MAKALAH SEJARAH DAN PETA PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

 SEJARAH DAN PETA PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

A.             Pendahuluan

Ilmu ekonomi Islam sebagai sebuah studi ilmu pengetahuan modern mucul pada tahun 1970-an, tetapi pemikiran ekonomi Islam telah muncul sejak Islam diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW. Karena dasar utama pemikiran ekonomi Islam adalah Al Quran dan Hadis maka ekonomi Isalam juga muncul bersamaan dengan diturunkannya Al Quran dan masa kehidupan Rasulullah SAW pada adab 6 M hingga awal 7 M. Setelah masa tersebut banayak muslim yang memberikan kontribusi pemikiran ekonomi yang memiliki dasar argumentasi religius serta intelektual yang didukung oleh fakta empiris.

B.            Perekonomian di Masa Rasulullah SAW (571M - 632 M)

Kehidupan di masa Rasulullah merupakan teladan yang baik bagi implementasi  Islam termasuk dalam bidang ekonomi. Pada periode kepemimpinan Rasullulah di Madinah, beliau mampu membangun masyarakat yang sejahtera dan beradab meskipun dalam sistem perekonomian masih tergolong sederhana. Prinsip yang beliau terapakan dalam pengelolaan ekonomi adalah komitmennya terhadap etika dan norma serta usaha dalam pemerataan kekayaan. Usaha ekonomi harus dilakukan secara etis dalam bingkai syariah Islam. Kegiatan ekonomi pasar cukup menonjol pada masa ini, dimana untuk menjaga mekanisme pasar tetap dalam etika dan moralitas Islam Rasulullah mendirikan Al Hisbah. Al Hisbah merupakan institusi yang bertugas sebagai pengontrol pasar (market controller).  Selain itu Rasulullah juga membentuk Baitul Maal yang berindak sebagai   pengelolaan negara, institusi ini memegang peranan penting dalam melakukan kebijakan untuk kesejahteraan rakyat.

Rasulullah mengawali pembanguna Madinah tanpa sumber dana yang pasti, sehingga beliau mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshar sehingga terjadi resdistribusi kekayaan. Kemudian beliau juga mendorong kerja sama diantara masyarakat lainnya sehingga meningkatakan produktifitas. Sumber pokok pemasukan negara adalah zakat dan ushr.

Sampai tahun ke-4 hijriah, pendapatan negara masih sangat kecil. Kekayaan pertama datang dari Banu Nadir yang melanggar perjanjian piagam Madinah. Kekayaan yang ditinggalkan kemudian dibagikan kepada Muhajirin dan Ashar yang miskin.  Tujuh kebun yang diberikan Banu Nadir dijadikan tanah shadaqah, tanah tersebut merupakan wakaf Islam pertama. Harta rampasan perang (ghanimah) juga termasuk pendapatan negara meskipun nilainya terbilang kecil jika dibandingkan biaya peperangan.

Pada tahun ke-9 hijriah zakat mulai diwajibkan. Pemanfaatannya ditentukan oleh Rasulullah yaitu hanya boleh diberikan kepada pihak yang ditentukan dalam Al Quran. Untuk orang non Muslim dipungut jizyah sebagai kontribusi penyelenggaraan negara. Sumber pendapatan lain berasal dari tebusan tawanan perang, pinjaman dari kaum muslim, khumuz atas rikaz harta karun temuan pada periode sebelum Islam, amwal fadhla (harta kaum muslim yang meninggal tanpa ahli waris), wakaf, nawawib,zakat fitrah, kaffarat maupun sedekah dari kaum muslim.

C.            Perekonomian di Masa Khulafaurrasyidin

Khulafaurrasyin adalah penerus kepemimpian Rasulullah, kebijakan perekonomiannya melanjutkan dasar yang telah dibangun Rasulullah. Khalifah pertama, Abu Bakar Siddiq (51SH – 13SH atau 537M – 634M). Beliau menemui banyak masalah terutama dalam pengumpulan zakat karena muncul orang-orang yang enggan membayar zakat. Beliau membangun Baitul Maal dan meneruskan sistem pendistriburibusian harta. Beliau lah yang mempelopori sistem penggajian aparat negara.

