BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Atresia bilier adalah
penyakit serius yang mana ini terjadi pada satu dari 10.000 anak-anak dan lebih
sering terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki dan pada
bayi baru lahir Asia dan Afrika-Amerika daripada di
Kaukasia bayi baru lahir. Penyebab atresia bilier tidak diketahui, dan
perawatan hanya sebagian
berhasil. Atresia bilier adalah alasan paling
umum untuk pencangkokan hati pada anak-anak di Amerika Serikat dan sebagian
besar dunia Barat.
Akibatnya
di dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan
bilirubin direk. Hanya tindakan bedah yang dapat mengatasi atresia bilier.
Bila tindakan bedah dilakukan pada usia 8 minggu, angka keberhasilannya adalah 86%,
tetapi bila pembedahan dilakukan pada
usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 36%. Oleh karena itu diagnosis atresia bilier harus ditegakkan
sedini mungkin, sebelum usia 8 minggu.
B. Rumusan Masalah
-
Apa
Anatomi Fisiologi dari Sistem Billier?
-
Apa
Definisi dari Atresia Ductus Hepaticus?
-
Apa
Klasifikasi dari Atresia Ductus Hepaticus?
-
Apa
Etiologi dari Atresia Ductus Hepaticus?
-
Apa
Manifestasi Klinis dari Atresia Ductus Hepaticus?
-
Bagaimana
Patofisiologi dan Pathway dari Atresia Ductus Hepaticus?
-
Apa
sajakah Pemeriksaan Penunjang dari Atresia Ductus Hepaticus?
-
Apa
sajakah Komplikasi dari Atresia Ductus Hepaticus?
-
Apa
sajakah Penatalaksanaan dari Atresia Ductus Hepaticus?
C. Tujuan Penulisan
-
Mahasiswa
dapat Mengetahui dan Memahami Rumusan Masalah Atresia Ductus Hepaticus.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Anatomi Fisiologi Sistem Bilier
Sistem
empedu terdiri dari organ-organ dan saluran (saluran empedu, kandung empedu,
dan struktur terkait) yang terlibat dalam produksi dan transportasi empedu.
Ketika sel-sel hati mengeluarkan empedu, yang
dikumpulkan oleh sistem saluran yang mengalir dari hati melalui duktus hepatika
kanan dan kiri. Saluran ini akhirnya mengalir ke duktus hepatik umum. Duktus hepatika
kemudian bergabung dengan duktus sistikus dari kantong empedu untuk membentuk
saluran empedu umum, yang berlangsung
dari hati ke duodenum (bagian pertama dari usus kecil).
Namun, tidak semua berjalan dari empedu langsung ke duodenum. Sekitar 50
persen dari empedu yang dihasilkan oleh hati
adalah pertama disimpan di kantong empedu, organ berbentuk buah pir yang
terletak tepat di bawah hati. Kemudian,
ketika makanan dimakan, kontrak kandung empedu dan melepaskan empedu ke
duodenum disimpan untuk membantu memecah lemak.Fungsi utama sistem bilier yang meliputi: Untuk mengeringkan produk limbah dari
hati ke duodenum dan, Untuk membantu
dalam pencernaan dengan pelepasan terkontrol
empedu
B.
Definisi Atresia Ductus Hepaticus
Atresia
Bilier suatu defek kongenital, yang terjadi akibat tidak adanya atau obstruksi satu atau
lebih kandung empedu ekstrahepatik atau intrahepatik, yang menyebabkan penyimpanan drainase kandung empedu
(Morgan Speer, 2008). Atresia Bilier
adalah suatu keadaan dimana tidak adanya lumen pada traktus ekstrahepatik yang
menyebabkan hambatan aliran empedu atau karena adanya proses inflamasi yang
berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier
ekstrahepartik sehingga terjadi hambatan aliran empedu (kolestasis) yang
mengakibatkan terjadinya penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubin direk dalam hati dan darah (Julinar,
dkk, 2009). Atresia Bilier adalah suatu penghambatan didalam pipa/ saluran-saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke
kantung empedu (gallbladder). Ini merupakan kondisi kongenital, yang berarti terjadi saat
kelahiran. Atresia billier merupakan proses inflamasi progresif yang menyebabkan
fibrosis saluran empedu
intrahepatik maupun ekstrahepatik
sehingga pada akhirnya akan terjadi obstruksi
saluran tersebut (Donna L. Wong, 2008).
