BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Hirschsprung atau mega
kolon kongenital merupakan penyakit yang menyebabkan gangguan pada saluran
pencernaan, tepatnya pada usus besar. Hirschsprung atau mega kolon
congenital juga dikatakan sebagai suatu
kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari
pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan
tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, spinkter rektum
tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan,
kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak ada
ganglion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat
menyebabkan dilatasi usus proksimal. Penyakit hirschprung atau mega kolon
congenital dapat terjadi pada semua usia, namun yang paling sering pada neonatus.
Pasien dengan penyakit
Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada tahun 1691,
tetapi yang baru mempublikasikan serta mendeskripsikan mega colon congenital
pada tahun 1863 adalah Harald Hirschsprung. Namun, pada saat itu patofisiologi
terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana
Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan
ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi
ganglion. Penyakit hirschprung terjadi pada 1/5000 kelahiran hidup. Insidensi
hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1
diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan
tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400
bayi dengan penyakit hirschsprung. Insidens keseluruhan dari penyakit
Hirschsprung 1: 5000 kelahiran hidup. laki-laki lebih banyak diserang
dibandingkan perempuan dengan perbandingan 4:1. Biasanya, penyakit Hirschsprung
terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir 3kg dan jarang pada bayi prematur.
Penyakit ini mungkin disertai dengan cacat bawaan dan termasuk sindrom down,
sindrom waardenburg serta kelainan kardiovaskuler.
Penyakit ini ditemukan
tanda dan gejala yaitu adanya kegagalan mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48
jam setelah lahir, muntah berwarna hijau dan konstipasi. faktor penyebab
penyakit Hirschsprung diduga dapat terjadi karena faktor genetik dan faktor
lingkungan.
Oleh karena itu,
penyakit Hirschsprung sudah dapat dideteksi melalui pemeriksaan yang dilakukan
seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema, rectal biopsi, rectum, manometri
anorektal dan melalui penatalaksanaan dan teraupetik yaitu dengan pembedahan
dan colostomi.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apakah definisi dari hirschprung?
2. Ada berapa klasifikasi
hirschprung?
3. Apa etiologi hirschprung?
4. Bagaimana patofisiologi
hirschprung?
5. Bagaimana manifestasi klinis
hirschprung?
6. Apa saja pemeriksaan medis
hirschprung?
7. Bagaimana penatalaksanaan
hirschprung?
8. Bagaimana asuhan keperawatan
hirschprung?
C. TUJUAN
1. Untuk
mengetahui definisi dari hirschprung.
2. Untuk
mengetahui klasifikasi hirschprung.
3. Untuk
mengetahui etiologi hirschprung.
4. Untuk
mengetahui patofisiologi hirschprung.
5. Untuk
mengetahui manifestasi klinis hirschprung.
6. Untuk
mengetahuipemeriksaan medis hirschprung.
7. Untuk
mengetahui penatalaksanaan hirschprung.
8. Untuk
mengetahui asuhan keperawatan hirschprung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI HIRSCHPRUNG
Hirschsprung (megakolon/aganglionic congenital)
adalah anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena
ketidakadekuatan motilitas sebagian usus (Wong,1996).
Penyakit Hisprung (Hirschprung) adalah kelainan
bawaan penyebab gangguan pasaseusus (Ariff Mansjoer, dkk. 2000).
Hirschprung adalah kelainan bawaan berupa obstruksi
usus akibat dari tidak adanyasel-sel ganglion parasimpatik pada dinding saluran
intestinal lapisan submukosa, dan biasaterjadi pada calon bagian distal (Fitri
Purwanto, 2001).
Hirschprung merupakan suatu kelainan bawaan berupa
aganglionosis usus yang dimulai dari sfingter ani internal ke arah proksimal
dengan panjang bervariasi dan termasuk anussampai rektum. Juga dikatakan
sebagai kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya selganglion parasimpatis
dari pleksus auerbact di kolon (A. Aziz Alimul Hidayat,2006).
