BAB I
PENDAHULUAN
SEBUAH. Latar Belakang Masalah
Bersih atau suci dan najis
tepercaya pada pandangan syariah karena manusia terkadang menganggap sesuatu
yang keji dan menganggap keji sesuatu yang baik. Oleh sebab itu, asal segala
sesuatu itu adalah suci. Jadi, orang yang mengatakan sesuatu itu najis, ia
harus membuktikannya dengan tepat. Malah, orang yang mengatakan sesuatu itu
suci, tidak perlu memaparkan dalil.
Jika sesuatu itu
diciptakan untuk kita, dapat ditolak bahwa kita boleh memanfaatkannya sesuai
dengan kemauan kita. Sedangkan, suatu yang najis tidak memanfaatkan bentuknya.
Sesuatu yang najis adalah semua hewan yang tidak dapat dimakan selain manusia,
hewan yang darahnya tidak mengalir, dan binatang yang sulit dimakan, seperti
kucing. [1]
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
perlu kiranya merumuskan masalah sebagai kebijakan untuk terfokusnya kajian
makalah ini. Adapun rumusan makalahnya sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Najis?
2. Apa
Saja Benda-Benda Yang Termasuk Najis?
3. Apa Saja Jenis-Jenis Najis?
4. Bagaimana Cara Istinja '?
5. Apa Saja Najis yang dimaafkan?
6. Bagaimana Cara Mencuci Benda Yang Terkena
Najis?
C. Metode Pemecahan Masalah
Metode masalah yang
dilakukan melalui studi literatur atau metode kajian pustaka, yaitu dengan
menggunakan beberapa referensi lainnya yang membahas permasalahan yang dibahas.
Langkah-langkah yang akan dimulai dengan menentukan masalah yang akan dibahas
dengan melakukan perumusan masalah, melakukan langkah-langkah pengkajian
masalah, penentuan tujuan dan sasaran, perumusan jawaban permasalahan dari
berbagai sumber, dan penyintesisan serta pengorganisasian jawaban permasalahan.
D. Sistematika Penulisan Makalah
Makalah ini ditulis dalam
tiga bagian, meliputi: Bab I Pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang
masalah, perumusan masalah, metode pengelolaan masalah, dan sistematika
makalah; Bab II, adalah Pembahasan; Bab III, penutup kesimpulan yang terdiri
dari Kesimpulan.
BAB II
PEMBAHASAN
SEBUAH. Pengertian Najis
Najis adalah bentuk
kotoran yang setiap muslim diwajibkan untuk membersihkan diri darinya atau
mencuci bagian yang terkena olehnya. mengenai hal ini, Allah Subhanahu wa
Ta’ala telah berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang mesucikan diri.” (Al-Baqarah: 222)
Sedangkan Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda:
الطَّهَوْرُشَطُرُالاِيْمَنِ (رواه مسلم)
“Kesucian itu sebagian
dari iman.”(HR. Muslim).[2]
B. Benda-Benda Yang Termasuk Najis
1. Bangkai binatang darat yang berdarah
selain dari mayat manusia
Adapun bangkai binatang
laut seperti ikan dan bangkai binatang darat yang tidak berdarah ketika masih
hidupnya seperti belalang serta mayat manusia, semuanya suci.
Firman Allah Swt:
“Diharamkan bagimu
(memakan) bangkai.” (Al-Maidah: 3)
Adapun bangkai ikan dan
binatang darat yang tidak berdarah, begitu juga mayat manusia, tidak masuk
dalam arti bangkai yang umum dalam ayat tersebut karena ada keterangan lain.
Bagian bangkai, seperti daging, kulit, tulang, urat, bulu, dan lemaknya
semuanya itu najis menurut madzab syafi’i. Menurut madzab Hanafi, yang najis
hanya bagian-bagian yang mengandung roh(bagian-bagian yang bernama) saja,
seperti daging dan kulit.
Bagian-bagian yang tidak
bernyawa, seperti buku, tulang, tanduk, dan bulu, semuanya itu suci.
