MAKALAH MUNASABAH

 BAB I

PENDAHULUAN


1.1         Latar Belakang

Diantara kitab-kitab suci yang lain, al-Qur’an merupakan kitab yang paling sempurna. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantara Malaikat Jibril secara berangsur-angsur. Ia diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh alam dan petunjuk bagi manusia. Al-Qur’an adalah sumber segala kebenaran dan sumber inspirasi bagi siapapun.

Kitab al-Qur’an berisi berbagai macam petunjuk dan peraturan yang disyariatkan karena beberapa sebab dan hikmah yang bermacam-macam. Ayat-ayatnya diturunkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang membutuhkan. Susunan ayat-ayat dan surat-suratnya ditertibkan sesuai dengan yang terdapat di lauh mahfudh, sehingga tampak adanya persesuaian antara ayat yang satu dengan ayat yang lain dan antar surat satu dengan surat yang lain. [1]

Meskipun bahasa al-Qur’an indah, namun tidak semua orang dapat dengan mudah memahami maknanya. Oleh sebab itu lahirlah ilmu tafsir, sedangkan ilmu tafsir sendiri tidaklah sempurna tanpa memahami munasabah. untuk menelaah lebih rinci tentang munasabah, simaklah uraian berikut.


1.2         Rumusan Masalah

1.      Apa devinisi dari munasabah?

2.      Bagaimana cara mengetahui munasabah?

3.      Apa saja macam-macam munasabah?

4.      Apa urgensi dan kegunaan munasabah?



BAB II

PEMBAHASAN


2.1    Pengeritan Munasabah

Secara etimologi, ”munasabah” semakna dengan “musyakalah” dan “muraqobah”, yang berarti serupa dan berdekatan. Secara istilah, “munasabah” berarti hubungan atau keterkaitan dan keserasian antara ayat-ayat al- Qur’an. [2]

Ibnu Arabi, sebagaimana dikutip oleh Imam As-Syayuti, mendifinisikan “munasabah” itu kepada “Keterkaitan ayat-ayat al-Qur’an antara sebagiannya dengan sebagian yang lain, sehingga ia terlihat sebagai suatu ungkapan yang rapi dan sistematis.” Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa “munasabah” adalah suatu ilmu yang membahas tentang keterkaitan atau keserasian ayat-ayat al-Qur’an antara satu dengan yang lain.[3]

     Az-Zarkasy mengatakan: “manfaatnya ialah menjadikan sebagian dengan sebagian lainnya, sehingga hubungannya menjadi kuat, bentuk susunannya kukuh dan bersesuaian bagian-bagiannya laksana sebuah bangunann yang amat kokoh.” Qadi Abu Bakar Ibnul ‘Arabi menjelaskan: “Mengetahui sejauh mana hubungan antara ayat- ayat satu dengan yang lain sehingga semuanya menjadi seperti satu kata, yang maknanya serasi dan susunannya teratur merupakan ilmu yang besar.”[4]

Sehingga munasabah dapat diartikan sebagai ilmu atau pengetahuan yang membahas tentang hubungan al-Qur’an dari berbagai sisinya. Tokoh yang memelopori munasabah adalah Abu Bakar an-Naysaburi. Beliau adalah soerang alim berkebangsaan Irak yang sangat ahli ilmu syariah dan kesustraan Arab. Selain itu, ada pula Abu Ja’far bin Zubair dengan karyanya “Al-Burhan fi Munasabah Tartib Suwar a l-Qur’an”, Burhanuddin Al-Biqa’i dengan karyanya “Nuzhum Adh-Dhurar fi Tatanasub A l-Ayi wa As-Suwar” dan As-Sayuti dengan karyanya “Tanasuq Adh-Dhurar fi Tanasub As-Suwar”. [5]

2.2    Cara Mengetahui Munasabah

Untuk mengetahui munasabah unsur-unsur Al-Qur’an, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu sebagai berikut:

a.       Topik inti yang diperbicangkan dalam ayat. Mufassir[6]perlu mengetahui permasalahan utama yang diperbincangkan oleh suatu ayat. Hal ini dapat diketahui melalui istilah-istilah yang digunakan dan alur pembicaraannya. Permasalahan utama itu mungkin terdapat dalam ayat yang ditafsirkan atau mungkin juga terdapat dalam ayat sebelumnya.

b.      Topik inti biasanya mempunyai sub-sub topik. Jika topik inti telah diketahui, maka perlu pula dilihat dan dipahami hal-hal yang yang dicakupi oleh topik inti tersebut.

c.    Sub-subtopik  itu mempunyai unsur-unsur tersendiri pula. Maka masing-masing ayat, ada yang berbincang mengenai topik inti, subtopik, dan ada pula yang memperbincangkan unsu-unsur yang ada pada subtopik. Munasabah Al-Qur’an dapat dilihat dari sisi lain.