Khalifah kedua, Umar bin Khattab (40SH – 23H atau 584M – 644M). Beliau melakukan langkah besar dalam pengembangan sektor pertanian. Pada masa ini hokum perdangangan mengalami penyempurnaan guna menciptakan perekonomian secara sehat. Beliau juga membangun Baitul Maal yang reguler dan permanen. Selain msebagai bendahara Negara, Baitul maal juga bertugas sebagai pelaksana kebijakan fiscal dan khalifah adalah yang berkuasa penuh atas dana tersebut. Beliau juga mendirikan Diwan Islam bernama Al Diwan yang merupakan kantor untuk membayar tunjangan angkatan perang dan dana pension serta tunjangan lainnya dalam basis yang regular dan tepat. Khalifah juga menunjukan sebuah komite yang terdiri dari Nassab ternama untuk membuat laporan sensus penduduk Madinah sesuai dengan tingkat kepentingan dan kelasnya.

Khalifah yang ketiga, Usman bin Affan (47SH – 35H atau 577M – 656M). Masalah yang beliau hadapi semakin kompleks seiring semakin luasnya negara Islam. Pemasukan negara dari zakat, jizyah dan juga rampasan perang semakin besar. Balkh, Kabul, Ghazni Kerman dan Sistan ditaklukan. Tidak lama kemudian, islam mengakui empat kontrak dagang setelah negara-negara  tersebut ditaklukan, kemudian diterapakan tindakan efektif dalam rangka pengembangan sumber daya. Dibawah kepemimpinan Umar kaum Muslim mampu memenangkan peperangan laut yang hebat di Mesir. Namun biaya pemeliharaan angkatan laut sangat tinggi. Dalam masa ini komposisi masyarakat berubah dengan cepat yang menimbulkan permasalahan social politik yang memicu konflik.

Khalifah yang keempat, Ali bin Abi Thalib (23SH – 40 H atau 600M – 661M). Beliau terkenal dengan kesedehanaannya. Beliau mewarisi wilayah yang luas namun berpotensi konflik. Beliau secara sukarela menarik diri dari daftar penerima dan bantuan Baitul Maal. Upaya paling monumental yang dilakukannya adalah mencetak mata uang sendiri atas nama pemerintahan Islam.

D.            Pemikiran Ekonomi Islam

Kilasan Tokoh dan Pemikirannya

Teriminologi pemikiran ekonomi Islam mengandung dua pengertian, yaitu pemikiran ekonomi yang dikemukaan oleh para sarjana muslim dan didasarkan atas agama Islam. Pemikiran sarjana Muslim di masa berikutnya sebenaranya berusaha untuk mengembangkan konsep Islam sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi dengan bepegang pada Al Quran dan hadis.

Siddiqi membagi sejarah pemikiran ini menjadi tiga periode dengan didasarkan kronologi waktunya, yaitu :

1.      Periode Pertama atau Fondasi (Masa awal Islam 450H atau 1058M)

Pada periode ini banyak srjana Muslim yang pernah hidup bersama para sahabat rasullulah dan para tabi’in sehingga dapat memperoleh referensi ajaran Islam yang autentik.

a.       Abu Hanifa (80H – 150H atau 699M – 767M)

Abu Hanifah Al-Nu’man ibn Sabit bin Zauti, ahli hukum agama Islam yang dilahirkan di Kaufah pada 699 M semasa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan. Beliau banyak meninggalkan karya tulis. Beliau juga mengembangkan beberapa konsep ekonomi. Salah satunya salam yaitu bentuk transaksi diamana antara penjual dan pembeli sepakat apabila barang yang dibeli dikirimkan setelah dibayar tunai pada waktu kontarak yang disepakati. Kebijakan Abu Hanifah salah satunya menghilangkan ambiguitas dan perselisihan dalam masalah transaksi.

