BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah yang berkaitan
dengan pendidikan memang mencakup permasalahan yang sangat luas, seluas masalah
hidup dan peri kehidupan umat manusia dan telah menjadi objek studi berbagai
macam cabang ilmu pengetahuan kemanusiaan.[1]
Manusia dibekali dengan
akal, kalbu dan anggota tubuh yang lain untuk meraih ilmu pengetahuan.
Manusia dilarang mengikuti sesuatu tanpa
ada pengetahuan tentangnya. Sebagaimana dalam surat al Jatsiyah ayat 18:
YANG Artinya : “Kemudian Kami jadikan kamu berada di
atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat
itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak Mengetahui”. (QS
al Jatsiyah: 18).[2]
Lebih jauh Lodge
mengatakan bahwa pendidikan proses hidup dan kehidupan umat manusia itu
berjalan serempak dan tak dapat terpisahkan satu sama yang lain life is
education and education is life.[3]
Upaya untuk memperbaiki
kondisi kependidikan itu tampaknya perlu dilacak pada akar permasalahannya yang
bertumpu pada pemikiran filosofis. Diketahui bahwa secara umum filsafat
berupaya menjelaskan inti atau hakikat dari segala sesuatu yang ada dan
karenanya ia menjadi induk segala ilmu.
Filsafat dapat juga
dijadikan sebagai pandangan hidup. Jika filsafat itu dijadikan sebagai
pandangan hidup oleh suatu masyarakat atau
bangsa maka mereka akan berusaha untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan yang
nyata.Dari sinilah filsafat sebagai pandangan hidup difungsikan sebagai tolak
ukur bagi nilai-nilai tentang kebenaran yang harus dicapai. Peranan filsafat
yang mendasari berbagai aspek pendidikan ini sudah tentu merupakan sumbangan
utama bagi pembinaan pendidikan. Teori-teori yang tersusun karenanya dapat
disebut sebagai pendidikan yang berlandaskan pada filsafat.
Dunia pendidikan Islam di
Indonesia khususnya,dan dunia Islam pada umumnya masih dihadapkan pada berbagai
persoalan mulai dari soal rumusan tujuan pendidikan yang kurang sejalan dengan
tuntutan masyarakat, sampai kepada persoalan guru metode, kurikulum dan
sebagainya. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut masih terus dilakukan dengan
berbagai upaya. Penataran guru, pelatiahn tenaga pengelola pendidikan dan lain
sebagainya harus dilakukan, namun masalah pendidikan teru bermunculan.
Upaya untuk memperbaiki
kondisi kependidikan yang demikian itu tampaknya perlu dilacak pada akar
permasalahannya yang bertumpu pada pemikiran filosofis. Filsafat pendidikan
islam secara umum akan mengkaji berbagai masalah yang terdapat dalam bidang
pendidikan, mulai dari visi misi, dan tujuan pendidikan, dasar-dasar dan
asas-asas pendidikan Islam, konsep manusia, guru, anak didik, kurikulum, dan
metode sampai dengan evaluasi dalam pendidikan secara filosofis. Dengan kata
lain, ilmu ini akan mencoba mempergunakan jasa pemikiran. Kenyataan menunjukan
adanya kiblat-kiblat pendidikan Islam yang belum jelas.
Pendidikan islam masih
belum menemukan format dan bentuknya yang khas sesuai dengan agama islam hal
ini selain karena banyaknya konsep pendidikan yang ditawarkan para ahli yang
belum jelas keislamannya, juga karena belum banyak pakar pendidikan Islam yang
merancang pendidikan Islam secara seksama.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian
Filsafat Pendidikan Islam?
2. Bagaimankah ruang lingkup Filsafat
Pendidikan Islam?
3. Apa sajakah sumber-sumber Filsafat
Pendidikan Islam?
4. Bagaimanakah urgensi dan fungsi Filsafat
Pendidikan Islam?
5. Bagaimanakah perbandingan antara filsafat
Pendidikan Islam dengan filsafat pendidikan Barat
C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian Filsafat
Pendidikan Islam?
2. Mendeskripsikan ruang lingkup Filsafat
Pendidikan Islam?
3. Menjelaskan sumber-sumber Filsafat
Pendidikan Islam?
4. Mendeskripsikan urgensi dan fungsi
Filsafat Pendidikan Islam?
5. Mendeskripsikan perbandingan antara
filsafat Pendidikan Islam dengan filsafat pendidikan Barat
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat Pendidikan Islam mengandung
3 (tiga) komponen kata, yaitu filsafat, pendidikan dan Islam. Untuk memahami
pengertian Filsafat Pendidikan Islam akan lebih baik jika dimulai dari memahami
makna masing-masing komponen kata untuk selanjutnya secara menyeluruh dari
keterpaduan ketiga kata tadi dengan kerangka pikir sebagai berikut:
Filsafat menurut Sutan
Zanti Arbi (1988) berasal dari kata benda Yunani Kuno philosophia yang secara
harfiah bermakna “kecintaan akan kearifan”.makna kearifan melebihi pengetahuan,
karena kearifan mengharuskan adanya pengetahuan dan dalam kearifan terdapat
ketajaman dan kedalaman. Sedangkan John S. Brubacher (1962) berpendapat
filsafat dari kata Yunani filos dan sofia yang berarti “cinta kebijaksanaan dan
ilmu pengetahuan”.[4]
Secara istilah, filsafat mengandung
banyak pengertian sesuai sudut pandang para ahli bersangkutan, diantaranya:
1. Mohammad Noor Syam (1986) merumuskan
pengertian filsafat sebagai aktifitas berfikir murni atau kegiatan akal manusia
dalam usaha mengerti secara mendalam segala sesuatu.