B. KLASIFIKASI HIRSCHPRUNG
Menurut staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI
(1996). Hirschsprungdibedakan sesuai dengan panjang segmen yang terkena,
hirschsprung dibedakanmenjadi dua tipe berikut :
1. Segmen
Pendek
Segmen pendek aganglionisis mulai dari anus sampai
sigmoid,terjadi padasekitar 70% kasus penyakit Hirschsprung dan tipe ini lebih
sering ditemukanpada laki-laki dibandingkan anak perempuan. Pada tipe segmen
pendek yangumum, insidennya 5 kali lebih besar pada laki-laki dibandingkan
wanita dan kesempatan
saudara laki-laki dari penderita anak untuk mengalami penyakit ini adalah 1 dari 20 (Sacharin,
1986)
2. Segmen Panjang
Daerah aganglionisis dapat melebihi sigmoid, bahkan
kadang dapat mengenaiseluruh kolon atau sampai usus halus. Laki-laki dan
perempuan memiliki peluang
yang sama, terjadi pada 1 dari 10 kasus tanpa membedakan jenis kelamin (Staf Pengajar Ilmu
Kesehatan Anak FKUI, 1996: Sacharin, 1986).
C. ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan
Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus kearah
proksimal, 70 % terbatas didaerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan
sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus dan pilorus.
Adapun yang menjadi penyebab hirschsprung atau mega
kolon kongenital adalah diduga karena terjadi faktor genetik dan lingkungan
sering terjadi pada anak dengan Down syndrome, kegagalan sel neural pada masa
embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan
submukosa pada dinding plexus.
Dalam keadaan normal bahan makanan yang dicerna bisa
berjalan disepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang
melapisi usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan peristaltiik). Kontraksi
dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut ganglion yang terletak dibawah
lapisan otot.
Sedangkan menurut (Amiel, 2001) penyebab hisprung
tidak diketahui, tetapi adahubungan dengan kondisi genetic Mutasi pada Ret
proto-onkogen telah dikaitkan denganneoplasia endokrin 2A atau 2B pada penyakit
Hirschsprung familiar (Edery, 1994). Gen lainyang berhubungan dengan penyakit
Hirschsprung termasuk sel neurotrofik glial yangditurunkan dari factor gen,
dari factor gen endhotelin-B, dan gen endothelin -3 (Marches, 2008).Penyakit
Hirschprung juga terkait dengan Down syndrome, sekitar 5-15% dari pasien
denganpenyakit Hirschprung juga memiliki trisomi 21 (Rogers, 2001).
D. PATOFISIOLOGI
Istilah congenital agang lionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan
primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal.
Segmen aganglionik hampir selalu ada dalam rektum dan bagian proksimal pada
usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan
tenaga pendorong (peristaltik) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta
spinkter rektum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses
secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada
saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon.
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol
kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen
aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya
bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan
menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar.
PATHWAY
E.
MANIFESTASI
KLINIS
Gejala dan tanda dapat bermacam-macam berdasarkan keparahan dari kondisi
kadang-kadang mereka muncul segera setelah bayi lahir. Pada saat yang lain
mereka mungkin saja tidak tampak sampai bayi tumbuh menjadi remaja ataupun
dewasa.
Ø Pada
kelahiran baru tanda dapat mencakup :
·
Kegagalan dalam dalam mengeluarkan feses dalam hari
pertama atau kedua kelahiran.
·
Muntah : mencakup muntahan cairan hijau disebut
bile-cairan pencernaan yang diproduksi di hati.
·
Konstipasi atau gas.
·
Diare
Ø Pada
anak-anak yang lebih tua, tanda dapat mencakup :
·
Perut yang buncit
·
Peningkatan berat badan yang sedikit
·
Masalah dalam penyerapan nutrisi, yang mengarah
penurunan berat badan, diare atau keduanyadan penundaan atau pertumbuhan yang
lambat
·
Infeksi kolon, khususnya anak yang baru lahir atau
yang masih muda, yang dapat mencakup enterocolitis, infeksi serius dengan
diare, demam dan muntah dan kadang-kadang dilatasi kolon yang berbahaya. Pada
anak-anak yang lebih tua atau dewasa, gejala dapat mencakup konstipasi dan
nilai rendah dari sel darah merah (anemia) karena darah hilang dalam feses.
F.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1.
Pemeriksaan Laboratorium
a)
Kimia darah : Pada kebanyakan pasien
temuan elektrolit dan panel renal biasanya dalam batas normal. Anak dengan
diare memiliki hasil yang sesuai dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini dapat
membantu mengarahkan pada penatalaksanaan cairan dan elektrolit.
b)
Darah rutin : Pemeriksaan ini dilakukan
untuk mengetahui hematokrit dan platelet preoperatiof.
c)
Profil koagulasi : Pemeriksaan ini
dilakukan untuk memastikan tidak ada gangguan pembekuan darah yang perlu
dikoreksi sebelum operasi dilakukan.