C.
Klasifikasi Atresia Ductus Hepaticus
Klasifikasi menurut anatomi (bentuk
saluran) dan menurut periode terjadinya.Variasi atresia biliaris menurut
anatomi tergantung bagian saluran empedu yang abnormal. Menurut klasifikasi
dari Prancis (Chardot, 2001) terdapat empat macam variasi atresia biliaris :
-
Atresia
tipe 1: Bagian ujung saluran empedu tidak terbentuk. Ditemukan pada 3% kasus
-
Atresia tipe 2: Saluran empedu pada hati menyempit dan
terdapat kista. Ditemukan pada 6%kasus.
-
Atresia tipe 3: Bagian pangkal saluran empedu tidak
terbentuk. Ditemukan pada 19% kasus.
-
Atresia tipe 4: Seluruh saluran empedu tidak terbentuk
dan kandung empedu tidak ada.Ditemukan pada 72% kasus (paling sering).
Sedangkan menurut periode
terjadinya, atresia biliaris dapat dibagi menjadi tipe fetal dan
tipe perinatal.
-
Anak dengan Atresia Biliaris tipe Fetal umumnya sudah
mengalami gejala kuning seluruh tubuh sejak lahir, dan sering pula disertai
dengan kelainan bawaan lainnya (seperti penyakit jantung, kelainan usus, dan
sebagainya).
-
Sedangkan anak dengan Atresia Biliaris tipe Perinatal
umumnya lahir normal dan baru kemudian menjadi kuning(sekitar 2-8 minggu
setelah lahir).
D.
Etiologi Atresia Ductus Hepaticus
Atresia bilier terjadi
karena adanya perkembangan abnormal dari saluran empedu di dalam maupun diluar
hati. Tetapi penyebab terjadinya gangguan perkembangan saluran empedu ini tidak
diketahui.
Selain itu atresia billier
tipe fetal sering ditemukan pula kelainan organ dalam lainnya, diperkirakan
faktor mutasi genetik berperan di sini. Secara teori hilangnya gen atau mutasi
faktor-faktor pembelahan sel yang terkait dengan pertumbuhan jaringan hepatobilier
dapat mengakibatkan tidak terbentuknya sebagian atau seluruh saluran
hepatobilier. Atresia billier tipe perinatal, diduga bahwa penyakit ini
merupakan suatu proses inflamasi atau peradangan pada saluran empedu yang
menyempit.
Umumnya saluran empedu
hanya tersisa sedikit, namun tetap ada. Hal ini menunjukkan saluran empedu yang
tadinya ada namun mengalami kerusakan oleh karena suatu hal. Oleh karena itu, infeksi atau keracunan
zat tertentu pada janin dianggap sebagai faktor yang palingmungkin berperan
terhadap kejadian atresia biliaris. Diduga infeksi virus termasuk di
dalamnya;dengan virus penyebab antara lain reovirus tipe 3, rotavirus, dan
cytomegalovirus (CMV).
E. Manifesasi Klinis
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir, gejala penyakit
ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup.
Gejala- gejala termasuk:
a. Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin yang sangat
tinggi (pigmen empedu) tertahan di dalam hati
dan akan dikeluarkan dalam aliran
darah.
Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada bayi baru lahir. Ini biasanya hilang dalam minggu
pertama sampai 10 hari dari kehidupan. Seorang bayi dengan atresia bilier
biasanya tampak normal saat lahir, tapi ikterus berkembang
pada dua atau tiga minggu setelah lahir.
b. Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan
bilirubin (produk pemecahan dari hemoglobin) dalam darah. Bilirubin
kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang
dalam urin.
c. Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan
bilirubin yang masuk ke dalam usus untuk mewarnai
feses. Juga, perut dapat menjadi bengkak akibat pembesaran hati.
d. Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat
ikterus meningkat
e. Degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan
jaundice, ikterus, dan hepatomegali,
Saluran intestine tidak bisa menyerap lemak dan lemak yang larut dalam air sehingga menyebabkan kondisi malnutrisi,
defisiensi lemak larut
dalam air serta gagal tumbuh.
Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
·
Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan malnutrisi.
·
Gatal-gatal : karena asam
empedu yang menumpuk dan menyebar kedalam aliran
darah yang menyebabkan kulit merasa gatal
·
Splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif
dengan hipertensi portal/Tekanan darah tinggi pada vena porta.
