Pengertian Psikologi Sosial
Pengertian Psikologi Sosial Psikologi sosial
juga merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang baru saja timbul dalam
masyarakat modern. Adapun psikologi sosial merupakan ilmu pengetahuan baru yang
sebenarnya mulai dipelajari dan digunakan secara intensif sesudah tahun 1930 di
Amerika Serikat dan di negara lain.
Dalam
upaya untuk lebih memahami psikologi sosial secara komperehensif, maka perlu
dikemukakan beberapa pengertian psikologi sosial. Berikut pengertian psikologi
sosial menurut beberapa tokoh:
a. Psikologi sosial adalah cabang dari ilmu
pengetahuan psikologi.
b. Baron dan Byrne (2004), psikologi sosial adalah
cabang psikologi yang berupaya
untuk memahami dan menjelaskan cara berpikir, berperasaan, dan berperilaku
individu yang dipengaruhi oleh kehadiran orang lain. Kehadiran orang lain itu
dapat dirasakan secara langsung, diimajinasikan, ataupun diimplikasikan.
c. Myers (2002), psikologi sosial adalah cabang
ilmu psikologi yang mempelajari secara menyeluruh tentang hakikat dan
sebab-sebab perilaku individu dalam lingkungan sosial.
d. Sherif dan Musfer (1956), psikologi sosial
adalah ilmu tentang pengalaman dan perilaku individu dalam kaitannya dengan
situasi stimulus sosial. Dalam definisi ini, stimulus sosial diartikan bukan
hanya manusia, tetapi juga benda-benda dan hal-hal lain yang diberi makna
sosial.
e. Dalam wacana yang lebih umum, psikologi sosial
adalah merupakan suatu studi ilmiah tentang cara-cara berperilaku individu yang
dipengaruhi sekaligus mempengaruhi perilaku orang lain dalam konteks sosial.
Jadi, psikologi sosial ialah cabang ilmu
psikologi yang mempelajari tentang hakikat dan bagaimana cara menjelaskan,
berfikir dan bagaimana berperilaku yang kaitannya dengan stimulus sosial.
Psikologi sosial sebagai salah satu cabang
psikologi yang paling penting memiliki beberapa tujuan keilmuan. Beberapa
tujuan keilmuan dari psikologi sosial itu adalah untuk memahami, menjelaskan,
meramalkan, memodifikasi, dan memecahkan masalah terkait dengan cara berpikir,
berperasaan, dan berperilaku individu yang dipengaruhi oleh kehadiran orang
lain.
Apabila ditinjau dari sudut kajian dan
pengembangan konsep-konsepnya, psikologi sosial merupakan perpaduan dari
disiplin sosiologi (Stephan dan Stephan, 1990). Selain ilmu psikologi dan ilmu
sosiologi, psikologi sosial juga banyak menerima masukan konsep-konsep,
teori-teori, dan hasil-hasil penelitian dari ilmu sosial yang lain, ini berasal
dari ilmu antropologi budaya. Sejarah Perkembangan Psikologi Sosial Disiplin
psikologi sosial yang belum tertata secara mapan sebagai ilmu empiris
tersendiri seperti sekarang ini sudah ada sejak zaman Yunani klasik sebagai
bagian dari kajian disiplin ilmu filsafat.
Tokoh-tokoh filsafat Yunani klasik yang dapat
dikategorikan sebagai pemikir metafisika rasional psikologi sosial adalah Plato
dan Aristotles. Perkembangan lanjutan psikologi sosial dapat ditemui pada
pemikir filsuf Prancis dan bapak ilmu sosiologi Auguste Comte yang hidup pada
abad kesembilan belas Masehi (Cooper, 1996). Auguste Comte juga dapat dipandang
sebagai salah satu peletak dasar perkembangan psikologi sosial empiris yang
lahir pada abad kedua puluh Masehi.
Sebagai ilmu empiris yang berdiri sendiri,
kelahiran psikologi sosial ditandai dengan dipublikasikannya dua buku psikologi
sosial yaitu Introduction to Social Psychology (Pengantar Psikologi Sosial)
yang ditulis oleh pakar ilmu psikologi William McDougall pada tahun 1908 dan
Social Psychology (Psikologi Sosial) yang ditulis oleh pakar ilmu sosiologi A.