Bagian-bagian yang tak bernyawa dari anjing dan babi tidak termasuk najis.
2. Darah
Segala macam darah itu
najis, selain hati dan limpa. Firman Allah Swt.
“Diharamkan bagimu memakan
bangkai, darah, dan daging babi.” (Al-Maidah: 3)
Sabda Rasulullah Saw:
“Telah dihalalkan kita dua
macam bangkai dan dua macam darah: ikan dan belalang, hati dan limpa.” (Riwayat
Ibnu Majah).
Dikecualikan juga darah
yang tertinggal di dalam daging binatang yang sudah disembelih, begitu juga
darah ikan. Kedua macam darah ini suci atau dimaafkan, artinya diperbolehkan
atau dihalalkan.
3. Nanah
Segala macam nanah itu
najis, baik yang kental maupun yang cair, karena nanah itu merupakan darah yang
sudah busuk.
4. Segala benda cair yang keluar dari dua
pintu
Semua itu najis selain
dari mani, baik yang biasa seperti tinja, air kencing ataupun yang tidak biasa,
seperti mazi, baik dari hewan yang halal dimakan ataupun yang tidak halal
dimakan.
5. Arak (setiap minuman keras yang
memabukan)
“Sesungguhnya meminum
khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah
perbuatan keji. , termasuk perbuatan setan.”(Al-Maidah 90).
6. Anjing dan Babi
Semua hewan suci, kecuali
Anjing dan Babi.
Sabda Rasulullah Saw:
طَهُورُاِنَاءِاَحَدِكُم اِذَاوَلَغ فِيْه الكلْبُ اَنْ يغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ اُولاَ هُنَّ بِا لتُّرَابِ (رواه مسلم)
“Cara mencuci bejana
seseorang dari kamu apabila dijilat anjing, hendaklah dibasuh tujuh kali, salah
satunya hendaklah dicampur dengan tanah.” (HR. Muslim).
7. Bagian badan binatang yang diambil dari
tubuhnya selagi hidup.
Hukum bagian-bagian badan
binatang yang diambil selagi hidup ialah seperti bangkainya. Maksudnya, kalau
bangkainya najis, maka yang dipotong itu juga najis, seperti babi dan kambing.
Kalau bangkainya suci, yang dipotong selagi hidupnya sewaktu hidupnya pun suci
pula, seperti yang diambil dari ikan hidup. Dikecualikan bulu hewan yang halal
dimakan, hukumnya suci.[3]
8. Kotoran dan Kencing Hewan Yang Haram
Dimakan Dagingnya
Setiap binatang yang tidak
boleh (haram) dimakan dagingnya menurut syari’at islam seperti keledai, maka
semua yang keluar dari binatang-binatang tersebut adalah najis, baik itu
kotoran maupun kencingnya.
9. Hewan Jalalah (Liar)
Jalalah adalah hewan liar
yang memakan kotoran, baik kotoran unta, sapi, kamping, ayam, angsa, dan
lain-lainnya, sehingga hewan tersebut berubah baunya.
10. Khamr
Khamr menurut jumhur
ulama, dihukumi najis.
11. Wadi
Wadi adalah cairan kental
yang biasanya keluar setelah seseorang selesai dari buang air kecilnya
(kencing). Wadi ini dihukumi najis dan harus disucikan seperti halnya kencing,
tetapi tidak wajib mandi.
12. Madzi
Madzi adalah cairan bening
sedikit kental yang keluar dari saluran kencing ketika bercumbu atau nafsu
syahwat mulai terangsang. Terkadang tidak merasakan akan proses keluarnya. Hal
itu sama-sama dialami oleh laki-laki dan juga wanita, akan tetapi jumlahnya lebih
banyak.
13. Kencing dan Muntah Manusia
Menurut kesepakatan para
ulama, keduanya adalah najis.
14. Darah
Yang dimaksud dengan darah
di sini adalah haid, pendarahan yang dialami oleh seseorang wanita yang tengah
hamil, nifas maupun darah yang mengalir, misalnya darah yang mengalir dari
hewan yang disembelih.