F. PATOFISIOLOGI
Atresia bilier terjadi
karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier
ekstrahepatik sehingga
menyebabkan hambatan aliran empedu, dan
tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan
traktus bilier ekstrahepatik juga menyebabkan obstruksi aliran empedu.
Obstruksi saluran
bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi
yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total
maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai
tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi
bilier ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu pada ujung
bawah ductus koledokus,
karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau
operasi.
Obstruksi pada saluran
empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal empedu dari hati ke
kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan cairan
empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati. Dan apabila asam empedu tertumpuk
dapat merusak hati.
Bahkan hati menjadi fibrosis dan cirrhosis. Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan vena portal
sehingga mengalami hipertensi portal yang akan mengakibatkan gagal hati.
Penyebab sebenarnya
atresia billier tidak diketahui
sekalipun mekanisme imun atau viral injury bertanggung
jawab atas proses progresif yang
menimbulkan obliterasi total saluran empedu. Berbagai laporan menunjukkan bahwa
atresia biller tidak terlihat pada
janin, bayi yang lahir mati ( stillbirth) atau
bayi baru lahir,
keadaan ini menunjukkan bahwa atresia billier terjadi pada akhir kehamilan atau
dalam periode perinatal dan bermanifestasi dalam waktu beberapa minggu sesudah dilahirkan. Inflamasi terjadi secara progresif dengan
menimbulkan obstruksi dan fibrosis
pada saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik.
Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit,
akan menyebabkan rasa gatal. Bilirubin yang tertahan dalam hati juga akan
dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang dapat mewarnai kulit dan
bagian putih mata sehingga berwarna kuning.
Degenerasi secara gradual pada hati menyebabkan
joundice, ikterik dan hepatomegaly. Karena
tidak ada aliran empedu dari hati ke dalam
usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin
larut lemak yaitu vitamin
A, D,E,K dan gagal tumbuh. Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan lemak agar dapat diserap oleh tubuh. Kelebihan
vitamin-vitamin tersebut
akan disimpan
dalam hati dan lemak didalam tubuh, kemudian digunakan saat diperlukan. Tetapi mengkonsumsi
berlebihan vitamin yang larut dalam lemak
dapat membuat anda keracunan sehingga menyebabkan efek samping seperti mual, muntah, dan
masalah hati dan jantung.
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut
Sodikin (2011), Secara garis besar pemeriksaanyang dilakukan untuk mendeteksi
atresia bilier dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu pemeriksaan :
a)
Pemeriksaan Laboratorium
·
Pemeriksaan serum darah
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin untuk membedakannya dari
hiperbilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan
pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direk <
4 mg/dl tidak sesuaidengan
obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan pcningkatan
gamma-GT < 5 kali, lebih
mengarah ke suatu kelainan
hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5kali dengan
peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis
ekstrahepatik.
·
Pemeriksaan Urine
Urobilinogen penting artinya pada
pasien yang mengalami ikterus, tetapi urobilin dalam urine negatif, hal ini
menunjukkan adanya bendungan saluran empedu total.
·
Pemeriksaan feces
Warna tinja pucat karena yang memberi warna pada
tinja/stercobilin dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.
b) Biopsi hati
Biopsi hati dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
sumbatan dari hati yang dilakukan dengan pengambilan jaringan hati.
H.
KOMPILIKASI
a)
Kolangitis
Komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan aliran empedu yang tidak baik, dapat menyebabkan ascending cholangitis. Hal ini terjadi terutama dalam minggu-minggu pertama atau bulan setelah prosedur kasai sebanyak
30-60% kasus. Infeksi ini bisa berat dan kadang-kadang fulminan. Ada tanda-tanda sepsis (demam, hipotermia,status hemodinamik terganggu
ikterus yang berulang, feses acholic
dan mungkin timbul sakit
perut). Diagnosis dapat dipastikan dengan kultur darah dan / atau biopsi hati.
b)
Hipertensi portal
Portal hipertensi
terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anak-anak setelah portoenterostomy.
Hal paling umum yang terjadi adalah varises esofagus.
c)
Hepatopulmonary syndrome dan
hipertensi pulmona
Seperti pada
pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau prehepatic hipertensi
portal) atau diperoleh (bedah)
portosystemic shunts, shunts pada arterivenosus pulmo mungkin terjadi. Biasanya, hal
inimenyebabkan hipoksia, sianosis,
dan dyspneu. Diagnosis dapat
ditegakan dengan scintigraphyparu.