2. Pemeriksaan
Radiologi
a) Foto
polos abdomen dapat menunjukan adanya loop usus yang distensi dengan adanya
udara dalam rectum.
b) Barium
enema
v Jangan
membersihkan kolon bagian distal dengan enema sebelum memasukkan kontras enema
karena hal ini akan mengaburkan gambar pada daerah zona transisi.
v Kateter
diletakkan didalam anus, tanpa mengembangkan balon, untuk menghindari kaburnya
zona transisi dan beresiko terjadinya peforasi. foto segera diambil setelah
injeksi kontras, dan diambil lagi 24 jam kemudian.
v Colon
bagian distal yang menyempit dengan bagian proksimal yang mengalami dilatasi
merupakan gambaran klasik penyakit Hirschsprung. Akan tetapi temuan radiologis
pada neonatus lebih sulit diinterpetasi dan sering kali gagal memperlihatkan
zona transisi.
v Gambaran
radiologis lainnya yang mengarah pada penyakit Hirschsprung adalah adanya
retensi kontras lebih dari 24 jam setelah barium enema dilakukan.
3. Biopsi
Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus
submukosa meisner, apakah terdapat ganglion atau tidak. Pada penyakit
hirschprung ganglion ini tidak ditemukan.
G.
PENATALAKSANAAN
1.
Pembedahan
Pembedahan pada penyakit hirscprung dilakukan dalam dua tahap. Mula-mula
dilakukan kolostomi loop atau double–barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang
dilatasi dan hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3
sampai 4 bulan). Bila umur bayi itu antara 6-12 bulan (atau bila beratnya
antara 9 dan 10 Kg), satu dari tiga prosedur berikut dilakukan dengan cara
memotong usus aganglionik dan menganastomosiskan usus yang berganglion ke
rectum dengan jarak 1 cm dari anus. Prosedur Duhamel umumnya dilakukan terhadap
bayi yang berusia kurang dari 1 tahun. Prosedur ini terdiri atas penarikan
kolon nromal ke arah bawah dan menganastomosiskannya di belakang anus
aganglionik, menciptakan dinding ganda yang terdiri dari selubung aganglionik
dan bagian posterior kolon normal yang ditarik tersebut. Pada prosedur Swenson,
bagian kolon yang aganglionik itu dibuang. Kemudian dilakukan anastomosis
end-to-end pada kolon bergangliondengan saluran anal yang dilatasi.
Sfinterotomi dilakukan pada bagian posterior. Prosedur Soave dilakukan pada
anak-anak yang lebih besar dan merupakan prosedur yang paling banyak
dilakukanuntuk mengobati penyakit hirsrcprung. Dinding otot dari segmen rektum
dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat
dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid
yang tersisa.
2.
Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui
pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan
udara.
3.
Tindakan bedah sementara
Kolostomi dikerjakan pada pasien
neonatus, pasien anak dan dewasa yang terlambat didiagnosis dan pasien dengan
enterokolitis berat dan keadaan umum memburuk. Kolostomi dibuat di kolon
berganglion normal yang paling distal.
4.
Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada
umur anak dan tipe pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode
neonatal, perhatikan utama antara lain :
Ø Membantu
orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini.
Ø Membantu
perkembangan ikatan antara orang tua dan anak.
Ø Mempersiapkan
orang tua akan adanya intervensi medis (pembedahan).
Ø Mendampingi
orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang.
Pada
perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak dengan
mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya
meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema.
Diperlukan juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein
serta situasi dapat digunakan nutrisi parenteral total.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A.
PENGKAJIAN
1.
Identitas
Nama : By. M
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 8 Mei 2020
Tanggal MRS : 2 juni 2020
BB/PB : 2900 g/ 54cm
Dx medis : Hirsprung
Pengkajian : 9 Juni
Penanggung Jawab
Nama : Ny. K
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SLTA
Alamat : Kedinding Tengah SBY
Nama ayah : Tn. T
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SLTA
2.
Keluhan
Utama
Tidak bisa BAB sehingga perut anak besar sehingga tidak mau
makan dan minum
3.
Riwayat
Penyakit Sekarang
Kembung, pasien muntah setelah minum susu, muntah berupa
susu yang diminum, muntah sejak 3 hari yang lalu.
4.
Riwayat
Penyakit Sebelumnya
Lahir spontan ditolong dokter, langsung boleh pulang, tidak
ada kelainan.
