturan-peraturan, sehingga kelemahanmu mengekang
syahwatmu dan dapat diatur sebaik-baiknya. Dan dengan ini pula terdapatlah
islam sebagai suatu agama yang tidak berat bagi manusia memikulnya. Tidaklah
Islam mengadakan peraturan melarang orang laki-laki beristri dan orang
perempuan bersuami. Dan tidaklah ada kependetaan didalam islam. Kalau
peraturan-peraturan itu tidak diadakan Allah niscaya celakalah manusia lantaran
lemahnya mengendalikan syahwatnya. Akan kacau balaulah keturunan manusia
lantaran banyaknya perzinaan dan pelacuran.[4]
Hancurlah kehidupan dan tidaklah dapat
membina manusia yang baik, karena tidak berdiri rumah tangga. Maka runtuhlah
bangsa. Sedangkan kebolehan yang diberikan Allah tentang beristri lebih dari
satu, kerapkali telah menimbulkan permusuhan diantara anak-anak dari seorang
laki-laki dari ibu yang berlainan betapa lagi kalau seorang laki-laki yang
berhubungan dengan perempuan lain secara tidak sah pasti perbuatannya itu
meninggalkan kesan yang buruk sekali dalam jiwa anaknya sendiri, sehingga
jatuhlah penghargaan si anak kepada ayahnya yang membuat contoh yang tidak baik
itu. Atau mereka tiru dan turuti sehingga pindah memindah turun-temurun. Ayah
cabul, ibu cabul, anak-anak pun cabul. Sebagaimana pepatah “kemana air akan
turun, kalau bukan melalui cucuran atap.” Hendaklah kita yang beragama islam
memegang teguh peraturan-peraturan ini terutama didalam rumah tangga kita
sendiri. Kalau seorang laki-laki lemah dalam mengekang syahwat, niscaya
kesetiaan istrinya akan hilang dan si suami tidak sanggup lagi menguasainya.
Kalau istrinya member malu dia terpksa manutup mulut, sebab dia berbuat jahat
pula kepada perempuan lain. Kalau seorang ayah tidak dihormati oleh anaknya
sendiri, umumnya yang demikian adalah lantaran si Ayah itu tidak pula hormat
kepada ayahnya sendiri.[5]
2.2 Jahuluan
a. QS. An-Nahl Ayat 78
1. Surah Al-Nahl Ayat 78 dan Terjemahanya
ª!$#ur Nä3y_t÷zr&
.`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& Ÿw šcqßJn=÷ès? $\«ø‹x© Ÿ@yèy_ur ãNä3s9
yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noy‰Ï«øùF{$#ur
öNä3ª=yès9 šcrãä3ô±s? ÇÐÑÈ
78. Dan Allah mengeluarkan
kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia
memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
2. Tafsir Mufradat
Lamhu bashar
kembalinya kedipan mata
dari kelopak mata bagian atas ke bagian bawah.
Al-af’idah
Bentuk jamak dari
fu’ad, yaitu hati yang disediakan Allah
untuk pemahaman dan perbaikan badan.
3. Tafsir Al-Maraghi
Allah SWT menjadikan
kalian mengetahui apa yang tidak kalian ketahui, setelah setelah dia mengeluarkan
kalian dari dalam perut ibu. Kemudian memberi kalian akal yang dengan itu
kalian dapat memahami dan membedakan antara yang baik dengan yang buruk, antara
petunjuk dengan kesesatan, dan antara yang salah dengan yang benar. Menjadikan
pendengaran bagi kalian yang dengan itu kalian dapat mendengar suara-suara,
sehingga sebagian kalian dapat memahami dari sebagian yang lain apa yang saling
kalian perbincangankan menjadikan penglihatan yang dengan itu kalian dapat
melihat orang-orang, sehingga kalian dapat saling mengenal dan membedakan
antara sebagian dengan sebagian yang lain; dan menjadikan perkara-perkara yang kalian butuhkan didalam hidup ini,
sehingga kalian mengetahui jalan, lalu kalian menempuhnya untuk berusaha
mencari rezki dan barang-barang, agar kalian dapat memilih yang baik dan
meninggalkan yang buruk. Demikian halnya dengan seluruh perlengkapan dan aspek
kehidupan.[6]
Dengan harapan kalian dapat bersyukur
kepada-Nya dengan menggunakan nikmat-nikmat-Nya dalam tujuannya yang untuk itu
ia di ciptakan, dapat beribadah kepada-Nya, dan agar dengan setiap anggota
tubuh kalian melaksanakan keta’atan kepada-Nya.