Pengetahuan mengenai korelasi dan hubungan antara ayat-ayat itu bukanlahhal yang tauqif (tidak dapat diganggu gugat karena telah ditetapkan Rasul); tetapi didasarkan pada ijtihad seoranh mufasir dan tingkat penghayatannya terhadap kemukjizatan Qur’an, rahasia retorika , dan segi keterangannya yang mandiri. Apabila korelasi itu halus maknanya, harmonis konteksnya dan sesuai dengan asas-asas kebahasaan dalam ilmu-ilmu bahasa Arab, maka korelasi tersebut dapat diterima.

Hal yang demikian ini tidak berarti bahwa seorang mufasir harus mencari kesesuaian bagi setiap ayat, karena Al-Qur’an turun secatra bertahap sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Seorang mufasir terkadang dapat menemukan hubungan antara ayat-ayat dan terkadang  pula tidak. Oleh sebab itu, ia tidak perlu memaksakan diri untuk menemukan kesesuaian itu, sebab kalu memaksakannya juga maka kesesuaian itu hanyalah  dibuat-buat danhal ini tidak disukai.

2.3    Macam-Macam Munasabah

Dalam Al-Qur’an sekurang-kurangnya terdapat tujuh macam munasabah[7]. yaitu sebagai berikut:

1.    Munasabah antar surat dengan surat sebelumnya

As-Sayuti menyimpulkan bahwa munasabah antar stau surta dengan surat sebelumnya berfungsi menerangkan atau menyempurnakan ungkapan pada surat sebelumya. Sebagai contoh Qur’an surat Al-Baqarah ayat 2

ذالك الكتب لا ريب فيه...

Artinya : inilah kitab yang tidak ada keraguan padanya.

Korelasi dengana surat  Ali Imran ayat 3

نزّل عليك الكتب با الحقّ مصدّقا لّما بين يديه وأنزال التوراىة والأانجيل

Artinya: Dia menurunkan Al-Kitab kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil.

2.    Munasabah Antarnama Surat dan Tujuan Turunnya

Setiap surat mempunyai tema pembicaraan yang menonjol. Hal itu tercrmin pada namanya masing-masing. Misalnya Surat Al-Baqarah (sapi betina) bercerita tentang Nabi Musa dan kaumnya tentang sapi betina yang harus disembelih oleh Bani Isra’il (Al-Baqarah ayat 67-71). Cerita tentang sapi betina dalam ayat tersebut dapat diambil tujuan turunnya surat, yaitu kekuasaan Tuhan membangkitkan orang mati. Dengan kata lain tuajuannya adalah menyangkut keimanan pada hari kemudian dan menyangkut kekuasaan Tuhan.

3.    Munasabah Antar Bagian Suatu Ayat

Munasabah antar bagian suatu ayat sering berbentuk pola munasabah perlawanan. Contohnya pada Surat Al-Hadid ayat 4:

...يعلم ما يلج فى الأرض وما يخرج منها وما ينزل من السّماء                             

 فيها... وما يعرج

Artinya :...Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluuar darinya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya...

Dari kata-katanya sudah sangat jelas terdpat korelasi yang berlawanan.

4.    Munasabah Atarayat yang letaknya berdampingan

Munasabah antarayat yang letaknya berdampingan sering terlihat dengan jelas, namun sering pula tidak jelas. munasabah antarayat yang terlihat jelas umumnya menggunakan pola ta’kid(penguat), tafsir (penjelas), i’tiradh(bantahan), dan tasydid(penegasan).

a.       Pola Tafsir

Munasabah antarayat yang menggunakan pola tafsir apabila suatu ayat ditafsirkan maknanya oleh ayat di sampingnya. Contoh Qur’an surat al-Baqarah ayat 2 sampai 3 yang mana kata متّقينpada ayat kedua ditafsirkan oleh ayat ke tiga. Dengan demikian pengertian orang yang bertakwa adalah orang yang mengimani hal gaib, mengerjakan sholat, dan menginfakkan sebagian rizkinya.

b.      Pola Ta’kid

Apabila salah satu ayat atau bagian ayat memperkuat makna bagian ayat yang terletak disampingnya. Contohnya surat Al-Fatihah ayat 1-2.