2. Menurut Hasbullah Bakry (dalam Prasetya,
1997) filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam
mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan
pengetahuan tentang bagaimana hakekatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia
dan bagaimana sikap manusia
Kajian dan telaah filsafat
merupakan sumber pengetahuan ada 2 hal pokok yang dapat kita mengerti dari
istilah filsafat, yaitu:
1. Aktivitas berfikir manusia secara
menyeluruh, mendalam dan spekulatif terhadap sesuatau baik mengenai ketuhanan,
alam semesta maupun manusia itu sendiri guna menemukan jawaban hakikat sesuatu
itu.
2. Ilmu pengetahuan yang mengkaji, menelaah
atau menyelidiki hakikat sesuatu yang berhubungan dengan ketuhanan, manusia dan
alam semesta secara menyeluruh, mendalam dan spekulatif dalam rangka memperoleh
jawaban tentang hakikat sesuatu itu yang akhirnya temuan itu menjadi
pengetahuan.
Pendidikan adalah ikhtiar
atau usaha manusia dewasa untuk mendewasakan peserta didik agar menjadi manusia
mandiri dan bertanggung jawab baik terhadap dirinya maupun segala sesuatu di
luar dirinya, orang lain, hewan dan sebagainya. Ikhtiar mendewasakan mengandung
makna sangat luas, transfer pengetahuan dan keterampilan, bimbingan dan arahan penguasaan
pengetahuan, keterampilan dan pembinaan kepribadian, sikap moral dan
sebagainya. Demikian pula peserta didik, tidak hanya diartikan manusia muda
yang sedang tumbuh dan berkembang secara biologis dan psikologis tetapi manusia
dewasa yang sedang mempelajari pengetahuan dan keterampilan tertentu guna
memperkaya kemampuan, pengetahuan dan keterampilan dirinya juga
dukualifikasikan sebagai peserta didik.
Hadari Nawawi (1988)
mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian
dan kemampuan manusia, baik di dalam maupun di luar sekolah. Dengan redaksi
yang berbeda, Hasan Langgulung (1986) mengartikan pendidikan sebagai usaha
untuk mengubah dan memimndahkan nilai kebudayaan kepada setiap individu dalam
suatu masyarakat.
Di dalam buku Modern
Philosophy of Education (Fourth
Edition), John S. Brubacher sebagaimana yang ditulis oleh Hamdani Ihsan
mengemukakan bahwa: Education should be thought of the process of man’s
reciprocal adjustment to nature, to his fellows, and the ultimate nature of the
cosmos. Education is the organized development and social uses, directed toward the union of these
activities with their Creator as their final end. Education is the process in
which hese power (abilities, capacities) of men which are susceptible to
habituation are perfected by good habits, by means artistically contrived, and
employed bay a man to help another or him self achieve the end in view (l.e.
good habits).[5]
Pendidikan sebagai proses
timbal balik dari tiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dengan alam,
dengan sesama, dan dengan alam semesta. Pendidikan juga merupakan perkembangan
yang terorganisasi dan kelengkapan dari semua potensi-potensi manusia, moral,
intelektual, dan jasamani (fisik), oleh dan untuk kepribadian individunya dan
kegunaan masyarakatnya yang diharapkan demi menghimpun semua aktivitas tersebut
bagi tujuan hidupnya (tujuan akhir). Pendidikan adalah psoses, dmana
potensi-potensi (kemampuan kapasitas) yang mudah dipengaruhi oleh
kebiasaan-kebiasaan agar disempurnyakan oleh kebiasaan-kebiasaan yang baik,
oleh alat/media yang disusun sedemikian
rupa dan dikelola oleh manusia untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri
dalam tujuan yang ditetapkan.
Islam menurut Harun
Nasution (1979) adalah segala agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan
kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul. Islam adalah agama yang
seluruh ajarannya bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadis dalam rangka mengatur
dan menuntun kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia
dan dengan alam semesta.[6]
Dari beberapa pengertian
mengenai filsafat, pendidikan dan islam sebagaimana di jelaskan di atas, maka
dapat di Tarik kesimpulan tentang pengertian filsafat pendidikan islam. Ada
Berbagai pendapat para ahli yang mencoba merumuskan pengertian filsafat
pendidikan Islam yaitu:
1. Menurut Ahmad Fuad al-Ahwani: Filsafat
Islam adalah pembahasan tentang alam dan manusia yang disinari ajaran Islam.
Dan menurut Mustofa Abdur Razik: Filsafat Islam adalah filsafat yang tumbuh di
negeri Islam dan di bawah naungan negara Islam, tanpa memandang agama dan
bahasa-bahasa pemiliknya.[7]
2. Muzayyin Arifin berpendapat tentang
filsafat pendidikan Islam adalah konsep berfikir tentang kependidikan yang
bersumberkan atau berlandaskan ajaran agama Islam hakekat kemampuan manusia
untuk dapat dibina dan dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia muslim yang
seluruh pribadinya dijiwai oleh agama Islam.
Definisi ini memberi kesan
bahwa filsafat pendidikan Islam sama dengan filsafat pada umumnya. Dalam arti
bahwa filsafat Islam mengkaji tentang masalah yang ada hubungannya dengan
pendidikan seperti manusia sebagai subyek dan objek pendidikan, kurikulum,
metode, lingkungan dan guru. Bedanya dengan filsafat pendidikan pada umumnya
adalah bahwa didalam filsafat pendidikan Islam, semua masalah kependidikan
tersebut selalu didasarkan pada ajaran Islam yang bersumberkan al-Quran dan
al-Hadist. Dengan kata lain bahwa kata Islam yang mengiringi kata filsafat
pendidikan itu menjadi sifat, yakni sifat dari filsafat pendidikan tersebut.