Yakni sesungguhnya apabila para hamba memurnikan ketaatannya kepada
Allah, maka seluruh perbuatannya akan diperuntukkan bagi Allah ‘Azza wa Jalla.
Maka, dia tidak mendengar, kecuali untuk Allah semata; tidak melihat, kecuali
hanya untuk Allah SWT semata, yakni karena apa yang telah disyari’atkan Allah
kepada-Nya ; tidak memegang dan tidak berjalan, kecuali dalam ketaatan
kepada-Nya, sambil memohon pertolongan kepada-Nya dalam melakukan semua itu.
[7]
b. QS. Al-Ahzab Ayat 72
1. Surah Al-Ahzab dan Terjemahannya
$¯RÎ) $oYôÊttã
sptR$tBF{$# ’n?tã ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚö‘F{$#ur ÉA$t6Éfø9$#ur šú÷üt/r'sù br&
$pks]ù=ÏJøts† z`ø)xÿô©r&ur $pk÷]ÏB $ygn=uHxqur ß`»|¡RM}$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x.
$YBqè=sß Zwqßgy_ ÇÐËÈ
72. Sesungguhnya kami Telah mengemukakan
amanat[8] kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk
memikul amanat t itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat
itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,
2. Tafsir Mufradat
Al-ardh
disini, yang dimaksud
ialah melihat kepada kesiapan langit dan bumi
Al-amanah
Segala sesuatu yang
dipercayakan kepada seseorang, baik berupa perintah maupun larangan, tentang
urusan-urusan agama dan dunia.
Abaina
Mereka tidak siap
menerima.
Innahu kana zhaluman
Sesungguhnya manusia
adalah banyak penganiayaannya, karena ia diliputi oleh kekuatan marah
Jahulan
banyak kebodohannya
tentang akibat-akibat segala perkara, karena diliputi kekuatan syahwat.[9]
3. Tafsir Al-Maraghi
Setelah Allah SWT
menerangkan betapa perkara taat pada Allah SWT dan Rasul-Nya dan bahwa orang
yang memelihara ketaatan tersebut akan memperoleh kemenangan yang besar, dan
orang yang menimggalkan akan mendapatkan adzab, lalu dilanjutkan dengan
menerangkan betapa besar hal yang berkaitan dengan ketaatan tersebut, yaitu
melakukan beban-beban syari’at dan bahwa prakteknya sangat berat dan sukar bagi
jiwa. Kemudian, diterangkan pula bahwa ketaatan yang mereka lakukan atau
penolakan yang berupa tidak menerima dan tidak melazimkan diri melakukannya,
semua itu tidaknya karena pemaksaan. [10]
Menerima perintah-perintah
dan larangan-larangan, serta megetahui segala urusan agama dan dunia. Akan
tetapi, kami menciptakan manusia sekalipun kekuatannya lemah dan tubuhnya
kecil, namun siap untuk menerima beban-beban dan melaksanakan segala
kesulitannya. namun demikian, manusia tetap dikuasai oleh desakan-desakan nafsu
yang mengajaknya kepada marah, sehingga ia menganiaya orang lain.[11]dan ia
ditunggangi cinta syahwat dan kecenderungan kepada tidak berfikir tentang
akibat-akibat segala perkara.[12]
Oleh sebab itu, kemudian
kami bebankan kepada manusia beban-beban tersebut, agar dapat merombak pagar
dari kekuatan-kekuatan dan kekuasaannya atas manusia, juga dapat mengendalikan
kebinalanya, sehingga takkan menjerumuskan manusia kejurang kehancuran.[13]
2.3 ‘Ajulan
a. QS. An-Anbiyaa ayat 37
1. Surah An-Anbiyaa Ayat 37 dan
Terjemahannya
t,Î=äz ß`»|¡RM}$# ô`ÏB
9@yftã 4 öNä3ƒÍ‘'ré'y™ ÓÉL»tƒ#uä Ÿxsù Âcqè=Éf÷ètGó¡n@ ÇÌÐÈ
37. Manusia Telah
dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. kelak akan Aku perIihatkan kepadamu
tanda-tanda azab-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan
segera.