Selain itu, hipertensi pulmonal dapat terjadi pada anak-anak dengan sirosis
yang menjadi penyebab kelesuan dan bahkan
kematian mendadak. Diagnosis dalam kasus
ini dapat ditegakan oleh
echocardiography. Transplantasi liver dapat membalikan shunts, dan dapat membalikkan hipertensi pulmonal ke tahap
semula.
d)
Keganasan
Hepatocarcinomas,
hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas dapat timbul pada pasien dengan
atresia bilier yang telah mengalami sirosis. Skrining untuk keganasan
harusdilakukan secara teratur dalam tindak lanjut pasien dengan operasi Kasai
yang berhasil.
e) Hasil setelah
gagal operasi Kasai
Sirosis bilier
bersifat progresif jika operasi Kasai gagal untuk memulihkan aliran empedu, dan
pada keadaan ini harus dilakukan transplantasi hati. Hal ini biasanya dilakukan
di tahun kedua kehidupan, namun dapat dilakukan lebih awal (dari 6 bulan hidup)
untuk mengurangi kerusakan dari
hati. Atresia bilier
mewakili lebih dari setengah dari
indikasi untuk transplantasi hati di masa kanak-kanak. Hal ini juga
mungkin diperlukan dalam kasus-kasus dimana pada
awalnya sukses setelah operasi Kasai
tetapi timbul ikterus yang rekuren
(kegagalan sekunder operasi Kasai), atau untuk
berbagai komplikasi dari sirosis (hepatopulmonary sindrom).
I.
PENATALAKSANAAN
1. Terapi Medikamentosa
Memperbaiki alilran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam
empedu asamlikolat), dengan memberikan:
a. Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2
dosis, per oral.
Fenobarbital akan merangsang enzim glukuronil transferase (untuk mengubah
bilirubin indirek menjadi bilirubin direk); enzim sitokrom P-450 (untuk
oksigenasi toksin), enzim Na+ K+ ATPase (Menginduksi aliran empedu).
b. Kolestiramin 1 gram/kgBB/Hari dibagi
6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu. Kolestiramin memotong siklus
enterohepatik asam empedu sekunder.
2. Terapi Nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang
seoptimal mungkin, yaitu:
·
Pemberian
makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) untuk mengatasi
malabsorpsi lemak dan mempercepat metabolisme. Disamping itu, metabolisme yang
dipercepat akan secara efisien segera dikonversi menjadi energi untuk
secepatnya dipakai oleh organ dan otot, ketimbang digunakan sebagai lemak dalam
tubuh. Makanan yang mengandung MCT anatara lain seperti lemak mentega, minyak
kelapa, dan lainnya.
·
Penatalaksanaan
defisiensi vitamin yang larut dalam lemak, sepert vitamin A, D, E, K.
3. Terapi Bedah
a. Kasai Prosedur
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan
empedu ke usus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10%
penderita. Untuk melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati
dengan usus halus, dilakukan pembedahan yang disebut prosedur kasai. Biasanya
pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu
dilakukan pencangkokan hati.
b. Pencangkokan atau Transplantasi Hati
Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk atresi
bilier dan kemampuan hidup setelah operasi meningkat secara dramatis dalam
beberapa tahun terakhir. Karena hati adalah organ satu-satunya yang bisa
bergenerasi secara alami tanpa perlu obat dan fungsinya akan kembali normal
dalam waktu 2 bulan. Anak-anak dengan atresia bilier sekarang dapat hidup
hingga dewasa, beberapa bahkan telah mempunyai anak. Kemajuan dalam operasi
transplantasi telah juga meningkat kemungkinan untuk dilakukannya transplantasi
pada anak-anak atresia bilier. Di masa lalu, hanya hati dari anak kecil yang
dapat digunakan untuk tranplantasi karena ukuran hati yang cocok. Baru-baru ini
telah dikembangkan untuk menggunakan bagian hati orang dewasa, yang disebut
“reduced size” atau “split liver” transplantasi, untuk tranplantasi pada anak
dengan atresia bilier.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus:
An. M (laki-laki, 7 bulan 4 hari)
dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan 1 bulan pasca melahirkan sedikit demi
sedikit kulit tampak berwarna kuning, tinja berwarna pucat, air kencing
berwarna gelap, demam, perut membesar dan selalu rewel. Dari hasil pemeriksaan diketahui
adanya hipertensi vena porta, peningkatan kadar bilirubin dan hasil rontgen
didapatkan adanya pembesaran hati.