3. Menurut Zuhairini, dkk (1955) Filsafat
Pendidikan Islam adalah studi tentang pandangan filosofis dan sistem dan aliran
filsafat dalam Islam terhadap masalah kependidikan dan bagaimana pengaruhnya
terhadap pertumbuhan dan perkembangan manusia muslim dan umat Islam. Selain itu
Filsafat Pendidikan Islam mereka artikan pula sebagai penggunaan dan penerapan
metode dan sistem filsafat Islam dalam memecahkan problematika pendidikan umat
Islam yang selanjutnya memberikan arah dan tujuan yang jelas terhadap
pelaksanaan pendidikan umat Islam.
4. Sedangkan Abuddin Nata (1997)
mendefinisikan Filsafat Pendidikan Islam sebagai suatu kajian filosofis
mengenai berbagai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan
pada al-Qur’an dan al-Hadis sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli
khususnya filosof muslim sebagai sumber sekunder. Selain itu, Filsafat
Pendidikan Islam dikatakan Abuddin Nata suatu upaya menggunakan jasa filosofis,
yakni berfikir secara mendalam, sistematik, radikal dan universal tentang
masalah-masalah pendidikan, seperti masalah manusia (anak didik), guru,
kurikulum, metode dan lingkungan dengan menggunakan al-Qur’an dan al-Hadis
sebagai dasar acuannya.
5. Adapun pendapat Omar Muhammad Al-Tomy
Al-Saibany: menurutnya bahwa filsafat pendidikan Islm tidak lain ialah
pelaksanaan pandangan filsafat dari kaidah filsafat Islam dalam bidang
pendidikan yang didasarkan dalam ajaran
Islam.
Filsafat Pendidikan Islam
juga berarti suatu aktifitas berfikir menyeluruh dan mendalam dalam rangka
merumuskan konsep, menyelenggarakan atau mengatasi berbagai problem Pendidikan
Islam dengan mengkaji kandungan makna dan nilai dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis.
Dari sisi lain, Filsafat Pendidikan Islam diartikan sebagai ilmu pengetahuan
yang mengkaji secara menyeluruh dan mendalam kandungan makna dan nilai-nilai
al-Qur’an atau pun al-Hadis guna merumuskan konsep dasar penyelenggaraan
bimbingan, arahan dan pembinaan peserta didik agar menjadi manusia dewasa
sesuai tuntunan ajaran Islam.
Dari pendapat-pendapat
diatas dapat kita ketahui bahwa filsafat pendidikan Islam itu merupakan kajian
secara filosofis mengenai berbagai masalah yang terdapat dalam kegiatan
pendidikan yang didasarkan pada al-Quran dan al-Hadist sebagai sumber primer,
dan pendapat para ahli, khususnya para filosofis muslim, sebagai sumber
sekunder. Selain itu filsafat pendidikan Islam dapat pula dikatakan suatu upaya
menggunakan jasa filsafat, yakni berfikir secara mendalam, sistematik. Filsafat
pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan yang
berlandaskan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang di jiwai oleh ajaran
Islam. Jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal,bebas, tanpa batas etika
sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
Dengan demikian, Islam di
sini menjadi jiwa yang mewarnai suatu pemikiran. Islam di sini adalah roh
sebagai nilai spiritual sebuah filsafat Islam. Selain itu tanpa kita
mempersoalkan apakah Filsafat Pendidikan Islam itu sebagai aktifitas berfikir
mendalam, menyeluruh dan spekulatif atau ilmu pengetahuan yang melakukan kajian
menyeluruh, mendalam dan spekulatif mengenai masalah-masalah pendidikan dari
sumber wahyu Allah, baik al-Qur’an maupun al-Hadis, terdapat 2 hal pokok yang
patut diperhatikan dari pengertian Filsafat Pendidikan Islam:
1. Kajian menyeluruh, mendalam dan
spekulatif terhadap kandungan al-Qur’an atau al-Hadis dalam rangka merumuskan
konsep dasar pendidikan islam. Artinya, Filsafat Pendidikan Islam memberikan
jawaban bagaimana pendidikan dapat dilaksanakan sesuai sengan tuntunan
nilai-nilai Islam.
2. Kajian menyeluruh, mendalam dan
spekulatif dalam rangka mengatasi berbagai probelam yang dihadapi pendidikan
islam. Misalnya ketika suatu konsep pendidikan islam diterapkan dan ternyata
dihadapkan kepada berbagai problema, maka ketika itu dilakukan kajian untuk
mengatasi berbagi problema tadi. Aktivitas melakukan kajian menghasilkan konsep
dan prilaku mengatasi problem pendidikan Islam tersebut merupakan makna dari
Filsafat Pendidikan Islam.
B. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam
Sebagai suatu agama, Islam
memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan kompherhensif dibandingkan
dengan agama-agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai
agama yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup
sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara
mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada
Allah saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia
termasuk di dalamnya mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah
pendidikan. Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah
al Qur’an dan al Sunnah.
Sebagai sumber ajaran, al
Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh
perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran. Demikian pula
dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, di akui memberikan perhatian
yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah
mencanangkan program pendidikan seumur hidup (long life education ).
Filsafat pendidikan Islam
telah diakui sebagai sebuah disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat dari adanya
beberapa sumber bacaan, khususnya buku yang menginformasikan hasil penelitian
tentang filsafat pendidikan Islam. Sebagai sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau
filsafat pendidikan Islam harus menunjukkan dengan jelas mengenai bidang
kajiannya atau cakupan pembahasannya.
Mempelajari filsafat
pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematik.
Logis, dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, yang tidak hanya
dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut kita
untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan. Pendapat ini memberi petunjuk
bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang
terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah
guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.
a. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan umum pendidikan dan
pengajaran dalam Islam ialah menjadikan manusia – seluruh manusia – sebagai
abdi atau hamba Allah swt.
Tugas utama pendidikan
Islam adalah mengadakan aplikasi prinsip-prinsip psikologis dan paedagogis
sebagai kegiatan antar hubungan pendidikan yang terealisasi melalui penyampaian
keterangan, dan pengetahuan agar peserta didik mengetahui, memahami, menghayati
dan meyakini materi yang diberikan serta meningkatkan keterampilan olah pikir.