2. Tafsir Mufradat
Al-‘ajal dan al-‘ajalah
meminta sesuatu sebelum
waktunya.
Al-insan
yang dimaksud jenisnya
yaitu bangsa manusia. Karena tergesa-gesaan, sebagai mubalagah(penegasan)
seperti orang yang pandai disebut naruntasyta’il (api yang menyala), kepada
orang yang sering bermurah hati, dikatakan fulanun khuliqa min al-karam
Al-mubris mengatakan : berarti diantara sifat manusia ialah tergesa-gesa.
Al-ayat
Tanda-tanda siksaan itu
kepada mereka.[14]
3. Tafsir al-Maraghi
Sesungguhnya Allah ta’ala
menciptakan manusia dengan membawa fitrah ketergesa-gesaan, dan menjadikan
fitrah itu termasuk tabiat dan sifatnya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan
jika orang-orang musyrik tergesa-gesa meminta Allah SWT mendatangkan azab dan
menurunkan siksaan nya kepada mereka. padahal semestinya mereka bersabar
sedikit, karena Allah pasti menimpakan kepada mereka sebagian kemurkaan allah
seperti yang telah ditimpakan kepada para pendusta sebelum mereka dan pasti
menurunkan azab yang tidak akan mereka elakkan.[15]
Sesungguhnya, siksaan-Ku
pasti menimpa kalian, maka janganlah kalian tergesa-gesa meminta aku
menurunkannya, dan bersabarlah hingga janji Allah itu datang, karena
sesungguhnya dia tidak mengingkari janji. Manusia dilarang untuk tergesa-gesa,
padahal hal itu telah dijadikan tabiatnya, karena dia telah diberi potensi,
yang dengan itu dia mampu meninggalkan dan menahan diri.[16]
4. QS. Al-isra’ ayat 11
äíô‰tƒur ß`»|¡RM}$#
ÎhŽ¤³9$$Î/ ¼çnuä!%tæߊ ÎŽösƒø:$$Î/ ( tb%x.ur ß`»|¡RM}$# Zwqàftã ÇÊÊÈ
11. Dan manusia mendoa
untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. dan adalah manusia
bersifat tergesa-gesa.
Tafsir Jalalain
(Dan manusia mendoa untuk
kejahatan) terhadap dirinya dan keluarganya jika ia menggerutu (sebagaimana ia
mendoa) sebagaimana ia berdoa untuk dirinya sendiri (untuk kebaikan. Dan adalah
manusia) yang dimaksud adalah jenisnya (bersifat tergesa-gesa) di dalam
mendoakan dirinya tanpa memikirkan lebih lanjut akan akibatnya.
2.4 Halu’an
a. QS. Ma’arij Ayat 19-20
1) Surah Ma’arij Ayat 19-20 dan Terjemahannya
* ¨bÎ) z`»|¡SM}$# t,Î=äz
%·æqè=yd ÇÊÒÈ #sŒÎ) çm¡¡tB •Ž¤³9$# $Yãrâ“y_ ÇËÉÈ
19. Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat
keluh kesah lagi kikir.
20. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh
kesah,
2) Tafsir
(Sesungguhnya manusia
diciptakan bersifat keluh-kesah) lafal haluu`an merupakan hal atau kata
keterangan keadaan dari lafal yang tidak disebutkan, dan sekaligus sebagai
penafsirnya. (Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah) atau sewaktu ia
ditimpa keburukan berkeluh kesah.[17]
”Sesungguhnya manusia
diciptakan dalam keadaan keluh kesah”. Allah menciptakan manusia dalam bentuk
yang paling sempurna dan melengkapinya dengan sifat yang unggul. Keunggulannya
dibandingkan seluruh makhluk sebagaimana ditunjukkan oleh kemampuan
intelektualnya yang khas dalam berpikir dan memahami, dan kesiapannya untuk
belajar dan mengembangkan budaya tidak perlu dipertanyakan lagi. Menurut
Al-Dhahhak, manusia disini khusus orang kafir. Maksud dari kata “Halu’a”
(Keluh Kesah) yaitu, menurut Ibnu Kisan menafsirkan ayat ini dengan ;
“Allah menciptakan manusia dengan sifat selalu menyukai perkara-perkara yang
menyenangkan, dan selalau tidak menyukai perkara-perkara yang tidak
menyenangkan. Tidak mau memberikan sesuatu yang disenanginya dan tidak sabar
atas sesuatu yang dibencinya.”[18]
Ayat berikutnya yaitu:
Al-Syarr ‘kejelekan’, ‘kesusahan’, ‘kerugian’, adalah sesuatu yang dibenci dan
sangat tidak dikehendaki oleh manusia. Sedangkan Al-Khair ‘kebaikan’,
‘kesenangan’, ‘keuntungan’, merupakan sesuatu yang dikehendaki dan diinginkan
oleh manusia. Namun demikian suka atau tidak suka, keduanya yang sangat
bertentangan itu merupakan bagian dari realitas kehidupan manusia yang mesti
dihadapi secara bijaksana. Kebaikan, kesenangan, dan keuntungan yang merupakan
bagian dari anugerah Allah hendaknya diterima dengan hati penuh syukur
kepada-Nya dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya. Sebaliknya, keburukan,
kesusahan, dan kerugian, hendaknya disikapi dengan jiwa yang penuh kesabaran
dan ketabahan disertai tawakal kepada-Nya.[19]
2.5 Zhaluman
a. QS. Yunus ayat 44
1. Surah Yunus Ayat 44 dan Terjemahannya
¨bÎ) ©!$# Ÿw ãNÎ=ôàtƒ
}¨$¨Y9$# $\«ø‹x© £`Å3»s9ur }¨$¨Z9$# öNåk|¦àÿRr& tbqãKÎ=ôàtƒ ÇÍÍÈ
44. Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada
manusia sedikitpun, akan tetapi manusia Itulah yang berbuat zalim kepada diri
mereka sendiri.
2. Tafsir Mufradat
Az-zulm
Secara lugawi, tidak
terpenuhinya sesuatu yang diperlukan adanya oleh kejadian yang sempurna. [20]
3. Tafsir Al-Maraghi
maksudnya, sesungguhnya
bukan termasuk sunatullah pada makhluk
untuk mengurangi sedikitpun pada mereka tentang sebab-sebab yang kalau
digunakan, maka dapat mereka mengetahui sesuatu yang memuat kabaikan bagi
mereka. Yaitu pengertian-pengertian dan bimbingan kepada kebenaran dengan
diutusinnya Rasul-rasul dan diberikan-Nya dalil-dalil yang dapat mengantarkan
mereka kepada kebahagiaan mereka didunia dan diakhirat.[21]
Akan tetapi, manusia
sendirilah yang menganiaya diri sendiri. Karena, hukuman dari kezaliman mereka
itu akan menimpa pada diri mereka
sendiri. Akibat kekafiran mereka, maka mereka menjadi gila dengan
petunjuk-petunjuk perasaan, akal maupun agama, yang Allah anugerahkan kepada
mereka. karena, mereka tidak menggunakanya dengan semestinya, tidak mengikuti
kebenaran dalam kepercayaan, dan tidak mengikuti petunjuk dalam beramal.