c.       Pola I’tiradh

Apabila pada satu kalimat atau lebih tidak ada kedudukannya dalam i’rab (struktur kalimat), baik di pertengahan kalimat ataupun diantara dua kalimat yang berhubungan maknanya. Contoh dalam surat An-Nahl ayat 57:

ويجعلون لله البنت سبحنه ولهم مّا يشتهون

Artinya :

Dan mereka menetapkan langit bagi Allah anak-anak perempuan. Mahasuci Allah sedang untuk mereka sendiri (mereka tetapkan) apa yang mereka sukai (yaitu anak laki-laki)

Kata سبحنه pada ayat di atas merupakan bentuk i’tiradh dari dua ayat yang mengantarinya. Kata itu merupakan bantahan bagi klaim orang-orang kafir yang menetapkan anak perempuan bagi Allah.

d.      Pola Tasydid

Apabila satu ayat atau bagian ayat mempertegas ayat yang terletak di sampingnya. Contohnya pada surat al-Fatihah ayat 6 sampai 7.

Munasabah antarayat yang tidak jelas dapat dilihat melaui qara’in ma’nawiyyah (hubungan makna) yang dapat terlihat dalam pola munasabah at-Tanzir (perbandingan), al-mudhad (perlawanan), istithrad (penjelasan lebih lanjut) dan at-takhalush (perpindahan).

a.         Al-Mudhad (berlawanan),

yaitu dua ayat berurutan yang memeperbincangkan dua hal yang berlawanan seperti surga dan neraka serta kafir dan iman. Hal ini, misalnya terlihat dalam Surah an-Nisa’ (4) ayat 150-152.


إنّ الذين يكفرون بالله ورسله و يريدو ن أن يفرّقوا بين الله ورسله ويقولون نؤ من ببعض و نكفر ببعض ويريدون أن يتّخذوا بين ذلك سبيلا( 150) أولئك هم الكفرن حقّا وأعتدنا للكفرين عذا با مّهينا (151) والّذين ءامنوا بالله و رسله ولم يفرّقوا بين أحد مّنهم أولئك سوف يؤتيهم أجورهم وكان الله غفورا رّحيما (152)


Artinya :

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebagian dan Kami kafir terhadap sebagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir). Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. Orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya dan tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, kelak Allah akan memberikan kepada mereka pahalanya. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.


Ayat 150-151 bercerita tentang karakteristik orang-orang kafir dan balasan atas mereka, meraka ingkar kepada Allah dan rasul-Nya, membedakan antara Allah dan rasul-Nya serta mengimani sebagian al-Kitab dan mengingkari sebagian yang lain. Maka dari itu Allah menimpakan azab kepada mereka. Sedangkan ayat 152 berbicara tentang sifat orang-orang mukmin, di mana mereka mempercayai semua rasul yang diutus oleh Allah. Maka Allah memberikan balasan dan mengampuni mereka.


Jika dilihat secara zahir, kedua kelompok ayat (150-151 dan 152) ini tidak memiliki hubungan. Sebab ayat pertama berbicara tentang orang kafir, sedangkan yang terakhir berbicara tentang orang mukmin, dan keduanya tidak pula dihubungkan oleh wawu ‘athaf. Akan tetapi, jika dilihat lebih dalam, hubungan tersebut akan terlihat, di mana lazimnya al-Qur’an bercerita tentang orang kafir dan orang mukmin, kemudian diiringi dengan perbincangan mengenai orang kafir. Hal ini bermaksud untuk memotivasi pembaca agar menghindari kekafiran dan berpegang teguh kepada iman.

b.        Istithrad (penjelasan lebih lanjut),

yaitu perbincangan suatu ayat mengenai suatu masalah sampai kepada hal lain yang tidak berkaitan langsung dengan masalah yang sedang diperbincangkan, tetapi hukumnya sama dengan hal yang diperbincangkan tersebut. Hal ini seperti yang terdapat dalam Surah Al-A’raf (7) ayat 26:


    يبنى ءادم قدأنزلنا عليكم لبا سا يو رى سوء تكم وريشا ولبا سا التّقواى ذلك خير ذلك منءايت الله لعلّهم يذّكرون(26)

Artinya:

Hai anak adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.