Pendidikan dalam arti
Islam, adalah sesuatu yang hanya diperuntukkan bagi manusia. Pernyataan ini
ditegaskan oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas.[8] Penegasan ini mengindikasikan
bahwa pendidikan Islam secara filosofis seyogyanya memiliki konsep yang jelas
mengenai manusia. Kalau pendidikan hanya untuk manusia, pertanyaan yang pantas
dikemukakan adalah “manusia yang bagaimana yang dikehendaki oleh pendidikan
Islam sebagai tujuan akhirnya”.? Jawaban atas pertanyaan ini dikemukakan oleh
beberapa ahli pendidikan Islam seperti dikutip oleh Suharto, antara lain Ahmad
D. Marimba menyatakan tujuan akhir pendidikan Islam untuk membentuk “manusia
yang berkepribadian Muslim”, Muhammad Munir Mursy menyebutnya sebagai “insâan
kâmil” (manusia sempurna), Muhammad Quthb menyebutnya sebagai “manusia sejati”,
sedangkan Muhammad Athiyah al-Abrasyi menyatakan bahwa manusia yang ingin
dibentuk oleh pendidikan Islam adalah “manusia yang mencapai akhlak
sempurna”.[9]
Dari beberapa pendapat
ahli mengenai tujuan akhir pendidikan Islam, dapat disimpulkan bahwa pendidikan
Islam pada prinsipnya bermaksud untuk merealisasikan tujuan hidup manusia,
yaitu penghambaan atau menyembah kepada Allah sepenuhnya. Di samping itu,
seseorang yang memilih Islam sebagai keyakinan nya diharapkan akan senantiasa
menjadi seorang Muslim yang baik sampai saat akhir hayatnya
Konsep mengenai “manusia
sempurna”, “manusia sejati”, “manusia yang berakhlak mulia”, dan beberapa
istilah lainnya yang dikemukakan di atas, sebagai tujuan akhir pendidikan
Islam, telah terapresiasikan dalam diri pribadi Rasulullah saw. sebagai uswah
hasanah (contoh telada yang baik). Dengan demikian, apabila kita ingin melihat
sifat-sifat manusia sempurna, maka lihatlah sifat-sifat Rasulullah melalui
berbagai hadis ataupun riwayat.
Singkatnya, tujuan akhir
pendidikan Islam adalah untuk membentuk manusia sebagai seorang Muslim yang
seluruh sikap dan aktivitas kehidupannya senantiasa dijiwai oleh nilai-nilai
ajaran Islam, baik dalam hubungannya dengan Allah, dengan manusia, maupun
hubungannya dengan alam sekitarnya. Dengan demikian, peran seorang Muslim baik
sebagai individu maupun sebagai bagian dari suatu komunitas masyarakat akan
dapat menjalankan tugasnya sebagai Khalîfah fî al-Ardh yang dapat memanfaatkan
ilmu pengetahuan untuk mengelola alam raya ini demi kepentingan kesejahteraan
seluruh umat manusia. Bukan memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk mengeksploitasi
alam demi kepentingan individu, segelintir, atau sekelompok manusia saja.
b. Pendidik dan Peserta Didik
Pendidik dalam Islam
adalah ornag-orang yang bertanggungjawab terhadap perkembangan anak didik
dengan mengupayakan seluruh potensi anak didik, baik potensi afektif, kognitif,
dan psikomotorik.[10]
Pendidik juga berarti
orang dewasa yang bertanggungjawab memberi pertolongan pada anak didik dalam
perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu
berdiri sendiri, dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu memenuhi tugasnya
sebagai hamba Allah dan Khalifah Allah SWT.Dan mampu sebagai makhluk social dan
sebagai makhluk individu yang mandiri.[11]
Anak didik dalam
pendidikan Islam sama halnya dengan teori barat, yaitu: anak yang sedang tumbuh
dan berkembang, baik secara fisik maupun psikologis untuk mencapai tujuan
pendidikannya melalui lembaga pendidikan.
Pendidik dan peserta didik
merupakan dua komponen terpenting dalam suatu proses pendidikan. Dipundak
seorang pendidik terletak sebuah tanggung jawab yang besar untuk mengantarkan
peserta didik ke arah tujuan pendidikan yang dicita-citakan. Namun, dibalik
beratnya tugas dan tanggungjawab seorang pendidik, di dalamnya juga terkandung
makna betapa besar dan mulianya profesi seorang pendidik. Seorang pendidik, di
samping bertugas sebagai transfer of knowledge (mentransfer ilmu pengetahuan)
terhadap peserta didik, juga yang tidak kalah pentingnya terutama dalam
pendidikan Islam, seorang pendidik adalah bagaimana ia dapat bertindak sebagai
transfer of value (mentransfer nilai-nilai; akhlak, etika, dll) terhadap
peserta didik. Sebab apalah artinya seorang peserta didik yang mahir dan
menguasai sebuah disiplin ilmu pengetahuan, namun kosong dari nilai-nilai
akhlak atau etika. Bukanlah peserta didik yang semacam ini dikehendaki oleh
Filsafat Pendidikan Islam. Pendidikan Islam berbeda dengan konsep pendidikan
lannya, pendidikan Islam menekankan penguasaan aspek keilmuan sekaligus aspek
kepribadian (sikap, tingkah laku, etika, dan akhlak) terhadap peseta didik.