Padahal, mengikuti kebenaran dan petunjuk itulah jalan lurus yang mengantarkan
mereka pada kebahgian dunia dan akhirat.[22]
b. QS. Ibrahim ayat 34
1) Surah Ibrahim ayat 34 dan Terjemahannya
Nä39s?#uäur `ÏiB Èe@à2 $tB
çnqßJçGø9r'y™ 4 bÎ)ur (#r‘‰ãès? |MyJ÷èÏR «!$# Ÿw !$ydqÝÁøtéB 3 žcÎ) z`»|¡SM}$#
×Pqè=sàs9 Ö‘$¤ÿŸ2 ÇÌÍÈ
34. Dan dia Telah
memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya.
dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.
Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).
2) Tafsir Mufradat
Ataakum
Dia memberi kalian
Laa tuhsuuhaa
Kalian tidak mampu
menghitungnya, al-ihsaa menghitung dengan batu kecil. Dahulu orang-orang arab,
sebagaimana juga kita, menggunakan jari-jemari dalam menghitung.
Zalum
Sangat menganiaya dirinya
sendiri dengan tidak mau mensyukuri nikmat
Kafffar
Amat kufur dan ingkar
terhadap nikmat.
3) Tafsir Al-Maraghi
Dan Dia telah menyediakan
bagi kalian segala apa yang kalian perlukan dalam seluruh keadaan kalian, dari
segala yang berhak untuk mereka mohon,
baik kalian memohonnya atau tidak memohonnya kepada Allah. Sebab, Allah telah
meletakkan didalam dunia ini berbagai manfaat yang tidak diketahui manusia,
tetapi disediakan bagi mereka. Sehingga,
tidak seorang pun dari umat terdahulu memohon kepada Allah agar diberi kapal
terbang magnit dan listrik. Semua itu diberikan kepada manusia secara bertahap,
dan masih ada keajaiban-keajaiban yang akan tampak bagi orang-orang sesudah
kita.[23]
Kalian tidak akan mampu
menghitung macam-macam nikmat Allah, apalagi untuk mensyukurinya. Dalam shahih
Bukhari, diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. Mengucapkan : “ya Allah, ya tuhan
kami, segala puji hanyalah untuk-Mu; (akan tetapi) ia tidak setimpal(dengan
nikmat-Mu), tidak tertinggal (di sisi-Mu), tidak pula diperlukan(oleh-Mu). Imam
syafi’I berkata: “segala puji bagi Allah yang nikmat-Nya tidak terbayar oleh
syukur, kecuali nikmat baru yang menuntut penerimaanya untuk mensyukurinya.[24]
Sesungguhnya manusia yang
mengganti nikmat Allah dengan kekufuran benar-benar telah bersyukur kepada
selain Allah yang melimpahkan nikmat kepadanya. Dengan demikian, dia telah
meletakkan syukur bukan pada tempatnya. Allah-lah yang telah melimpahkan nikmat
kepadanya. Dan dia-lah yang berhak menerima ibadah yang ikhlas. Namun, manusia
beribadah selain-Nya dan menjadikan sekutu bagi-Nya untuk menghalangi manusia
dari jalan-Nya. Itulah kezalimannya, dan itulah keingkarannya terhadap nikmat
yang telah Dia limpahkan kepadanya. Dia telah memalingkan ibadah kepada selain
Allah yang memberinya nikmat, dan tidak taat kepadanya-Nya.[25]
2.6 Peta Konsep
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Manusia yang memiliki dimensi
fisik dan psikisatau bisa disebut biologis dan psikologis akan mengalami
evolusi perkembangan. Secara biologis manusia dilahirkan dengan penuh
keterbatasan. Berbeda dengan beberapa hewan yang setelah dilahirkan oleh
induknya dapat langsung berdiri dan berjalan. Bahkan mereka bisa langsung hidup
sendiri terlepas dari induknya. Coba bandingkan dengan manusia, apakah mungkin
manusia bisa mempertahankan kehidupan tanpa seorang pengasuh? Jawabanya tidak,
karena manusia tidak memiliki kemandirian dan naluri lebih ketika lahir
dibandingkan dengan hewan. Organ-organ manusia ketika masih bayi begitu lemah
dan rentan sehingga membutuhkan bantuan orang lain dalam bentuk latihan-latihan
untuk bisa menyempurnakan evolusi biologisnya.