Kata  ( ولبا سا التّقوا ) dalam ayat ini tidak berkaitan dengan ungkapan sebelumnya, sebab ungkapan sebelumnya berbicara tentang pakaian penutup aurat, sedangkan (ولبا سا التّقوا) (pakaian taqwa) bukan pakaian fisik sebagai penutup aurat. Jadi kata (ولبا سا التّقوا) secara zahir tidak ada hubungannya dengan aurat. Akan tetapi hubungan tersebut terlihat pada pakaian sebagai penutup aurat yang merupakan bagian dari takwa.

c.         Munasabah berpola at-tanzir terlihat pada adanya perbandingan antara ayat-ayat yang berdampingan. Contohnya firman Allah    dalam surat al-Anfal ayat 4-5 :

أولئك هم المؤمنون حقّا لهم درجت عند ربّهم و مغفرة و رزق كريم(4) كماأخرجك ربّك من بيتك بالحقّ وإنّ فريقا من المؤمنين لكرهون(5) 

Artinya : Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia. Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang berimanitu tidak menyukainya.

Pada ayat kelima, Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar terus melaksanakan perintah-Nya, meskipun para sahabatnya tidak menyukainya. Sementara pada ayat keempat, Allah memerintahkannya agar tetap keluar dari untuk berperang. Munasabah antar kedua ayat tersebut terletak pada perbandingan antara ketidaksukaan para sahabat terhadap pemberian ghanimah yang dibagikan Rasul dan ketidaksukaan mereka untuk berperang. Padahal sudah jelas bahwa dalam kedua perbuatan itu terdapat keberuntungan, kemenangan, ghanimah, dan kejayaan islam.

d.    Munasabah berpola takhallus

Pada perpindahan dari awal pembicaraan pada maksud tertera secara halus. Umpamanya, dalam surat al-A’raf, mula-mula Allah berbicara tentang Nabi Musadan para pengikutnya yang selanjutnya berkisah tentang Nabi Muhammad dan umatnya.

5.    Munasabah Antar Suatu Kelompok Ayat dengan Kelompok Ayat di Sampingnya.

Dalam surat al-Baqarah ayat 1 sampai 3,misalnya, Allah memulai penjelasan-Nya tentang kebenaran dan fungsi al-Qur’an bagi orang-orang yang bertakwa. Dalam kelompok ayat-ayat berikutnya dibicarakan tiga kelompok manusia dan sifat merekayang berbeda-beda, yaitu mukmin, kafir, dan munafik.

6.      Munasabah Antar Fashilah (pemisah) dan Isi Ayat

Macam munasabah ini mengandung tujuan tertentu. Diantaranya adalah menguatkan makna yang terkandung dalam suatu ayat. Umpamanya dalam surat an-Naml ayat 80:

إنّك لا تسمع الموتى ولا تسمع الصّمّ الدّعاء إذا ولّوا مدبر ين

Artinya: Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar dan (tidak pula) menjadikan orang-orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang.

7.      Munasabah Antar Awal Surat dengan Akhir Surat yang Sama

Tentang munasabah ini, as-Suyuti mengarang sebuah buku yang berjudul Marasid al-Mathali fi Tanasub al-Maqti wa al- Mathali. Contoh munasabh ini terdapat dalam surat al-Qashas yang bermula dengan menjelaskan perjuangan Nabi Musa dalam menghadapi kekejaman Fir’aun.Atas perintah dan pertolongan Allah, Nabi Musa berhasil keluar dari Mesir dengan penuh tekanan. Di akhir surat, Allah menyampaikan kabar gembira kepada Nabi Muhammad yang menghadapi tekanan dari kaumnya dan jajni Allah atas kemenangannya. Di awal surat dikemukakan bahwa Nabi Musa tidak akan menolong orang kafir. Munasabah di sini terletak dari sisi kesamaan kondisi yang dihadapi oleh kedua Nabi tersebut.




8.      Munasabah Antar Penutup Suatu Surat dengan Awal Surat Berikutnya

Jika diperhatiakn pada setiap pembukaan surat, dijumpai munasabah dengan akhir surat sebelumnya, sekalipun tidak mudah untuk mencarinya. Umpamanya, pada permulaan surat Al-Hadiddi mulai dengan tasbih:

العز الحكيم سبّح لله ما فى السّموات والأرض وهو

Artinya : Semua yang ada di langit dan bumi bertasbih kapada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Ayat ini munasabah dengan akhir sebelumnya, al-Waqi’ah yang memerintahkan bertasbih:

با سم ربّك العظيم  فسبّح

Artinya : Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Besar.  