15. Mani
Mengenai mani, terdapat
perbedaan pendapat dikalangan ulama, yang mana sebagian dari mereka
menganggapnya najis. Yang jelas ia tetap suci.
16. Bangkai
Yang dimaksud dengan
bingkai di sini adalah setiap hewan yang mati tanpa melalui proses
penyembelihan yang disyari’atkan oleh islam dan juga potongan tubuh dari hewan
yang dipotong atau terpotong dalam keadaan masih hidup. Pengecualian bangkai,
diantaranya: Bangkai ikan dan belalang, Bangkai yang tidak memiliki darah
mengalir(semut, lebah), Tulang, tanduk dan bulu bangkai, kesemuanya itu adalah
suci.[4]
C. Jenis-Jenis Najis
1. Najis Mughalladhoh (tebal), yaitu najis
anjing. Benda yang terkena najis ini hendaklah dibasuh tujuh kali, satu kali
diantaranya hendaklah dibasuh dengan air
yang dicampur dengan tanah.
2. Najis Mukhaffafah (ringan), misalnya
kencing anak laki-laki yang belum memakan makanan lain selain ASI. Mencuci
benda yang kena najisini sudah memadai dengan memercikan air pada benda itu,
meskipun tidak mengalir,adapun kencing anak perempuan yang belum memekan
apa-apa selain ASI, kaifiaat mencucinya hendaklah dibasuh sampai air mengalir
di atas benda yang kena najis itu, dan hilang zat najis dan sifat-sifatnya,
3. Najis Mutawassitah (pertengahan), yaitu
najis yang lain daripada kedua macam yang tersebut di atas. Najis pertengahan
ini terbagi atas dua bagian :
a. Najis hukmiah, yaitu yang kita yakini
adanya , tetapi tidak nyata zat, bau, rasa, dan warnanya, seperti kencing yang
sudah lama kering, sehingga sifat-sifatnya telah hilang. Cara mencuci najis ini
cukup dengan mengalirkan air diatas benda yang kena itu.
b. Najis ‘ainiyah, yaitu yang masih ada zat,
warna, rasa, dan baunya, kecuali warna atau bau yang sangat sukar
menghilangkannya, sifat ini dimaafkan. Cara mencuci najis ini hendaklah dengan
menghilangkan zat, rasa, warna, dan baunya.
D. Istinja’
Apabila keluar kotoran
dari salah satu dua pintu tempat keluar kotoran, wajib istinja’ dengan air atau
dengan tiga buah batu. Yang lebih baik, mula-mula dengan batu atau lainnya,
kemudian dengan air. Dalam beristinja’ dengan batu, hendaklah dengan tiga batu
(ganjil), atau satu batu bersegi tiga. Adapun istinja’ menggunakan benda licin
seperti kaca tidak disahkan. Demikian pula dengan benda yang dihormati, seperti
makanan (mubazir).
Syarat istinja’ dengan
batu dan sejenisnya hendaklah dilakukan sebelum kotoran kering, dan kotoran itu
tidak mengenai tempat lain selain tempat keluarnya. Jika kotoran itu sudah
kering atau mengenai tempat lain selain tempat keluarnya, maka tidak sah lagi
istinja’ dengan batu tetapi wajib dengan air. [5]
E. Najis yang dimaafkan
1. Madzi dan tetesan air kencing bagi yang
hati-hati.
Madzi adalah air yang
keluar tidak memancar, dan keluarnya tidak disertai perasaan enak, tetapi
setelah syahwat naik. Wadi adalah air kental berwarna putih yang keluar setelah
buang air kecil.
2. Madzi yang sedikit adalah madzi yang
tidak membahayakan, begitu juga dengan tetesan akhir air kencing, dengan syarat
sudah berhati-hati sehingga tidak mungkin dihindari.