Ross pada tahun yang sama (Stephan dan Stephan, 1990). Selain itu, pada tahun
1924. Floyd Allport (dalam Baron dan Byrne, 2004) menulis sebuah buku yang
berjudul Social Psychology.
Dalam
buku ini Floyd Allport memberikan deskripsi tentang topik-topik penelitian yang
berhubungan dengan perilaku sosial, yaitu topik konformitas sosial, topik
kemampuan individu dalam memahami emosi orang lain, dan topik pengaruh audiens
terhadap kinerja penyelesaian tugas.
(Sadava,
1997). Pada periode 1960-an, para pakar psikologi sosial mulai mengarah
perhatiannya pada topik persepsi sosial, agresi, kemenarikan dan cinta,
pengambilan keputusan dalamkelompok, dan membantu orang lain yang membutuhkan.
Pada periode 1970-an pakar psikologi sosial mengembangkan topik-topik baru
berhubungan dengan perilaku diskriminasi jenis kelamin, proses atribusi, dan
perilaku lingkungan.
Pada periode 1990-an para pakar psikologi
sosial mulai mengembangkan secara lebih nyata aspek terapan teori-teori
psikologi sosial seperti bidang kesehatan, bidang media, proses hukum dan
perilaku organisasi. Gejala Psikologi Sosial Gejala-gejala perilaku sosial
merupakan hasil dari proses belajar berdasar pada sistem stimulus dan respon.
Untuk sekedar memperoleh bayangan mengenai
hal-hal yang dipelajari dalam ilmu jiwa sosial, berikut adalah beberapa pokok
yang akan kita bahas, diantaranya:
1.hubungan antar manusia
2.kehidupan
manusia dalam kelompok
3.sifat-sifat
dan struktur dalam kelompok
4.pembentukan
norma sosial
5.peranan kelompk dalam perkembangan individu
6.kepemimpinan
(leadrship)
7.dinamika
sosial
8.sikap
(attitude) sosial
9.perubahan
sikap (attitude) sosial
10.psikologi
anak-anak jahat dan lain-lain
Ruang
Lingkup dan Kajian Sosial Psikologi Sosial yang menjadi objek studinya adalah
segala tingkah laku yang timbul dalam konteks sosial atau lingkungan sosialnya.
Oleh karenanya masalah pokok yang dipelajari adalah pengaruh sosial atau
perangsang sosial. Hal ini terjadi karena pengaruh sosial inilah yang
mempengaruhi tinghkah laku individu.
Berdasarkan inilah psikologi sosial membatasi
diri dengan mempelajari dan menyelidiki tingkah laku individu dalam hubungannya
dengan situasiperangsang sosial. Objek pembahasan dari psikologi sosial
tidaklah berbeda dengan psikologi secara umumnya. Hal ini bisa dipahami karena
psikologi sosial adalah salah satu cabang ilmu dari psikologi.
Bila objek pembahasan psikologi adalah manusia
dan kegiatannya, maka psikologi sosial adalah kegiatan-kegiatan sisoalnya.
Masalah yang dikupas dalam psikologi umum adalah gejala-gejala jiwa seprerti
perasaan, kemauan, dan berfikir yang terlepas dari alam sekitar. Sedangkan
dalam psikologi sosial masalah yang dikupas adalah manusia sebagai anggota
masyarakat, seperti hubungan individu dengan individu yang lain dalam
kelompoknya. Psikologi sosial dalam membicarakan objek pembahsannya dapat pula
bersamaan dengana sosiologi. Masalah-masalah sosial yang dibicarakan dalam
sosiologi adalah kelompok-kelompok manusia dalam satui kesatuan seperti
macam-macam kelompok, perubahan-perubahannya, dan macam-macam kepemimpinannya.
Sedangakan dalam psikologi sosial adalah
meninjau hubungan individu yang satu dengan yang lainnya seperti bagaimana
pengaruh terhadap pimpinan, pengaruh terhadap anggota, pengaruh terhadap
kelompok lainnya.
