Makalah Konsep, Dalil, dan Sejarah Perkembangan Akhlak dan Tasawuf

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Globalisasi telah melanda dunia dimana nilai-nilai yang selama ini mapan mudah berubah akibat tidak ada btas lagi natar ruag dan waktu, sehingga nilai-nilai tersebut berubha menjadi relatif dan subyektif. Semua yang berkaitan prilaku, budi pekerti, etika dan moral tidak bisa dikatakan obyektif, karena nilai yang dianggap sebagia landasan prilaku itu sendiri mudah berubah. Hal-hal yang belakangan ini muncul, yaitu batasan antar pornografi dan pornoaksi dengan seni sangat tipis, apakah berpakaian ketat dan minim termasuk pornoaksi atau bagian daripada seni. Ini sangat sulit dibedakan. Oleh karena nilai-nilai tersebut mudah lunturmaka dibutuhkanlah penguatan kembali nilai-nilai yang berdasarkan Al-Quran dan Hadis yang disebut akhlak. Akhlak inilah merupan cermin setiap pribadi apakah ia punya rasa malu, muu’ah, amanah, jujur, adil, lemah lembut, rasa kasih sayang terhada[ sesama, dermawan, ikhlas dalam berbuat, suka menolong dan sebagainya.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa-apa saja yang termasuk kepada konsep akhlak ?

2.      Apa-apa saja yang termasuk kepada konsep tasawuf?

3.      Bagaimana hubungan antara akhlak dan tasawuf?

4.      Apa itu pengertian dan fungsi dari akhlak tasawuf?

5.      Apa sosial historis yang terdapat dalam akhlak tasawuf?

C.    Tujuan

1.      Mengetahui konsep-konsep akhlak.

2.      Mengetahui konsep-konsep tasawuf.

3.      Mengetahui hubungan antara akhlak dan tasawuf.

4.      Mengetahui pengertian dan fungsi dari akhlak dan tasawuf.

5.      Mengetahui sosial historis yang terdapat dalam akhlak tasawuf.

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A. Akhlak dan Tasawuf

1. Konsep-konsep akhlak

1.1.  Pengertian

                                    Perumusan pengertian akhlaq timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara Khaliq dengan makhluq dan antara makhluk dengan makhluq.[1] Perkataan ini dipetik dari kalimat yang tercantum dalam Al-Quran:

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ

Artinya:

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. “

(Q.S. Al-Qalaam: 4)

Demikian juga, dari hadis Nabi Muhammad SAW:

اِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأ ُتَمِّمَا مَكَارِمَ اْلأَحْلاَ قِ

Artinya:

“Aku diutus untuk menyempurnakan perangai (budi pekerti) yang mulia.”

(H.R. Ahmad)[2]

                                    Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu :

a.       Etimologi

Secara etimologi kata akhlak  berasal dari bahasa Arab akhlaq (أخلاق) dalam bentuk jama’, sdang mufradnya adalah khuluq (خلق).  Kata khuluq (bentuk mufrad dari akhlaq) ini berasal dari fi’il madhi khalaqa yang dapat mempunyai bermacam- macam ari tergantung pada mashdar yang digunakan.[3]

Pendapat pertama mengatakan  Akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim masdar (bentuk infinitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuia dengan timbangan (wazan) tsulasi majid af’ala, Yuf’ilu, if’alan yang berarti al- sajiyah (perangai), ath- thabi’ah (kelakukan, tabi’at, watak dasar), al- ‘adat (kebiasaan, kelaziman), al- maru’ah (peradaban yang baikl), dan al- din (agama).[4]

Pendapat kedua mengatakan makna akhlak sebagaimana dituliskan diatas kurang sesuai, karena isim mashdar dari kata akhlaqa bukan akhlaq, tapi ikhlaq. Berkanaan dengan ini pendapat kedua mengatakan  makna kata akhlaq secara bahasa merupakan isim jamid atau  isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah demikian adanya.