3. Kencing dan kotoran sedikit pada
keledai
Orang yang memelihara
keledai, pasti sangat susah menghindari kotorannya. Makanya, kotoran itu
dimaafkan asalkan sudah berhati-hati dan volumenya sangat sedikit.[6]
F. Cara Mencuci Benda Yang Terkena Najis
1. Pakaaian atau Anggota Badan yang
Terkena Najis
Pakaian atau anggota badan
yang terkena najis, wajib dicuci dengan air bersih(air yang suci dan mensucikan),
sedemikian rupa sehingga zat najis itu hilang warnanya, baunya dan rasanya.
Jika, setelah cukup dicuci, masih juga ada sedikit warna atau bau yang sukar
dihilangkan, hal itu dimaafkan.
2. Zat Najis yang Tidak Tampak
Bila zat najis itu tidak
tampak; seperti kencing yang sudah lama kering, sehingga telah hilang
tanda-tandanya atau sifat-sifatnya, cukup mengalirkan air diatasnya, walaupun
hanya satu kali saja.
3. Bejana yang Terkena Jilatan Anjing
Bejana (tempat makan,
tempat minum atau alat memasak seperti piring, gelas dan periuk) yang bagian
dalamnya terkena jilatan anjing, dibasuh tujuh kali, yang pertama atau salah
satunya dicampur dengan tanah. Boleh juga menggantikan tanah dengan sabun, atau
pembersih lain yang kuat.
Benda-benda selain bejana,
demikian pula anggota badan seseorang atau pakainannya, jika tersentuh anjing,
wajib mencucinya sampai benar-benar bersih, walaupun hanya satu kali saja jika
dengan itu dapat menjadi bersih kembali.
4. Benda yang Tersentuh Babi
Untuk menyucikan sesuatu
yang tersentuh babi, cukup dengan membasuhnya satu kali saja dengan air, tanpa
tanah, apabila sudah dianggap cukup bersih kembali(sama seperti najis-najis
lainnya).
5. Cara Menyucikan Kencing Bayi
Kencing bayi (laki-laki
atau perempuan) berusia dibawah dua tahun dan tidak makan makanan selain air
susu manusia (baik dari ibinya sendiri atau ataupun seorang wanita lainnya),
cukup diperciki air bersih diatasnya dan sedikit lagi dibawahnya.
6. Tanah yang Terkena Najis
Untuk menyucikan tanah
yang terkena najis, cukup dengan menuangkan air diatasnya, sehingga meliputi
tempat najis tersebut.
7. Mentega yang Terkena Najis
Mentega, minyak yang
bekudan yang serupa dengan itu, apabila terkena zat najis(misalnya kejatuhan
bangkai cicak dan lainnya) cukup dibuang bagian yang terkena najis tersebut dan
sekitarnya saja. Akan tetapi, jika najis
itu menyentuh bahan makanan yang cair, seperti minyak goreng misalnya, maka
semuanya manjadi najis.
8. Kaca, Pisau dan Keramik
Untuk membersihkan kaca,
pisau, pedang keramik dan segala benda yang permukaannya licin seperti itu,
apabila terkena najis, cukup dengan mengusapnya sehingga hilang bekas-bekas
najis tersebut.
9. Sepatu dan Sandal
Bagian bawah sepatu,
sandal dan sebagainya, apabila terkena najis, cukup dibersihkan dengan cara
menggosoknya ketanah sehingga hilang zat dari najisnya.
10. Tali Jemuran
Tali jemuran yang pernah
digunakan untuk menjemur pakaian yang terkena najis, dapat dianggap suci
kembali jika telah mengering, baik karena panas matahari atau hembusan angin.
11. Tetesan Air yang Meragukan
Apabila seseorang terkena
tetesan air atau percikan air yang tidak jelas najis atau tidaknya, maka tidak
wajib menanyakan hal itu dan menyucinya. Akan tetapi jika ia telah diberitahu
oleh orang terpercaya bahwa air itu adalah najis, maka wajib manyucinya.
12. Pakaian yang Terkena Lumpur Jalanan
Pakaian yang terkena
lumpur jalanan, tidak harus dicuci walaupun jalanan tersebut biasanya terkena
najis. Kecuali jika ia yakin bahwa yang mengotorinya itu zat najis.