b.      Abu Yusuf (113H – 182H atau 731M – 798M)

Abu Yusuf merupakan fuqaha  pertama ayang memiliki buku yang membahas masalah ekonomi. Bukunya berjudul Al kharaj yang banyak membahas ekonomi publik. Dalam pemerintahannya, Abu yusuf menyusun kaidah fiqh yaitu Tasarruf al-Iman ‘ala Ra’iyyah Manutun bi al-Mashlahah (setiap tindakan pemerintah yang berkaitan dengan rakyat senantiasa terkait dengan kemashlahatn mereka). Beliau menekankan pentingnya sifat amanah dalam mengelola uang negara. Beliau sangat menentang pajak atas tanah pertanian dan mengusulkan penggantian sistem pajak atas tanah menjadi pajak proposional dalam pertanian. Beliau menekankan pentingnya prinsip keadilan, kewajaran dan penyesuaian terhadap kemampuan mambayar denda dalam perpajakan seta perlunya akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan Negara. Beliau juga mengkaji bagaiamana mekanisme haraga bekerja dalam pasar, control harga serta apakah pengaruh berbagai perpajakan terhadapnya.

c.       Muhammad bin Al-Hasan Al-Shaybani (123-189H.750-804M)

Muhammad bin Al-Hasan Al-Shaybani menulis beberapa buku, diantaranya Kitab al-Iktisab fiil Rizq al-Mustahab (Book in Earning a Clean Living) dan Kitab al Asl. Buku yang pertama banyak membahas berbagai aturan Syariat tentang ijarah, tijarah, ziarah dan sinaah. Buku yang kedua membahas berbagai bentuk transaksi/kerja sama usaha dalam bisnis, misalnya salam (prepaid order), sharikah (partnership) dan mudharabah.

d.      Abu Ubayd Al-Qasim Ibn Sallam (w. 224H/838M)

Abu Ubayd Al-Qasim Ibn Sallam pernah menulis buku yang berjudul Al-Amwal  yang membahas tentang keuangan public/ kebijakan fiscal secara komprehensif. Di dalamnya dibahas secara mendalam tentang hak dan kewajiban Negara, pengumpulan dan penyaluran zakat, khums, kharaj, fay, dan berbagai sumber penerimaan Negara lainnya.

e.       Harith bin Asad Al-Muhasibi (w. 243 H/859 M)

Harith bin Asad Al-Muhasibi menulis buku yang berjudul Al-Makasib yang membahas cara-cara memperoleh pendapatan  sebagai mata pencaharian melalui perdagangan, industry dan kegiatan ekonomi produktif lainnya.

f.       Ibn Miskwaih (w. 421H/1030 M)

Ibn Miskwaih banyak berpendapat tentang pertukaran barang dan jasa serta peranan uang. Menurutnya, manusia adalah makhluk social yang saling membutuhkan satu sama lainnya untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa. Karenanya, manusia akan melakukan pertukaran barang dan jasa dengan kompensasi yang pas (reward, al-mukafat al-munasibah). Dalam melakukan pertukaran uang akan berperan sebagai alat penilai dan penyeimbang (al-muqawwim al0musawwi baynahuma) dalam pertukaran, sehingga dapat tercipta keadilan.

g.       Mawardi (w. 450 H/1058 M)

Buku Mawardi yang pertama berjudul Al-Ahkam al-SultoniyyahI, banyak membahas tentang pemerintah dan administrasi, berisi tentang: kewajiban pemerintah, penerimaan dan pengeluaran Negara, tanah (Negara dan masyarakat), hak prerogratif negara untuk mengibahkan tanah, kewajiban Negara untuk mengawasi pasar dll. Buku yang kedua berjudul Adab al-Din wa’l Dunya yang membahas tentang perilaku ekonomi muslim secara individual. Buku tersebut menyampaikan ajaran-ajaran tasawuf tentang budi luhur individu dalam perekonomian yang meliputi empat mata pencaharian utama, yaitu : pertanian, peternakan, perdagangan dan industri.