5.
Riwayat
Penyakit Keluarga
Tidak ada saudara/keluarga yang sakit seperti anaknya.
6.
Pemeriksaan
Fisik
a.
TTV
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Denyut nadi : 114/menit
Suhu tubuh : 36,5
RR : 40/menit
b.
Pemeriksaan
Persistem
B1 reathing : normal
B2 Blood : normal
B3 Brain : normal
B4 Bladder : normal
B5 Bowel :kembung, bising usus 10x/ menit, muntah, peningkatan nyeri abdomen
B6 Bone : normal
7.
Data
Tambahan
a.
Radiologi
1)
Torax
foto (2-6-2020):
Cor : besar & bentuk kesan normal
Pulmo : tidak tampak infiltrat, sinus phrenicocostalis D.S
tajam
Thymus : positif
Kesimpulan : foto torax tidak tampak kelainan
2) Baby gram (2-6-2020):
Dilatasi
dan peningkatan gas usus halus dan usus besar
3) BOF (2-6-2020)
Dilatasi
dan peningkatan gas usus halus dan usus besar (menyokong gambaran Hirsprung
Disease
4) Colon in loop (5-6-2020):
Tampak
pelebaran rectosigmoid
Tampak
area aganglionik di rectum dengan jarak ± 1,5 cm dari anal dengan daerah
hipoganglionik diatasnya.
Tampak bagian sigmoid lebih besar
dari rectum.
Kesimpulan : Sesuai gambaran
Hirschprung Diseases
5)
Laboratorium
Ø
Tanggal
2-6-20
:
Glukosa : 80 mg/dl ( 70 -110)
WBC :
7 × 103 /uL (4,7-11,3)
SC : 0.5 mg/dl ( 0.6-1,1 )
HGB :10,8 g/dl (11,4-15,1)
BUN : 4 mg/dl ( 5 - 23 )
RBC : 3,33 × 106 /uL (4 -5)
Albumin : 4,1 g/dl ( 3,8 -5,4)
HCT : 33,7 % (38 - 42)
K : 3,87 mmol/L ( 3,6 - 5,5)
PLT : 327 × 103 (142 - 424)
Na : 137,8 mmol/L (13 -155 )
Ca : 10 mg/dl (8,1 - 10,4)
Ø Tanggal 9-6-20:
CRP : Negative (<6 mg/dl)
Glukosa : 80 mg/dl
B.
ANALISA DATA
No |
DATA |
ETIOLOGI |
MASALAH |
1 |
S: Ibu; -Anaknya baru bisa BAB jika diberi obat lwat dubur. -BAB 1-2×/hr, konsisitensi lembek, berwarna kuning. O: - Tampak distensi abdomen. - Lingkar abdomen 39 cm. - Bising usus 10×/mnt |
Aganglionisis
parasimpatikus ↓ Mesenterikus ↓ Daya
dorong lemah ↓ Feses
tidak bisa keluar ↓ Konstipasi |
Konstipasi |
2 |
S: Ibu; - Jika tidak bisa BAB, perut anaknya membesar sehingga
malas minum ASI/PASI. O: - Tidak ada ada (muntah, iritabel, peningkatan nyeri tekan
abdomen) - Tampak distensi abdomen. - Lingkar abdomen 39 cm. - Suhu aksila 36,5°C - WBC 7×10 /uL - CRP < 6 |
Konstipasi ↓ Pertumbuhan
bakteri dalam kolon meningkat ↓ Enterokolitis |
PK:
Enterokolitis |
3 |
S: - Ibu mengatakan, kondisi anaknya sudah tidak muntah dan
sudah bisa BAB, jadi sudah sembuh, mestinya boleh pulang. - Ibu mengatakan, saya bingung karena dokter satu
membolehkan pulang dan rawat jalan tapi dokter satunya belum boleh karena
sekalian mau dioperasi. O: - Wajah tampak kusut - Kurang perhatian (rambut dan baju acak-acakan) - Interaksi dengan Ibu-Ibu lain kurang. - Afek datar - Emosi rendah - Tidak ada diaforesis - T = 130/80 - N = 80×/mnt - RR = 20 ×/mnt |
Kurang pengetahuan tentang penyakit dan terapi yang diprogramkan |
Cemas orang tua (Ibu) |
C.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Konstipasi
berhubungan dengan aganglionisis parasimpatis area rektum
2.
Enterokolitis
berhubungan dengan stagnasi dan akumulasi feses dalam kolon.