Teori-teori Psikologi Sosial Secara umun dapat
dikemukakan teori merupakan penjelasan lengkap tentang gejala-gejala (Baron
& Byrne, 2004; Myers, 2002). Dalam disiplin psikologi sosial, fungsi teori
adlah untuk menjelaskan gejala-gejala psikolgis dan perilaku individu dalam
konteks saling berpengaruh dengan dunia sosial. Berikut adalah teori-teori
kontemporer dalam psikologi sosial.
1. Teori
Behavioristik Perspektif teori behavioristik sangat menekankan pada cara individu sebagai organisme
membuat respons terhadap stimulus lingkungan melalui proses belajar. Dalam
teori ini hubungan yang terjadi antara stimulus dan respon merupakan paradigma
yang utama.
Menurut John
B. Watson, seorang tokoh pendiri aliran psikologi behavioristik bahwa
status ilmiah ilmu psikologi manusia menjadi lebih terjamin apabila
aktivitas-aktivitas ilmiahnya dilakukan oleh prosedur eksperimen seperti pada
penelitian psikologi binatang. Para kritikus perspektif behavioristik menyebut
perspektif ini sebagai pendekatan “kotak hitam dalam psikologi”.
Dalam hal ini stimulus masuk ke dalam “kotak
hitam” hanya sekedar untuk mengeluarkan respons tertentu yang sudah dipastikan
wujudnya. Para behavioristik tradisional memiliki pendapat bahwa proses
psikologis internal.
2. Teori
Belajar Sosial Akar perspektif teori belajar sosial (Social Learning Theory) adalah teori-teori yang telah dikembangkan oleh
para penganut psikologi behavioristik. Para pakar teori belajar sosial, seperti
Albert Bandura (dalam Baron dan Byrne, 2004) mengemukakan bahwa perilaku sosial
individu dipelajari dengan melakukannya dan secara langsung mengalami
konsekuensi-konsekuensi dari perilaku sosial itu. Selain itu, individu juga
mempelajari perilaku baru melalui pengamatan terhadap perilaku orang lain
(Observational Learnig).
3. Teori
Gestalt dan Kognitif Para ahli psikologi gestalt dan kognitif memandang organisme sebagai agen yang aktif
dalam menerima, memanfaatkan, memanipulasi, dan menstranformasi informasi yang
diperolehnya. Dan mereka berpendapat bahwa manusia adalh organisme yang
memiliki kemampuan berpikir, merencanakan, memecahkan masalah, dan membuat
keputusan. Dalam perspektif gestalt dan kognitif, kognisi adalah istilah yang
mengacu pada proses mental yang memiliki fungsi menstranformasikan semua
masukan (input) sensorik ke dalam struktur yang bermakna. Para pakar psikologi
gestalt dan kognitif memiliki keyakinan bahwa pikiran merupakan faktor utama
terjadinya suatu perilaku dimana manusia sebagai makhluk yang mampu mengambil
keputusan secara rasional berdasarkan pada pemrosesan informasi yang telah
tersedia.
4. Teori
Lapangan Pendiri teori lapangan (field theory) adalah Kurt Lewin (1890-1947). Pemikiran teori lapangan berbasis pada konsep
lapangan atau ruang hidup (life space). Kurt
Lewin mengemukakan bahwa segenap
peristiwa perilaku, seperti bermimpi, berkeinginan atau bertindak, merupakan
fungsi dari ruang hidupnya (Hergenhahn, 2000).
Dalam formula yang lebih matematis, pemikiran
beliau dapat dirumuskan ke dalam rumusan berikut: b (behavior / perilaku), p
(person / oramg) dan e (enviroment / lingkungan). Dalam formula itu terkandung
suatu pengertian bahwa perilaku manusia, termasuk perilaku sosialnya, merupakan
hasil dari interaksi dari karakteristik kepribadian individu dan lingkungannya.
Perilaku manusia merupakan hasil tidak terpishkan kedua unsur itu.