Meski begitu manusia dapat
disebut sebagai bagian dari hewan mamalia. Namun perbedaan yang paling mendasar
ialah bahwa manusia memiliki akal (kecerdasan). Dalam Al-Quran manusia
merupakan makhluk yang mulia dan tinggi, disisi lain juga menyebutkan
kelemahan-kelemahanya, antara lain :
1. Tidak dapat menjalani hidup secara
mandiri
2. Bodoh
3. Bersifat keluh kesah dan kikir
4. Lupa Terhadap Allah
5. Melampaui Batas Ketika Dirinya Merasa
Cukup
6. Lemah
7. Kufur Nikmat
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mahalli, Imam
Jalaluddin dan Imam Jalaluddin As-Suyuti. 2010. Terjemahan Tafsir Jalalain.
Asbabun Nuzul jilid 2. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Shihab, M. Quraish. 2002
Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran, Jakarta: Lentera Hati.
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa.
Tafsir Al-Maraghi. Semarang : PT. Karya Toha Putra Semarang. 1992
Al-Qur’an Bayan. Jakarta:
Bayan Al-Qur’an. 2009
Amrullah, Abdul Malik
Abdul Karim. Tafsir al-Azhar. Surabaya: Yayasan Latimojong.1981
[1] M. Quraish Shihab,
Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran, Jakarta : Lentera Hati,
2002, hlm.97
[2] Ahmad Mustafa
Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Semarang : PT. Karya Toha Putra Semarang, 1992,
hlm.119
[3] yaitu dalam syari'at
di antaranya boleh menikahi budak bila Telah cukup syarat-syaratnya.
[4] Hamka,Tafsir Al-azhar
Jilid 2, (Singapura;Pustaka Nasional PTE LTD Singapura,2003);Hal.1172
[5] Ibid, hal. 1172
[6] Ahmad Mushtafa
al-Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maragh Jilid 14,(Semarang;CV Toha Putra
Semarang,1987); Hal. 213
[7] Ibid, hal. 214
[8] yang dimaksud dengan
amanat di sini ialah tugas-tugas keagamaan.
[9] Ahmad Mushtafa
Al-Maraghi, Tafsir Al-maraghi Jilid 22, (Semarang;CV Toha Putra Semarang,
1989);hal.75
[10]Ibid, Hal.75
[11] Ibid, Hal. 76
[12] Ibid, hal. 76
[13] Ibid, hal. 76
[14]Ahmad Mushtafa
al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Jilid 17,(Semarang;CV Toha Putra Semarang,
1989);hal.50
[15] Ibid, hal. 50
[16] Ibid, Hal. 54
[17] Kitab Jalallian dari
PDF
[18] Diakses dari
http://abdullatipisti.blogspot.co.id/2014/04/tafsir-tarbawi-1.html tanggal 5
des 2015 pukul 11:09 pm
[19] Loc.cit
[20] Ibid, hal. 214
[21] Ahmad Mushtafa
al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi jilid 11,(Semarang; CV Toha Putra Semarang,
1989);hal.214
[22] Ibid, Hal. 215
[23] Ahmad Mushtafa
al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Jilid 13 ,(Semarang;CV Toha Putra
Semarang,1987);Hal. 297
[24] Ibid,298
[25] Ibid, hal. 298