3.
Ansietas
(ibu) berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan terapi yang
diprogramkan
D.
INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN |
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL |
INTERVENSI |
Konstipasi berhubungan dengan
aganglionisis parasimpatis area rektum |
Tujuan: Konstipasi dapat teratasi dalam 4 × 24 jam Kriteria hasil: 1. BAB teratur 3-4 ×/hr 2.
Konsisitensi
lembek 3.
Distensi
abdomen berkurang 4.
Lingkar
abdomen berkurang |
1.
Berikan
microlac rectal tiap hari 2.
Berikan
ASI 3.
Observasi
bising usus, distensi abdomen, lingkar abdomen 4.
Observasi
frekuensi dan karakteristik feses tiap BAB 5.
Membantu
memperlancar defekasi 6.
Untuk
melunakkan feses dengan
menambah intake cairan 7.
Mengetahui
peristaltic usus |
Enterokolitis berhubungan dengan stagnasi dan akumulasi feses dalam kolon. |
Tujuan: tidak terjadi enterokolitis selama perawatan. Kriteria Hasil: 1. BAB teratur 3-4x/hari 2. Distensi abdomen berkurang 3. Lingkar abdomen berkurang 4. Tidak diare 5. Suhu axila 36,5-37,5oC 6. WBC 5-10 x 10/uL |
1.
Berikan
ASI 2.
Observasi
suhu axila, hindari mengukur suhu lewat rectal 3.
Jelaskan
gejala dan tanda enterokolitis 4.
Berikan
antibiotic sesuai stadium enterokolitis yang diberikan tidak lewat oral 5.
Berikan
NaHCO3 jika terjadi asidosis 6.
Berikan
nutrisi setelah pasien stabil, dengan memberikan makanan secara IV 7.
Lakukan
pembedahan jika ada indikasi |
Ansietas (ibu) berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang penyakit dan terapi yang diprogramkan |
Tujuan: Ansietas (ibu) berkurang dalam 24 jam Kriteria Hasil: 1.
Ibu
mangungkapkan suatu pemahaman yang baik tentang proses penyakit anaknya 2.
Ibu
memahami terapi yang diprogramkan tim dokter |
1. Jelaskan pada ibu tentang penyakit
yang diderita anaknya. 2. Berikan ibu jadwal pemeriksaan
diagnostic 3. Berikan informasi tentang rencana
operasi 4. Berikan penjelasan pada ibu
tentang perawatan setelah operasi 5. Meningkatkan pengetahuan ibu |
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan
masalah. Baik masalah fisik, psikologis maupun psikososial. Masalah pertumbuhan
dan perkembangan anak dengan penyakit hisprung yaitu terletak pada kebiasaan
buang air besar. Orang tua yang mengusahakan agar anaknya bisa buang air besar
dengan cara yang awam akan menimbulkan masalah baru bagi bayi/anak.
Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit hisprung harus difahami dengan
benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk tecapainya
tujuan yang diharapkan perlu terjalin hubungan kerja sama yang baik antara
pasien, keluarga, dokter, perawat maupun tenaga medis lainnya dalam
mengantisipasi kemungkinan yang terjadi.
B.
SARAN
1.
Bagi
Mahasiswa
Diharapkan
bagi mahasiswa agar dapat mencari informasi dan memperluas wawasan mengenai
klien dengan Hirschsprung karena dengan
adanya pengetahuan dan wawasan yang luas mahasiswa akan mampu mengembangkan
diri dalam masyarakat dan memberikan pendidikan kesehatan bagi masyarakat
mengenai Hirschsprung, dan fakor – faktor
pencetusnya serta bagaimana pencegahan untuk kasus tersebut.
2.
Bagi
Institusi Pendidikan
Peningkatan
kualitas dan pengembangan ilmu mahasiswa melalui studi kasus agar dapat
menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan Hirschsprung secara komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2013. Mengenal Penyakit Hirschsprung
(Aganglionic Megacolon). Disitasi dari http://www.indosiar.co.id/v2003/pk.
pada tanggal 18 September 2020.
Budi.
2010. Asuhan Keperawatan pada Penyakit Hisprung. Disitasi dari
http://www.mediakeperawatan.com/?id=budixtbn. pada tanggal 18 September
2020.
Yuda.
2010. Penyakit Megacolon. Disitasi dari
http://dokteryudabedah.com/wp-content/uploads2010/01/mega-colon pada tanggal 18 September
2020.