Pendapat ketiga mengatakan bahwa kata akhlaq adalah jamak dari kata khilqun atau khuluqun yang artinya sama dengan arti akhlaq sebagaimana telah dituliskan sebelumnya.[5]

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti, watak, tabiat.[6]

 

b.      Terminologi

Adapun pengertian akhlak menurut ulama akhlak, antara lain sebagai berikut.

1.    Ibnu Maskawaih

Sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

2.    Imam Al- Ghazali

Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam- macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

3.    Ibrahim Anis

Sifat yang tertanam dalam jiwa , yang dengannya lahirlah macam- macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membuuhkan pemikiran dan pertimbangan.

4.    Abd al- Hamid

Sifat- sifat manusia yang terdidik.[7]

5.    Muhyiddin Ibnu Arabi

Keadaan jiwa seseorang yang mendorong manusia untuk berbuat , tanpa melalui pertimbangan dan pilihan terlebih dahulu. Keadaan tersebut pada seseorang boleh jadi merupakan tabiat atau bawaan, dan boleh jadi juga merupakan kebiasaan melalui ;atihan dan perjuangan.

6.    Syekh Makarim Asy-Syirazi

Akhlak adalah sekumpulan keutamaan maknawi dan tabiat batini manusia.

7.    AL-Faidh Al-Kasyani

Akhlak adalah ungkapan untuk menunjukkan kondisi yang mandiri dlam jiwa, yang darinya muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa didahului perenungan dan pemikiran.

 

Semua pengertian diatas memberi gambaran bahwa tingkah laku merupakan bentuk kepribadian seseorang tanpa dibuat-buat atau spontan atau tanpa ada dorongan dari luar. Jika baik menurut pandangan akal dan agama, tindakan spontan itu dinamakan akhlak yang baik (al-akhlakul karimah/ al-akhlakul mahmudah), sebaliknya jiak tindakan spontan itu buruk disebut al-akhlakul madzmumah.[8]

 

1.2. Ruang Lingkup Akhlak

                                    Dalam Islam akhlak manusia tidak dibatasi pada prilaku sosial, namun juga menyangkut kepada seluruh ruang lingkup kehidupan manusia. Oleh karena itu konsep Islam mengatur polakehidupan manusia yang meliputi:

a.  Hubungan antara manusia dengan Allah seperti akhlak terhadap Tuhan

b.  Hubungan manusia dengan sesamanya

Hubungan manusia dengan sesamanya meliputi hubungan seseorang terhadap keluarganya maupun hubungan seseorang terhadap masyarakat.

c.  Hubungan manusia dengan lingkungannya

Akhlak terhadap makhluk lain seperti akhlak terhadap binatang, tumbuh-tumbuhan, dan alam sekitar.

d.  Akhlak terhadap diri sendiri.[9]

1.3. Dasar-Dasar Akhlak

            a. Al-Quran

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ

 

Artinya:

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. “

(Q.S. Al-Qalaam: 4)

b. Hadis

اِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأ ُتَمِّمَا مَكَارِمَ اْلأَحْلاَ قِ

Artinya:

“Aku diutus untuk menyempurnakan perangai (budi pekerti) yang mulia.”

(H.R. Ahmad)

 

1.4. Tujuan Aklak

                                    Tujuan umum akhlak adalah membentuk kepribadian seorang muslim yang memiliki akhlak mulia, baik secara lahiriah maupun bathiniah. Adapun tujuan akhlak secara khusus adalah:

a.  Mengetahui tujuan utama diutusnya Nabi Muhammad SAW.

Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa tujuan utama diutusnya nabi SAW adalah menyempurnakan akhlak.

b.  Menjembatani kerengganan antara Akhlak dan ibadah.

c.  Mengimplementasikan pengetahuan tentang akhlak dalam kehidupan.