A.
Pengkajian Anak
1. Anamnesa
a. Identitas Klien:
Nama : An. M
Usia : 7
bulan 4 hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa :
Bugis/Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Jl.
Tulip Blok B
Tanggal MRS : 11 Januari
2020 (16.00 WITA)
Diagnosa : Atresia
Bilier
b. Identitas Penanggung Jawab:
Nama :
Tn. D
Umur :
40 Tahun
Jenis kelamin :
Laki-laki
Pendidikan/Pekerjaan :
SLTA/Wiraswasta
Hubunga dg Klien : Ayah
Klien
c. Keluhan Utama :
Ayah Klien mengatakan An. M mengalami demam (38,4oC)
d. Riwayat Penyakit Sekarang:
Demam selama 4 hari, rewel, perut klien buncit dan keras, kulit tampak
kuning, urin klien berwarna gelap, dan feses pucat.
e. Riwayat Penyakit Sebelumnya: -
f. Riwayat Tumbuh Kembang Anak: -
g. Imunisasi:
Hepatitis B-1 diberikan waktu 12 jam setelah lahir, BCG diberikan saat
lahir, polio oral diberikan bersamaan dengan DTP
a) Status Gizi : Kekurangan gizi akibat
gangguan makanan terutama vitamin larut lemak (A, D, E, K).
b) Tahap perkembangan anak menurut teori
psikososial:
Klien An. M mencari kebutuhan dasarnya seperti kehangatan, makanan dan
minuman serta kenyamanan dari orang tua sendiri.
c) Tahap kepribadian anak menurut teori
psikoseksual:
Klien An. M menunjukkan karakter awal kepribadiannya dengan mengenali
siapa yang mengasuhnya. Klien menyukai saat digendong dan diayun-ayun. Perilaku
kegiatan motorik sederhana terkoordinasi, dengan menggerakkan jari tangan,
menggenggam ibu jari ibu yang berhubungan emosi dengan orang tua, saudara
(sibling), dan orang lain.
h. Riwayat Kesehatan Keluarga:
a) Komposisi Keluarga : Keluarga
berperan aktif terutama ibu klien An.M dalam merawat klien.
b) Lingkungan rumah dan komunitas :
lingkungan sekitar rumah berada di area perindustian kimia.
c) Kultur dan Kepercayaan : -
d) Perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan : -
e) Persepsi keluarga tentang penyakit
anak : Cobaan yang diberikan oleh Allah SWT.
2. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breath) : RR meningkat
>40x/menit, Suhu 38,4oC, Penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan cuping hidung, nafas pendek.
b. B2 (Blood) : TD meningkat 100/150
mmHg, HR meningkat 103x/menit (Takikardi).
c. B3 (Brain) : Gelisah (rewel),
gangguan mental, gangguan kesadaran sampai koma.
d. B4 (Bladder) : Perubahan warna urin
dan feses
-
Urine
: warna gelap, pekat.
-
Feses
: warna pucat, steatorea, diare.
e. B5 (Bowel) : anoreksia, mual, muntah,
tidak toleran terhadap lemak dan makanan pembentuk gas, regurgitasi berulang,
penurunan berat badan BB/TB (5,1 Kg/ 62 cm), dehidrasi, distensi abdomen,
hepatomegali.
f. B6 (Bone) : letargi atau kelemahan, otot tegang atau kaku
bila kuadran kanan atas ditekan, ikterik, kulit berkeringat dan gatal (pruritus), kecenderungan perdarahan
(kekurangan vitamin K), oedem perifer, jaundice, kerusakan kulit.
B.
Diagnosa Keperawatan
1) Hypertermi berhubungan dengan
inflamasi akibat kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik.
2) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan gangguan penyeapan lemak,
ditandai dengan berat badan turun dan konjungtiva anemis.
3) Gangguan eliminasi BAB (diare)
berhubungan dengan mal absorpsi usus, ditandai dengan feses cair, frekuensi BAB
meningkat (lebih dari 3xsehari), bunyi bising usus meningkat.
4) Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam jaringan, ditandai dengan
adanya pruritis.
5) Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan mual dan muntah.
C.
Intervensi Kepeawatan
1.
Hypertemi b.d inflamasi akibat
kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik.