2.      Periode kedua (450-850H/1058-1446M)

Pemikiran ekonomi pada masa ini banyak dilatar belakangi oleh menjamurnya korupsi dan dekadensi moral, serta melebarnya kesenjangan antara golongan miskin dan kaya, meskipun secara umum kondisi perekonomian masyarakat Islam berada dalam taraf kemakmuran. Terdapat pemikiran-pemikiran besar yang karyanya banyak dijadikan rujukan hingga kini:

a.       Al-Ghazali (451-505 H / 1055-1111M)

Dalam pandangan Al-Ghazali, kegiatan ekonomi merupakan amal kebijakan yang dianjurkan oleh Islam. Kegiatan ekonomi harus ditujukan mencapai masalah untuk memperkuat sifat kebijaksanaan, kesederhanaan dan keteguhan hati manusia. Al-Ghazali membagi manusia dalam tiga kategori, yaitu: pertama, orang yang kegiatan hidupnya sedemikian rupa sehingga melupakan tujuan-tujuan akhirat, golongan ini akan celaka, kedua, orang yang akan mementingkan tujuan akhirat daripada tujuan duniawi, golongan ini akan beruntung, ketiga, golongan pertengajan/kebanyakan orang, yaitu mereka yang kegiatan duniawi sejalan dengan tujuan-tujuan akhirat.

Al-Ghazali juga banyak menyoroti kegiatan-kegiatan bisnis yang dilarang atau diperbolehkan dalam pandangan Islam. Riba merupakan praktik penyalah gunaan fungsi uang dan berbahaya, sebagaimana juga menimbun barang-barang pokok untuk kepentingan individual. Ia juga menganggap korupsi dan penindasan merupakan faktor yang dapat menyebabkan penurunan ekonomi, karenanya pemerintah harus memberantasnya.

b.      Ibn Taimiyah (661-726H/1263-1328 M)

Ibn Taimiyah banyak membahas tentang problema ekonomi yang dihadapi saat itu, baik dalam tinjauan social maupun hukum (fiqh) Islam. Ibn Taimiyah telah membahas pentingnya suatu persaiangan dalam pasar yang bebas (free market), peranan “market supervisor” dan lingkup dari peranan Negara. Negara harus mengimplementasikan aturan main yang Islami, sehingga produsen, pedagang, dan para agen ekonomi lainnya dapat melakukan transaksi secara jujur dan fair. Negara harus menjamin pasar berjalan secara bebas dan terhindar dari praktik-praktik pemaksaan, manipulasi dan eksploitasi yang memanfaatkan kelemahan pasar sehingga persaingan dapat berjalan dengan sehat.

Banyak aspek mikro ekonomi yang dikaji oelh Ibn Taimiyah. Misalnya tentang beban pajak tidak langsung yang dapat digeserkan oleh penjual (yang seharusnya membayar pajak ini) kepada pembeli dalam bentuk harga beli yang lebih tinggi.

c.       Ibn khaldun (732-808 H/1332-1404 M)

Ibn khaldun merupakan ekonomi muslin yang terbesar, karena sedemikian cemerlang dan luas bahasanya tentang ekonomi. Dalam bukunya Ibn khaldun memberikan bahasa yang luas terhadap teori nilai, pembagian kerja dan perdagangan internasional, hokum permintaan dan penawaran, konsumsi, produksi, uangm siklus perdagangan, keuangan public dan beberapa bahasan makro ekonomi lainnya.