5. Teori
Pertukaran Sosial Teori pertukaran sosial (social exchange theory) juga merupakan perkembangan lanjut perspektif
teori behavioristik. Prinsip belajar teori behavioristik berdasarkan prinsip
ganjaran (reward) dan hukuman (punishment) yang diintegrasikan bersama
prinsip-prinsip teori ekonomi klasik, salah satu tokoh teori pertukaran sosial
adalah George Homan (Stephan dan Stephan, 1990). Menurut teori pertukaran
sosial, individu memasuki dan mempertahankan suatu hubungan sosial dengan orang
lain karena ia merassa mendapat banyak keuntungan-keuntungan berupa ganjaran
dari hubungan itu.
6. Interaksionisme
Simbolik Perspektif teori ini
dalam psikologi sosial dan sosiologi banyak mendapat pengaruh dari pakar-pakar
filsafat pragmatisme Anglo Saxon. Dua orang di antara pakar-pakar filsafat
pragmatisme Anglo Saxon itu adalah William Jaames (1842-1910) dan John Dewey
(1859-1952). Di dalam teori Interaksionisme Simbolik terdapat dua jenis aliran
yaitu aliran Chicago dan Iowa. Aliran chicago lebih menekankan metode penelitian
kualitatif dalam penelitian psikologi sosial dan sosiologi, sedangkan aliran Iowa lebih menekankan pada metode penelitian
kuantitatif (Stephan & Stephan, 1990).
Terdapat tiga ciri utama perspektif teori
interaksionisme simbolik (Zanden, 1984), yaitu:
·
Tindakan
manusia terhadap sesuatu itu didasari oleh makna sesuatu itu bagi mereka.
·
Makna
dari sesuatu itu merupakan hasil dari suatu interaksi sosial.
·
Makna itu
terbentuk dan termodifikasi berdasar pada proses intrepretif yang dilakukan
oleh individu dalam berinteraksi dengan orang lain.
Teori interaksionisme simbolik mengemukakan
bahwa manusia bahwa manusia adalah entitas sosial yang hidup dalam suatu
kelompok. Berdasarkan pada informasi yang diperoleh dari proses komunikasi sosial
dan pewarisan nilai, maka individu-individu sebagai bagian dari suatu
masyarakat mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial budayanya dalam
upaya mencapai tujuan bersama.
7. Etnometodologi
Istilah ini biasanya
digunakan oleh para ahli antropologi berkenaan dengan metode untuk menganalisis
keyakinan-keyakinan dan praktik-praktik hidup yang dilakukan oleh orang-orang
asli di daerah tertentu (Zanden, 1984). Dalam makna yang bersifat literer,
etnometologi berarti prosedur yang digunakan orang dalam usaha membuat
kehidupan sosial dan masyarakat menjadi lebih dapat dipahami dan memungkinkan
untuk diteliti. Fokus utama etnometodologi adalah mengkaji aktivitas praktis
hidup sehari-hari orang yang secara etnis hidup dalam wilayah geografis dan
kebudayaan tertentu, termasuk perilaku sosial.
Berbeda dari interaksi simbolik yang lebih
mementingkan interaksi antarindividu, perspekti etnometodologi memiliki fokus
pada metode yang menggambarkan cara individu mengkonstruksi interaksi dan citra
hidup sosial yang mempengaruhi kehidupan sosial.
Teori
Peran Peran adalah sekumpulan norma
yang mengatur individu-individu yang brada daalam suatu posisi atau fungsi
sosial tertentu memiliki keharusan untuk berperilaku tertentu (Myers, 2002).
Teori peran (role theory) memberi penelaah terhadap perilaku sosial dengan
penekanan pada konteks status, fungsi, dan posisi sosial yang terdapat dalam
masyarakat. Perilaku sosial seseorang dalam sebuah kelompok merupakan hasil
aktualisasi dari suatu peran tertentu. Peran terdiri atas harapan-harapan yang
melekat pada ciri-ciri perilaku tertentu yang seharusnya dilaksanakan oleh
seseorang yang menduduki posisi atau status sosial tertentu di masyarakat.
Posisi sosial yang menunjukkan peran tertentu misa