2.4     Urgensi dan Kegunaan Munasabah

Ilmu munasabah merupakan bagian dari ilmu-ilmu al-Qur’an yang posisinya sangat penting dalam rangka menjadikan keseluruhan ayat al-Qur’an sebagai satu kesatuan yang utuh (holistik). Hal ini karena suatu ayat dengan yang lain memiliki keterkaitan, sehingga bisa saling menafsirkan. Dengan demikian al-Qur’an adalah kesatuan yang utuh yang jika dipahami sepotong-sepotong akan terjadi model penafsiran atomostik.[8]

Secara  mudahnya ilmu munasabah berfungsi sebagai ilmu pendukung ilmu tafsir. Bahkan tidak jarang pendekatan ilmu munasabah, penafsiran akan semakin jelas, mudah dan indah. Sehingga ilmu munasabah cukup memiliki peranan dalam mengingatkan kualitas penafsiran ayat-ayat al-Qur’an.

Menurut Az-Zakasyi munasabah adalah ilmu yang sangat mulia, dengan ilmu ini bisa diukur kemampuan (kecerdasan) seseorang, dan dengan ilmu ini pula bisa diketahui kadar pengetahuan seseorang dalam mengemukakan pendapat/pendiriannya. Banyak  para analis tafsir yang menyatakan adalah salah dugaan sebagian orang memandang tidak perlu melakukan penggalian ilmu munasabah dalam menafsirkan al- Qur’an. Karena ilmu tafsir tanpa ilmu munasabah itu tidaklah sempurna.

Suatu hal yang patut diingatkan di sini adalah bahwa pekerjaan mencari hubungan antara sesama ayat al-Qur’an memang bukan merupakan perkara mudah yang bisa dilakukan sembarang orang. Menelusuri munasabah al-Qur’an antar bagian demi bagian merupakan pekerjaan yang benar-benar menuntut ketekunan dan kesabaran seseorang, bahkan boleh jadi hanya mungkin dilakukan manakala orang yang bersangkutan memang bersungguh-sungguh memiliki keinginan untuk itu. Karenanya, mudah dipahami jika kenyataan memang menunjukkan bahwa tidak begitu banyak mufassir yeng melibatkan ilmu munasabah dalam memaparkan penafsiran al- Qur’an. [9]

                            


    

BAB III

PENUTUP

3.1     Kesimpulan

1.      Munasabah  adalah ilmu ilmu atau pengetahuan yang membahas tentang hubungan al-Qur’an dari berbagai sisinya.

2.      Cara mengetahui munasabah adalah dengan cara:

a.  Mencari terlebih dahulu topik yang dibicarakan diayat tersebut

b. Mencari sub-bab dari topik dan mencari unsur-unsur dari subtopik.

3.      Macam- macam  munasabah  terdiri  dari tujuh macam, yaitu

a.       munasabah antarsurat dengan surat sebelumnya.

b.      Munasabah antarnama surat dan tujuan turunnya.

c.       Munasabah antarbagian suatu ayat, munasabah antarayat yang letaknya berdampingan.

d.      Munasabah antarsuatu kelompok ayat dengan kelompok ayat di sampingnya.

e.       Munasabah antar pemisah dan isi surat

f.        Munasabah antarawal surat dengan akhir surat yang sama, dan

g.      Munasabah antar penutup suatu surat dengan awal berikutnya.

4.      Urgensi dan manfaat dari ilmu munasabah adalah  sebagai pendukung ilmu tafsir, mengokohkan pembicaraan yang satu dengan yang lain, membantu dalam pentakwilan pemahaman dengan baik dan cermat, dapat mengetahui kesesuaian antar ayat dan antar surat, dann lain sebagainya

 



DAFTAR PUSTAKA


Amin, M. Suma. Ulumul Qur’an.  Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013.                

Anwar, Rosihon.  Pengantar Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia, 2009.

Hermawan, Acep. Ulumul Qur’an. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011.

Jalal, Abdul. Ulumul Qur’an.  Surabaya: Dunia Ilmu, 2013.

Khalil, Manna al Qatan. Mabahis Fi Ulumil Qur’an. Mesir: Maktabah Wahbah, 1973.

Yusuf,  Kadar. Studi Qur’an. Jakarta: Amzah, 2012.


[1] Abdul Jalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2013), 157.

[2] Kadar  Yusuf, Studi Qur’an (Jakarta: Amzah, 2012),  96.

[3] Ibid.

[4] Manna khalil  al Qattan,  Mabahis fi ‘Ulumil Qur’an (Riyadh: Maktabah Wahbah),  97.

[5] Kadar Yusuf, Studi Qur’an, 96.

[6] Mufassir: penafsir al-Qur’an.

[7] Rosihon Anwar, Pengantar Ulumul Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 136.

[8] Acep Hermawan, Ulumul Qur’an (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), 124.

[9]M.Amin Suma, Ulumul Qur’an  (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013), 256.


Artikel Terkait