13. Melihat Najis di Pakaian Setelah Selesai
Shalat
Jika seseorang telah
menyelesaikan shalatnya, lalu melihat najis di pakaian atau tubuhnya, sedangkan
sebelum itu ia tidak mengetahuinya, atau telah mengetahui tetrapi terlupa maka
ia hanya wajib mengulangi shalatnya yang terakhir saja. Yakni sebelum
mengetahui adanya najis tersebut.
14. Najis yang Tidak Dikenali Tempatnya
Jika seseorang mengetahui
adanya najis pada pakaiannya tetapi kini ia tidak tahu lagi di bagian manakah
najis tersebut, wajiblah ia mencuci semuanya, karena hanya dengan begitu ia
dapat meyakini kesuciannya.
15. Menyamak Kulit Bangkai
Kulit bangkai, selain
anjing dan babi, dapat menjadi suci setelah melalui proses penyamakan.
16. Menggunakan Alat-Alat Makan-Minum
Orang-Orang Non-Muslim
Dirawikan bahwa abu
Tsa’labah Al-Khusyani pernah bertanya, “Ya Rasulullah, adakalanya kami berada
di negeri Ahl’l-Kitab. Bolehkah kami makan dengan menggunakan alat-alat
makan-minum mereka?
Jawab Nabi Saw., “jika ada
yang lainnya, sebaiknya tidak menggunakan alat-alat mereka. Tetapi jika tidak
ada, cucilah dan kemudian makanlah”. (HR. Bukhari dan Muslim).[7]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Najis adalah bentuk
kotoran yang setiap muslim diwajibkan untuk membersihkan diri darinya atau
mencuci bagian yang terkena olehnya.
Benda yang termasuk najis
antara lain : Bangkai binatang darat yang berdarah selain dari mayat manusia,
Darah, Nanah, Segala benda cair yang keluar dari dua pintu, Arak, Anjing dan
Babi dll.
Najis terbagi menjadi tiga
yaitu : Najis Mughalladhoh (tebal), Najis Mukhaffafah (ringan), Najis
Mutawassitah (pertengahan). Dan najis pertengahan terbagi menjadi dua yaitu :
Najis hukmiah, yaitu yang kita yakini adanya. Najis ‘ainiyah, yaitu yang masih
ada zat, warna, rasa, dan baunya, kecuali warna atau bau yang sangat sukar
menghilangkannya.
Apabila keluar kotoran
dari salah satu dua pintu tempat keluar kotoran, wajib istinja’ dengan air atau
dengan tiga buah batu. Yang lebih baik, mula-mula dengan batu atau lainnya,
kemudian dengan air. Dalam beristinja’ dengan batu, hendaklah dengan tiga batu
(ganjil), atau satu batu bersegi tiga. Adapun istinja’ menggunakan benda licin
seperti kaca tidak disahkan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Habsyi, Muhammad
Bagir.1999. Fiqih Praktis. Bandung: Penerbit Mizan.
Rasjid, Sulaiman. 2014.
Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Sa’id, Adil. 2006. Fiqhun
Nisa, Thaharah-Shalat. Jakarta: PT Mizan Publika.
‘Uwaidah, Syaikh Kamil
Muhammad. 2007. Al-Jami’ fii Fiqhi An-Nisaa’(Edisi Indonesia). Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar
[1] Adil Sa’id, Fiqhun
Nisa, (Bandung: PT Mizan Logika, 2006), hlm.64-65.
2. Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih
Wanita (Edisi Indonesia), (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998), hlm. 15.
[3] Sulaiman Rasjid, Fiqih
Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2014), hlm. 16-20.
[4] Syaikh Kamil Muhammad
‘Uwaidah. op. cit. hlm. 16-22
[5] Sulaiman Rasjid, op.
cit. hlm.21-22
[6] Adil Sa’id, op.
cit. hlm.82-83
[7] Muhammad Bagir
Al-Habsyi, Fiqih Praktis, (Bandung: Penerbit Mizan, 1999), hlm.56-60.