Ibn khaldun sangat menekankan pentingnya suatu sistem pasar yang bebas. Ia menentang intervensi Negara terhadap masalah ekonomi dan percaya akan efisiensi system pasar bebas. Analisis Ibn khaldun dalam teori perdagangan internasional dan hubungan harga internasional juga sangat cemerlang. Ia menghubungkan perbedaan tingkat harga antar negara dengan ketersediaan faktor-faktor produksi, sebagaimana dalam teori perdagangan internasional modern. Penduduk merupakan faktor penting yang mendorong akan terjadi perdagangan internasional.

d.      Nasiruddin Tusi (w. 485H/1093 M)

Nasiruddin Tusi adalah ilmuwan muslin berpengetahuan lengkap. Ia dikenal sebagai ahli dalam bidang astronomi, astrologi, matematika, dan dalam bidang ilmu sosial. Tusi menyebut ekonomi sebagai political economy, sebagaimana terungkap dalam kata, siyasah –e-mudun  yang ia gunakan . kata ini berasal dari dua kata bahasa arab, yaitu siyasah (politik) dan mudun (kota dan stuktur perekonomiannya). Tusi sangat menekankan pentingnya tabungan dan mengutuk konsumsi yang berlebihan serta pengeluaran-pengeluaran untuk aset-aset yang tidak produktif.

3.      Periode ketiga (850-1350 H/1446-1932 M)

Dalam periode ketiga ini kejayaan pemikiran dan juga dalam bidang lainnya, dari umat Islam sebenarnya telah mengalami penurunan. Namun demikian, terdapat beberapa pemikiran ekonomi yang berbobot selama dua ratus tahun terakhir, sebagaimana tampak dalam karya dari:

a.       Shah Waliullah (1114-1176 H/1703-1762 M)

Dalam bukunya yang berjudul Hujjatullah al-Baligha, ia banyak menjelaskan tentang rasionalitas dari aturan-aturan syariat bagi perilaku manusia dan pembangunan masyarakat. Menurutnya, manusia secara alamiah adalah makhluk social sehingga harus melakukan kerja sama antara satu orang dengan orang yang lainnya. Kerjasama ini misalnya seperti pertukaran barang dan jasa, kerjasama usaha (mudharabah, musyarakah), kerjasama pengelolaan pertanian dan lain-lain. Islam melarang hal yang dapat merusak semangat kerjasama ini, seperti riba dan perjudian. Kedua kegiatan ini mendasarkan pada transaksi yang tidak adil, eksploitatif, mengandung ketidakpastian yang tinggi, berisiko tinggi.

b.      Muhammad Iqbal (1289-1356 H/1873-1938 M)

Dalam karyanya, puisi dari Timur, ia menunjukkan tanggapan Islam terhadap kapitalisme Barat dan reaksi ekstrem dari komunisme. Iqbal mengalisis dengan tajam kelemahan kapitalisme dan komunisme dan menampilkan suatu pemikiran’poros tengah’ yang dibuka oleh Islam. Semangat kapitalisme, yaitu memupuk capital/materi sebagai dasar sistem ini, bertentangan dengan semangat Islam. Demikian pula semangat komunisme yang banyak melakukan paksaan kepada masyarakat juga bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Keadilan sosial merupakan aspek yang mendapat perhatian besar dari Iqbal, dan ia menyatakan bahwa Negara memiliki tugas yang besar untuk mewujudkan keadilan sosial ini. Zakat, yang hukumnya wajib dalam Islam, dipandang memiliki posisi yang strategis bagi penciptaan masyarakat yang adil.

4.      Periode kontemporer (1930 – sekarang)

Era tahun 1930-an merupakan masa kebangkitan kembali intelektualitas di dunia Islam. Kemerdekaan Negara-negara Muslim dari kolonialisme Barat turut mendorong semangat para sarjana muslim dalam mengembangkan pemikirannya. Khursid (1985) membagi perkembangan perekonomian ekonomi Islam kontemporer menjadi empat fase.