Tujuan : Suhu kembali normal dalam waktu
1x24 jam
Kriteria Hasil : - Suhu normal 36,5oC-37,5oC
- Nadi dan pernafasan dalam rentan
normal (N: <160x/menit, RR: 30-40x/menit).
Intervensi |
Rasional |
Mandiri: a. Berikan kompres air biasa pada
aksila, kening, leher dan lipatan paha. b. Pantau suhu minimal setiap 2 jam
sekali, sesuai kebutuhan. c. Berikan pasien pakaian tipis d. Manipulasi lingkungan seperti
penggunaan AC/kipas angin. Kolaborasi: e. Berikan obat anti piretik sesuai
kebutuhan |
a. Dapat membantu mengurangi demam. b. Mengetahui kemungkinan adanya
kenaikan suhu secara mendadak. c. Membantu mengurangi panas di tubuh. d. Memberikan rasa nyaman dengan
mengurangi keadaan panas akibat suhu pengaruh lingkungan. e. Digunakan untuk mengurangi demam
dengan aksi sentralnya pada hipotalamus. |
2.
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan b.d anoreksia dan gangguan penyerapan lemak, ditandai dengan BB
turun dan konjungtiva anemis.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola nutrisi
adekuat.
Kriteria Hasil : - BB pasien stabil ½ (n+9)kg = ½(2+9)kg=5,5 kg
- Konjungtiva Anemis.
Intervensi |
Rasional |
Mandiri : a. Kaji distensi abdomen. b. Pantau masukan nutrisi dan
frekuensi muntah. c. Timbang BB setiap hari. d. Berikan makanan / minuman sedikit
tapi sering. e. Berikan kebersihan oral sebelum
makan. Kolaborasi : f. Konsul dengan ahli dier sesuai
indikasi. g. Berikan diet rendah lemak, tinggi
serat dan batasi makanan penghasil gas. h. Berikan makanan yang mengandung
medium chain triglycerides (MCT) sesuai indikasi. i.
Monitor laboratorium; albumin, protein sesuai program. j.
Berikan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E, K). |
a. Distensi abdomen merupakan tanda
non verbal gangguan pencernaan. b. Mengidentifikasi
kekurangan/kebutuhan nutrisi dengan mengetahui intake dan output klien. c. Mengawasi keefektifan rencana diet. d. Untuk menurunkan rangsang
mual/muntah. e. Mulut yang bersih meningkatkan
nafsu makan. f. Berguna dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi individu dengan diet yangpaling tepat. g. Memenuhi kebutuhan nutrisi dan
memninimalkan rangsang pada kantung empedu. h. Meningkatkan pencernaan dan
absorpsi lemak serta vitamin yang larut dalam lemak. i.
Memberi informasi tentang keefektifan terapi. j.
Vitamin-vitamin tersebut terganggu penyerapannya. |
3.
Gangguan eliminasi BAB (diare)
berhubungan dengan mual absorpsi usus, ditandai dengan feses cair, frekuensi
BAB meningkat (lebih dari 3x sehari), bunyi bising usus meningkat.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan fungsi usus
mendekati normal.
Kriteria Hasil : - Feses lembek
- Frekuensi BAB 1-2x/hari
- Penurunan frekuensi bising usus.
Intervensi |
Rasional |
Mandiri : a. Catat frekuensi, karakteristik dan
jumlah feses. b. Auskultasi bunyi bisisng usus. c. Awasi masukan dan pengeluaran
dengan perhatian khusus pada makanan/cairan. d. Batasi masukana lemak sesuai
indikasi. e. Dorong masukan cairan 2500-3000
ml/hari. Kolaborasi : f. Berikan obat diare sesuai indikasi. g. Konsultasi dengan ahli gizi untuk
memberikan diet seimbang dengan tinggi serat. |
a. Mengidentifikasi derajat gangguan
dan kemungkinan bantuan yang diperlukan. b. Bunyi usus secara umum meningkat
pada diare. c. Dapat mengidentifikasi dehidrasi,
kehilangan berlebihan atau alat dalam mengidentifikasikan defisiensi diet. d. Diet rendah lemak menurunkan resiko
feses cair. e. Membantu mempertahankan status
hidrasi pada diare. f. Obat diare menurunkan mobilitas
usus. g. Serat menahan enzim pencernaan dan
mengabsorpsi air dan alirannya sepanjang intestinal. |
4.