Dalam konsepsi Islam,
Muhammad saw. adalah merupakan al-Mu‘allim al-Awwal (pendidik pertama dan
utama). Dalam sikap beliau sehari-hari (terutama ketika menjalankan da’wah
Islam) tercermin sikap seorang pendidik yang berakhlak mulia, ulet, sabar,
tekun, dan sebagainya dalam menghadapi berbagai tantangan yang datang, meskipun
tantangan itu nyaris melenyapkan jiwa beliau beserta keluarga dan sahabatnya, namun
beliau tetap menjalankan da’wahnya. Oleh karena itu, seorang pendidik hendaknya
dapat meniru berbagai sikap dan perilaku Rasulullah saw. dalam menjalankan
profesinya sebagai pendidik, baik pendidik dalam pengertian sempit maupun
pendidik dalam arti yang lebih luas.
Di samping komponen
pendidik, yang juga turut menentukan tercapainya tujuan pendidikan adalah
peserta didik. Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik adalah orang
yang belum dewasa yang memiliki berbagai potensi dasar (fitrah) yang dapat
dikembangkan. Disini peserta didik dalam tinjauan Filsafat Pendidikan Islam
adalah makhluk Allah yang terdiri dari jasmani dan rohani yang belum mencapai
taraf kematangan, baik dari aspek fisik, mental, intelektual, maupun
psikologisnya. Oleh karena itu ia senantiasa memerlukan bantuan (bimbingan)
orang lain agar dapat mengembangkan semua aspek tersebut secara optimal melalui
proses pendidikan. Potensi dasar yang dimiliki peserta didik, kiranya tidak
akan dapat berkembang tanpa melalui pendidikan, karena Islam memandang bahwa
setiap anak yang lahir dibekali dengan berbagai potensi (fitrah), lingkunganlah
(orang tua, sekolah, masyarakat, dll) yang dapat mengantarkan ke arah mana
potensi itu akan berkembang (positif atau negatif).
c. Kurikulum Pendidikan Islam
Adalah seperangkat
perencanaan dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan
tujuan pendidikan yang diinginkan.
Dalam pengertian yang lain
kurikulum adalah kegiatan yang mencakup berbagai rencana kegiatan anak didik
yang terperinci berupa bentuk-bentuk bahan pendidikan, saran-saran strategi
belajar mengajar, pengaturan-pengaturan program agar dapat diterapkan dan
hal-hal yang mencakup pada kegiatan yang bertujuan mencapai tujuan yang
diinginkan.[12]
Dalam tinjauan Filsafat
Pendidikan Islam, kurikulum harus disusun melalui berbagai latar belakang
pertimbangan pemikiran, baik latar belakang ideologi suatu negara, daerah,
potensi alam yang dapat dikembangkan, maupun berbagai latar belakang budaya
dari suatu masyarakat yang dinggap tidak bertentangan dengan nilai-nilai ajaran
Islam. Singkatnya, Filsafat Pendidikan Islam menghendaki sebuah pengembangan
kurikulum yang berlandaskan ajaran Islam.
d. MetodePendidikan Islam
Adalah prosedur umum dalam
penyampaian materi untuk mencapai tujuan pendidikan didasarkan atas asumsi
tertentu tentang hakikat Islam sebagai supra sistem.
Pengertian metode biasanya
disandingkan atau disejajarkan dengan pengertian teknik, yang mana keduanya
saling berhubungan. Sedangkan teknik pendidikan islam adalah langkah-langkah
konkrit pada waktu seorang pendidik melaksanakan pengajaran di kelas.[13]
Metode pendidikan dalam
tinjauan Filsafat Pendidikan Islam, adalah pemikiran yang melatar belakangi
suatu cara yang digunakan dalam menyampaikan materi dalam proses pendidikan.
Dalam pendidikan Islam metode yang digunakan digali dari berbagai sumber ajaran
Islam, yakni Al-Quran, Hadis, atau riwayat-riwayat para Nabi dalam menjalankan
da’wahnya. Dalam Al-Quran misalnya terdapat banyak kisah para nabi dan
orang-orang mukmin yang dapat dijadikan sebagai metode kisah Qur’ani.
e. Lingkungan
Tempat berlangsungnya
proses pendidikan, atau suasana pendukung tercapainya tujuan-tujuan pendidikan
baik bagi pendidik dan anak didik pada taraf kognitif, afektif dan
psikomotorik.
Lingkungan pendidikan
merupakan hal yang juga turut mempengaruhi proses pendidikan dalam mencapai
tujuan yang optimal. Artinya, bagaimanapun baiknya potensi yang ada dalam diri
peserta didik, namun jika tidak didukung oleh suatu lingkungan pendidikan yang baik,
maka potensi tersebut akan sulit dikembangkan secara maksimal. Pendidikan Islam
adalah pendidikan yang memadukan antara teori pembawaan (fitrah) peserta didik
dengan lingkungan, baik itu lingkungan keluarga, masyarakat, maupun lingkungan
dalam arti lembaga pendidikan.
Filsafat Pendidikan Islam,
menghendaki agar lingkungan (terutama lingkungan lembaga pendidikan)
benar-benar ditata sedemikian rupa dengan latar belakang filosofi yang digali
dari nilai-nilai ajaran Islam. Dengan penataan lingkungan lembaga pendidikan
yang dasar filosofinya digali dari ajaran Islam, maka akan dapat memberikan
nuansa dan corak terhadap proses pembelajaran dan karakter peserta didik yang
Islami.
Sebagai contoh, sebuah
gedung bangunan yang dibangun dengan posisi menghadap kiblat, latar belakang
filosofisnya adalah melambangkan sebagai seorang intelektual yang senantiasa
berdiri menghadap kiblat dalam melakukan pengabdian atau menyemah kepada Allah.
Demikian pula sebuah ruang kelas misalnya yang ditata dengan berbagai simbol keislaman.
Semua ini akan dapat memberikan nuansa dan pengaruh terhadap karakter peserta
didik. Singkatnya, Filsafat Pendidikan Islam menghendaki suatu lingkungan
pendidikan yang bercorak Islami sehingga dapat memberikan nuansa yang Islami
pula terhadap perkembangan peserta didik.