1)        Fase Pertama

Pada pertengahan 1930-an  banyak muncul analisis–analisis  masalah ekonomi sosial dari sudut syariah Islam  sebagai wujud kepedulian teradap dunia Islam yang secara umum dikuasai oleh negara-negara Barat.  Meskipun kebanyakan analisis ini berasal dari para ulama  yang tidak memiliki pendidikan formal  bidang ekonomi, namun  langkah mereka telah membuka kesadaran baru tentang perlunya perhatian yang serius terhadap masalah sosial ekonomi.

2)        Fase Kedua

Pada  sekitar tahun 1970-an  banyak ekonom muslim yang berjuang keras mengembangkan aspek tertentu dari ilmu ekonomi Islam, terutama dari sisi moneter.  Mereka banyak mengetengahkan pembahasan tentang bunga dan riba dan mulai menawarkan alternatif pengganti bunga.  Kerangka kerja suatu perbankan yang bebas  bunga mendapat bahasan yang komperehensif. Berbagai pertemuan internasional untuk pembahasan ekonomi Islam diselenggarakan untuk mempercepat akselerasi pengembangan dan memperdalam cakupan bahasan ekonomi Islam.  Konferensi internasional pertama diadakan di Mekkah, Saudi Arabia pada tahun 1976, disusul  Konferensi Internasional tentang Islam dan Tata Ekonomi Internasional Baru di London, Inggris pada tahun 1977, dua seminar Ilmu Ekonomi Fiskal dan Moneter Islam di Mekkah (1978) dan di Islamabad, Pakistan (1981), Konferensi tentang  Perbankan Islam dan Strategi Kerjasama Ekonomi di Baden-baden Jerman Barat (1982), serta  Konferensi Internasional Kedua tentang  Ekonomi Islam di Islamabad (1983).  Pertemuan yang terakhir  ini secara rutin tetap berlangsung (2001) dengan tuan rumah negara-negara Islam.  Sejak itu banyak karya tulis  yang dihasilkan dalam  wujud makalah, jurnal ilmiah hingga buku.

3)        Fase Ketiga

Perkembangan  pemikiran ekonomi Islam selama satu setengah dekade terakhir menandai fase ketiga di mana banyak berisi  upaya-upaya praktikal-operasional  bagi realisasi  perbankan tanpa bunga, baik di sektor publik maupun swasta.  Bank-bank tanpa bunga banyak didirikan, baik di negara-negara muslim maupun di negara-negara non muslim, misalnya  di Eropa dan Amerika. Dengan berbagai kelemahan dan kekurangan atas konsep bank tanpa bunga  yang digagas oleh para ekonom muslim dan karenanya terus disempurnakan langkah ini menunjukkan kekuatan riil dan keniscayaan dari sebuah teori keuangan tanpa bunga.

4)        Fase Keempat

Pada saat ini perkembangan ekonomi Islam sedang menuju kepada sebuah pembahasan yang lebih integral dan komperehensif terhadap teori dan praktek ekonomi Islam. Adanya berbagai keguncangan dalam sistem ekonomi konvensional, yaitu kapitalisme dan sosialisme, menjadi sebuah tantangan sekaligus peluang bagi implementasi ekonomi Islam. Dari sisi teori dan konsep yang terpenting adalah  membangun sebuah kerangka ilmu ekonomi yang menyeluruh dan menyatu, baik dari aspek mikro maupun makro ekonomi. Berbagai metode ilmiah yang baku banyak diaplikasikan di sini. Dari sisi praktikal adalah bagaimana  kinerja lembaga ekonomi yang telah ada (misalnya bank tanpa bunga) dapat berjalan baik dengan menunjukkan segala keunggulannya, serta perlunya upaya yang berkesinambungan untuk mengaplikasikan  teori ekonomi Islam.  Hal-hal inilah yang banyak menjadi perhatian dari para ekonom muslim saat ini.


Artikel Terkait