Kerusakan integritas kulit b.d
akumulasi garam empedu dalam jaringan, ditandai dengan adanya pruritis.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan integritas kulit meningkat.
Kriteria Hasil : - Tidak ada pruritis/lecet.
- Jaringan /Kulit utuh bebas eskortasi
Invertensi |
Rasional |
Mandiri : a. Gunakan mandi biasa atau pemberian
lotion/cream, hindari sabun alkali. Berikan minyak kalamin sesuai indikasi. b. Berikan masage pada waktu tidur. c. Pertahankan sprei kering dan bebas
lipatan. d. Gunting kuku jari, berikan sarung
tangan bila diindikasikan. Kolaborasi : e. Berikan obat sesuai indikasi
(antihistamin). f. Berikan obat resin kholestiramin
(questian). g. Pantau pemeriksaan laboratorium
sesuai indikasi, (bilirubin direk dan indirek). |
a. Mencegah kulit kering berlebihan,
memberikan penghilang rasa gatal, sekaligus menghindari infeksi. b. Bermanfaat dalam meningkatkan
integritas kulit. c. Kelembaban meningkatkan resiko
kerusakan kulit. d. Mencegah pasien dari cidera
tambahan pada kulit, khususnya bila tidur. e. Antihistamin dapat mengurangi
gatal. f. Berfungsi untuk mengurangi pruritis
dan hiperbilirubinemia. g. Bilirubin direk dikonjugasi oleh
enzim hepar glukorotinin direk yang dikonjugasi dan tampak dalam bentuk bebas
dalam darah atau terikat pada albumin. |
5.
Kekurangan volume cairan b.d mual dan
muntah
Tujuan :
setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan intake dan output cairan menjadi seimbang.
Kriteria Hasil :
- Tanda-tanda vital stabil
- Turgor kulit membaik
- Pengisian kapiler nadi perifer kuat
- Haluaran urine individu sesuai.
Intervensi |
Rasional |
a. Berikan cairan IV (biasanya
glukosa) elektrolit. b. Awasi nilai laboratorium, seperti
Hb/Ht, nat, albumin. c. Kaji tanda-tanda vital, nadi
perifer, pengisian kapiler, turgor kulit. d. Awasi intake dan output, bandingkan
dengan BB seperti muntah. |
a. Memberikan terapi cairan dan
penggantian elektrolit. b. Menunjukkan hidrasi dan
mengidentifkasi retensi natrium/kadar protein yang dapat menimbulkan
pembentukan edema. c. Indikator volume sirkulasi/perfusi. d. Memberikan informasi tentang
kebutuhan penggantian cairan/efek terapi. |
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Atresia
Bilier adalah suatu penghambatan didalam pipa/ saluran-saluran yang membawa cairan
empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini
merupakan kondisi kongenital, yang berarti terjadi saat kelahiran. Atresia
billier merupakan proses inflamasi
progresif yang menyebabkan fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik sehingga pada
akhirnya akan terjadi obstruksi saluran tersebut (Donna L. Wong, 2008).
Menurut klasifikasi dari Prancis
(Chardot, 2001) terdapat empat macam variasi atresia biliaris :
-
Atresia
tipe 1: Bagian ujung saluran empedu tidak terbentuk. Ditemukan pada 3% kasus
-
Atresia tipe 2: Saluran empedu pada hati menyempit dan
terdapat kista. Ditemukan pada 6%kasus.
-
Atresia tipe 3: Bagian pangkal saluran empedu tidak
terbentuk. Ditemukan pada 19% kasus.
-
Atresia tipe 4: Seluruh saluran empedu tidak terbentuk
dan kandung empedu tidak ada.Ditemukan pada 72% kasus (paling sering).
DAFTAR PUSTAKA
Behrma,
Richard E. (1992). Ilmu Kesehatan Anak
Ed.2.Jakarta: EGC.
David.(1994).
Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGC
Safirah,
Sarah. 2015.
https://www.scribd.com/doc/260450317/Asuhan-Keperawatan-dengan-Klien-Atresia-Bilier. (Diakses 31
november 2020).
Keiko, Okky.
2020. https://www.scribd.com/document/403205698/Askep-Atresia-Biller-Duktus-Hepatikus. (Diakses 26 november 2020).
Willy, Tjin.
2018. https://www.alodokter.com/atresia-bilier. (Diakses 03
Agustus 2018).