C. Sumber-sumber Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat Pendidikan Islam
sebagai sebuah disiplin ilmu, secara epistemologis seyogyanya mempertanyakan
dari mana Filsafat Pendidikan Islam dapat diambil.? Atau dengan kata lain,
sumber-sumber apa saja yang dapat menjadi pegangan keilmuan bagi Filsafat
Pendidikan Islam.
Berkaitan dengan hal
tersebut di atas, Abuddin Nata menegaskan bahwa Filsafat Pendidikan Islam
bukanlah Filsafat Pendidikan yang bercorak liberal, bebas, dan tanpa batas etika,
sebagaimana halnya dengan Filsafat Pendidikan pada umumnya. Filsafat Pendidikan
Islam adalah Filsafat Pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau Filsafat
Pendidikan yang dijiwai oleh ajarn Islam.[14]
Filsafat Pendidikan Islam
bersumber dari ajaran Islam, yaitu Al-Quran dan Hadis yang senantiasa dijadikan
sebagai landasan bagi Filsafat Pendidikan Islam. Dengan demikian, sumber
Filsafat Pendidikan Islam adalah digali dari ajaran Islam secara keseluruhan.
Selain itu, Filsafat Pendidikan Islam juga mengambil sumber-sumber dari ajaran
lain yang dinilai tidak bertentangan dengan pokok-pokok ajaran Islam. Dalam
kontek ini, menurut Abdul Rahman Shalih Abdullah menyebutkan bahwa para ahli
ilmu Filsafat Pendidikan Islam dapat digolongkan kepada dua corak aliran,
yakni; (1) mereka yang mengadopsi konsep-konsep non-Islam dan kemudian
memadukannya ke dalam pemikiran pendidikan Islam; (2) mereka yang tergolong ke
dalam kelompok yang tradisional yang hanya mengambil sumber Filsafat Pendidikan
Islam dari Al-Quran dan Hadis.[15]
Berdasarkan dua kelompok
pembagian tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa kelompok pertama merupakan
aliran yang bercorak liberal, dan kelompok kedua merupakan kelompok yang
beraliran konservatif. Dalam hal ini, menurut pendapat kami, bahwa meskipun
Filsafat Pendidikan Islam berlandaskan kepada ajaran Islam (Al-Quran dan
Hadis), namun Filsafat Pendidikan Islam juga perlu mengadopsi sumber-sumber
lain yang bekaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan kontemporer. Namun
perlu ditegaskan bahwa dalam pengadopsian tersebut harus dilakukan dengan
seselektif mungkin, agar dapat terhindar dari hal-hal yang bertentangan dengan
pokok-pkok ajaran Islam. Argumen ini berangkat dari sebuah hadis yang sangat
popular:(Tuntutlah ilmu, walaupun di negeri Cina).
Menurut Al-Jurjani,
sebagaimana dikutip Toto Suharto menyatakan bahwa term alam adalah segala hal
yang menjadi tanda bagi suatu perkara sehingga dapat dikenali. Sedangkan secara
terminolgi berarti segala sesuatu yang ada (maujud) selain Allah, yang dengan
ini Allah dapat dikenali baik nama maupun sifat-sifat-Nya. Segala sesuatu
selain Allah itulah alam dalam pengertian yang sederhana.
Dari pengertian tersebut,
secara sepintas dapat dipahamai bahwa alam dengan segala isinya diciptakan oleh
Allah agar melalui semua itu dapat mengenal-Nya. Di samping itu, alam dengan
segala potensi yang terkandung di dalamnya dapat dimanfaatkan untuk
kesejahteraan umat manusia secara bersama.
Dalam kaitannya dengan
alam, menurut Al-Syaibany terdapat beberapa prinsip Filsafat Pendidikan Islam
tentang alam, antara lain yakni:
a. Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa
pendidikan Islam sebagai proses pembentukan pengalaman dan perubahan tingkah
laku, baik individu maupun masyarakat hanya akan berhasil apabila terjadi
interaksi antara peserta didik dengan lingkungan alam sekitarnya tempat mereka
hidup. Seluruh makhluk, baik benda ataupun alam sekitar, dipandang sebagai
bagian alam semesta. Oleh karena itu, proses pendidikan manusia dan peningkatan
mutu akhlaknya, bukan sekedar terjadi dalam lingkungan sosial (sesama manusia)
semata, tapi juga dalam lingkungan alam yang bersifat material.
b. Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa
alam semesta atau universe, baik yang materi maupun bukan, memiliki hukumnya
sendiri-sendiri. Hal ini harus diteliti dan dipelajari dalam pendidikan Islam
agar peserta didik mampu mengenali hukum-hukum yang mengendalikan alam semesta
ini sehinga memiliki keteraturan dan keharmonisan dalam kehidupan.
c. Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa
alam semesta yang terbagi dalam dua kategori (alam materi dan alam ruh), harus
dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Oleh sebab itu
pendidikan Islam harus memperhatikan kedua hal ini secara seimbang, karena
kehidupan manusia yang sempurna tidak akan terwujud hanya dengan memperhatikan
salah satunya.
d. Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa
alam semesta yang berjalan dengan teratur ini, harus dipahami sebagai keajaiban
dan keagungan Sang Pencipta. Olehnya itu, dari sikap ini diharapkan akan
menambah iman atau keyakinan bahwa manusia tidak berdaya dihadapan Allah yang
telah membuat dan mengatur alam ini sedemikian harmonis dan teraturnya.
e. Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa
alam semesta ini bukanlah musuh bagi manusia, dan bukan penghalang bagi
kemajuan peradaban manusia, melainkan alam merupakan teman dan alat bagi
kemajuan manusia. Oleh karena itu, pendidikan Islam harus senantiasa diarahkan
agar dapat menanamkan pemahaman kepada peserta didik tentang bagaimana mengelola
alam dan memanfaatkannya secara bijaksana demi kepentingan umat manusia.
f. Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa
alam semesta dan seisinya ini bersifat baru (tidak kekal). Prinsip ini dapat
dijadikan sebagai pegangan pendidikan Islam bahwa hanya Allahlah yang bersifat
kekal dan abadi.
Dengan berpegang dari
beberapa prinsip tersebut di atas, Filsafat Pendidikan Islam akan dapat
menentukan arah pemikiran dan implementasi pendidikan Islam di antara
filsafat-filsafat pendidikan lainnya. Di samping itu, sebagai sebuah disiplin
ilmu maka Filsafat Pendidikan Islam dapat pula menentukan sikapnya dari
permasalahan-permasalahan seputar alam. Sikap ini pada akhirnya akan melahirkan
berbagai prinsip yang dapat dijadikan sebagai landasan filosofis dalam menentukan
tujuan, metode, kurikulum, dan berbagai komponen lainnya dalam pendidikan
Islam.[16]
D. Urgensi dan Fungsi Filsafat Pendidikan
Islam
Permasalahan yang perlu
dijawab pada bagian ini adalah; untuk apa mempelajari Filsafat Pendidikan
Islam.? Pertanyaan ini harus terlebih dahulu diajukan karena setiap disiplin
ilmu pasti memiliki kegunaan, demikian pula halnya dengan Filsafat Pendidikan
Islam.
Para ahli dalam bidang
Filsafat Pendidikan Islam telah banyak melakukan penelitian secara teoritis
mengenai kegunaan dari Filsafat Pendidikan Islam. Omar Muhammad al-Toumy
al-Syaibany misalnya mengemukakan beberapa manfaat yang dapat diperoleh dalam
mempelajari Filsafat Pendidikan Islam.
Filsafat Pendidikan dapat
membantu para perancang dan pelaksana pendidikan dalam suatu negara atau
wilayah, dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dalam rangka untuk
menentukan arah dan tujuan ke mana pendidikan beserta hasilnya akan diarahkan,
sesuai dengan cita-cita negara atau wilayah yang bersangkutan.[17]
Senada dengan itu, George
R. Knight sebagaimana dikutip oleh Toto Suharto, secara umum menyebutkan 4
(empat) urgensi dari mempelajari Filsafat Pendidikan Islam, yaitu:
1. Dapat membantu para pendidik dan aktivis
kependidikan untuk memahami berbagai persoalan mendasar tentang pendidikan.
2. Memungkinkan bagi para pendidik untuk dapat
mengevaluasi secara lebih baik, dan memilih berbagai tawaran yang merupakan
solusi bagi persoalan-persoalan kependidikan.
3. Untuk membekali para pendidik dan aktivis kependidikan
berfikir klarifikatif tentang tujuan-tujuan hidup dalam kaitannya dengan
pendidikan.
4. Untuk memberi bimbingan dalam mengembangkan
suatu sudut pandang yang konsisten, dan mengembangkan berbagai program
pendidikan yang berhubungan secara realistis dengan konteks negara secara
khusus, dan dunia global secara umum.[18]
Dari beberapa manfaat
mempelajari Filsafat Pendidikan, dapat disimpulkan bahwa pada intinya, Filsafat
Pendidikan Islam merupakan pegangan dan pedoman yang dapat dijadikan landasan
filosofis bagi pelaksanaan pendidikan Islam dalam rangka upaya untuk
menghasilkan generasi baru yang terdidik dan berkepribadian Muslim, di mana
seluruh perilaku hidupnya senantiasa dijiwai oleh ajaran Islam.
E. Perbandingan antara Filsafat Pendidikan
Islam dengan Filsafat Pendidikan Barat
Dalam beberapa hal,
sebenarnya kurang proporsional untuk membandingkan antara Filsafat Pendidikan
Islam dengan Filsafat Pendidikan Barat. Hal ini disebabkan karena Filsafat
Pendidikan Islam yang berorientasi kepada wahyu, dan Filsafat Pendidikan Barat
yang murni berorientasi kepada rasionalitas. Akan tetapi, mengingat bahwa
Filsafat Pendidikan Islam juga dapat mengambil sumber dari berbagai ajaran,
termasuk hal-hal yang datang dari dunia Barat, maka perbandingan ini menjadi
penting adanya, untuk memberikan gambaran letak perbedaan yang sangat prinsipil
antara Filsafat Pendidikan Islam dengan Filsafat Pendidikan Barat.
Perbedaan tersebut dapat
dilihat dalam beberapa hal sebaga berikut:
1. Filsafat Pendidikan Islam berdasarkan pada
wahyu, sedangkan Filsafat Pendidikan Barat berpijak pada humanistik murni yang
mengandalkan rasionalitas. Atas dasar ini Filsafat Pendidikan Islam tidak
mengenal kebenaran terbatas, melainkan universal. Sedangkan Filsafat Pendidikan
Barat mengenal kebenaran secara parsial, sehingga tidak jarang timbul
pertentangan berbagai ide yang menyangkut dengan pendidikan.
2. Filsafat Pendidikan Islam berupaya
mengembangkan kemampuan manusia dalam pandangan integral antara kehidupan dunia
dan akhirat, atau antara yang profan dan sakral. Sedangkan Filsafat Pendidikan
Barat mengembangkan kemampuan manusia secara parsial, atau yag profan saja.
Kondisi inilah yang kemudian membawa krisis sistem nilai dalam pendidikan Barat
yang kemudian melahirkan manusia yang menguasai ilmu pengetahuan namun nihil
terhadap nilai-nilai religiusitas.
3. Filsafat Pendidikan Islam memperhatikan dan
mengembangkan semua aspek kepribadian manusia, mulai dari aspek hati hingga
akal. Sedangkan Filsafat Pendidikan Barat hanya memperhatikan pengembangan akal
saja. Sesungguhnya, semua realitas kehidupan manusia tidak dapat dijelaskan
hanya dengan melalui rasio, melainkan ada aspek yang tidak mampu dijangkau oleh
akal. Disinilah peran nilai-nilai religiusitas berperan untuk memberikan
pemahaman kepada kita bahwa setinggi apapun kemampuan manusia dalam melakukan
sesuatu, namun tetap ada batasnya.
Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa perbedaan yang mendasar antara Filsafat Pendidikan Islam
dengan Filsafat Pendidikan Barat adalah orientasinya. Filsafat Pendidikan Islam
di samping berorientasi keduniaan juga berorientasi keakhiratan, sedangkan
Filsafat Pendidikan Barat hanya berorientasi keduaniaan dan materi saja.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Filsafat Pendidikan Islam adalah suatu
aktifitas berfikir menyeluruh dan mendalam dalam rangka merumuskan konsep,
menyelenggarakan atau mengatasi berbagai problem Pendidikan Islam dengan
mengkaji kandungan makna dan nilai dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis.
2. Ruang lingkup filsafat Pendidikan Islam
adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah
tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.
3. Filsafat Pendidikan Islam bersumber dari
ajaran Islam, yaitu Al-Quran dan Hadis yang senantiasa dijadikan sebagai
landasan bagi Filsafat Pendidikan Islam. Dengan demikian, sumber Filsafat
Pendidikan Islam adalah digali dari ajaran Islam secara keseluruhan.
4. Filsafat Pendidikan dapat membantu para
perancang dan pelaksana pendidikan dalam suatu negara atau wilayah, dalam upaya
meningkatkan kualitas pendidikan dalam rangka untuk menentukan arah dan tujuan
ke mana pendidikan beserta hasilnya akan diarahkan, sesuai dengan cita-cita
negara atau wilayah yang bersangkutan.
5. perbedaan yang mendasar antara Filsafat
Pendidikan Islam dengan Filsafat Pendidikan Barat adalah orientasinya. Filsafat
Pendidikan Islam di samping berorientasi keduniaan juga berorientasi
keakhiratan, sedangkan Filsafat Pendidikan Barat hanya berorientasi keduaniaan
dan materi saja.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman Shalih
Abdullah. Educational Theory; A Qur’anic Outlook. Mekkah al-Mukarramah: Umm
al-Qura University.
Abuddin Nata. 1997.
Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Ach.Muzakki, dkk. Ilmu
Pendidikan Islam.Surabaya: Kopertais IV Press, Edisi III.
Arieh Lewy. 1983.
International Institut for Educational, terjemah Winda Habiwono. Jakarta: Karya
Aksara.
Departemen Agama.
Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Departemen RI.
H. Ahmad Syar’I. 2005.
Filsafat Pendidikan Islam cetakan ke 1. Jakarta. Pustaka Firdaus
Supriyadi, Dedi. 2010.
Pengantar Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia
Hamdani Ihsan, Filsafat
Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2001).
Muzayyin Arifin. 2005.
Filsafat Pendidikan Islam (revisi). Jakarta: Bumi Aksara.
Omar Muhammad al-Toumy
al-Syaibany. 1979. Falsafah al-Tarbiyyah al-Islâmiyyah, terj. oleh Hasan
Langgulung, Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Suyasubrata B. 1983.
Beberapa Aspek dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Bina Aksara.
Syed Muhammad Naquib
al-Attas. 1992. The Concept of Education in Islam: A Framework for An
Philosophy of Education, terj. oleh Haidar Bagir, Konsep Pendidikan dalam
Islam. Bandung: Mizan.
Tadjab. 1994. Perbandingan
Pendidikan. Surabaya: Karya Abditama.
Tim Depag. 1984. Islam
untuk Disiplin Ilmu Pendidikan. P3AI-PTU.
Toto Suharto. 2006.
Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruz.
Zuhairin. 19991. Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
[1] Tadjab. 1994.
Perbandingan Pendidikan. Surabaya: Karya Abditama. Hal. 10.
[2]Departemen Agama.
Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Departemen RI.
[3] Zuhairin. 19991.
Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 1.
[4] Muzayyin Arifin. 2005.
Filsafat Pendidikan Islam (revisi). Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 7.
[5] Hamdani Ihsan,
Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm. 28.
[6] H. Ahmad Syar’I. 2005.
Filsafat Pendidikan Islam cetakan ke 1. Jakarta. Pustaka Firdaus. Hal. 3-4.
[7] Supriyadi, Dedi. 2010.
Pengantar Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia. Hal.28
[8]Syed Muhammad Naquib
al-Attas. 1992.The Concept of Education in Islam: A Framework for An Philosophy
of Education, terj. oleh Haidar Bagir, Konsep Pendidikan dalam Islam. Bandung:
Mizan. Hal. 67.
[9]Toto Suharto. 2006.
Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruz.
Hal. 112.
[10] Ach.Muzakki, dkk.Ilmu Pendidikan
Islam.Surabaya: Kopertais IV Press, Edisi III. Hal. 66.
[11] Suyasubrata B.1983.
Beberapa Aspek dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Bina Aksara. Hal. 26.
[12] Arieh Lewy. 1983.
International Institut for Educational, terjemah Winda Habiwono. Jakarta: Karya
Aksara. Hal. 2
[13] Tim Depag. 1984.Islam untuk Disiplin Ilmu
Pendidikan. P3AI-PTU. Hal. 157.
[14] Abuddin Nata. 1997.
Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Hal. 15.
[15] Abdul Rahman Shalih
Abdullah. Educational Theory; A Qur’anic Outlook. Mekkah al-Mukarramah: Umm
al-Qura University. Hal . 36-37.
[16] Toto Suharto. 2006.
Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruz.
Hal. 49-50
[17] Omar Muhammad
al-Toumy al-Syaibany. 1979. Falsafah al-Tarbiyyah al-Islâmiyyah, terj. oleh
Hasan Langgulung, Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang. Hal.33
[18] Toto Suharto. 2006.
Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruz.
Hal. 49-50.