 

2. Konsep-Konsep Tasawuf

2.1. Pengertian

                                    Dalam mengajukan teori tentang pengertian tasawuf, baik secara etimologi maupun secara terminologi, para ahli berbeda pendapat. Secara etimologi , pengertian tasawuf dapat dilihat menjadi beberapa macam pengertian, seperti dibawah ini.

a.       Ahlu Suffah (أهل اللصفة)

Sekelompok orang pada masa Rasulullah SAW Ynag hidupnya berdiam di seramb-serambi masjid, mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah SWT.

b.      Shafa (صفاء)

Berarti “bersih” atau “suci”. Maksudnya adalah orang-orang yang mensucikan dirinya dihadapan Allah SWT.

c.       Shaf (صف)

Orang-oarang yang ketika sholat selalu berada di shaf yang paling depan.

d.      Saufi (سوفى)

istilah ini disamakan maknanya dengan kata hikmah, yang berarti kebijaksanaan.

e.       Shaufanah (سوفنة)

Sebangsa buah- buahan kecil yang berbulu dan banyak tumbuh di padang pasir di tanah Arab.

f.       Sophia

Berasal dari bahsa Yunani, yang artinya hikmah atau filsafat.

g.      Suf (صوف)

Berarti bulu domba atau wol.

 

Dari ketujuh tema tersebut, yang bnayak diakui kedekatannya dengan makna tasawuf yang dipahami sekarang ini adalah kata suf. Disebutkan bahwa kebiasaan mereka memakai pakaian yang berasal dari kulit dan bul domba yang kasar. Dengan pakaian dan bulu domba ynag kasar dan sederhaan itu orang- orang sufi terhindar dari sifat riya dan menunjukkan kezuhudan pemakainya. Ini dikuatkan oleh Barmawie Umarie yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari bahas arab yaitu (تصوف-يتصوف-تفعلا).

         Pengertian tasawuf secara terminologi, telah banyak diformulasikan oleh para ahli yang satu sama lain berbeda, yaitu:

a.       Al-Jurairi

Memasuki ke dalam segala budi yang bersifat sunni, dan keluar dari budi pekerti yang rendah.

b.      Al-Junaidi

Bahwa yang hak adalah ynag mematikanmu,dan hak lah yang menghidupkanmu

c.       Abu Hamzah

Tanda sufi yang benar adalah berfakir setelah ia kaya, merendahkan diri setelah dia bermegah- megahan, menyembunyikan diri setelah dia terkenal dan tanda sufi palsu adalah kaya setelah dia fakir, bermegah- megahan setelah dia hina, dan tersohor setelah dia bersembunyi.

d.      ‘Amir bin Usman Al- Makki

Seorang hamba yang setiap waktunya mengambil waktu yang utama.

e.       Muhammad Ali Al- Qassab

Akhlak yang mulia, yang timbul pada masa ynag mulia ditengah- tengah kaumnya yang mulia.

f.       Syamnun

Bahwa engkau memliki sesuatu yang tidak dimiliki sesuatu

g.      Ma’ruf Al- Kharaki

Mengambil hakikat dan berputus asa apa yang ada di tangan makhluk.

 

Selain berdasarkan pengertian di atas, para ahli juga mendefinisikan tasawuf berdasarkan sudut pandang yang digunakan nya masing-masing. Selama ini ada tiga sudut pandang yang diguanakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf[10], yaitu:

a.       Sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas.

Tasawuf adalah upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan meusatkan perhatian hanya kepada Allah SWT.

b.      Manusia sebagai makhluk yang harus berjuang

Tasawuf adalah upaya memperindah diri dengan akhlak yang bersumber dari ajaran agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.

c.       Manusia sebagai makhluk bertuhan

Tasawuf adalah kesadaran fitrah (ke-Tuhanan)yang dapat mengarahkan jiwa agar tertuju kepada kegiatan – kegiatan yang dapat menghubungkan manusia dengan Tuhan.

 

                                    Jadi , kalau kalau kita simpulkan dapat kita ringkas sebagai berikut, “Ilmu tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha membersihkan diri, berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan makrifat meuju keadilan, saling mengingatkan antara manusia, serta berpegang teguh pada janji Allah SWT dan menikuti syari’at Rasulullah SAW dalam mendekatkan diri dan mencapai keridhaan-Nya.[11]

 

 

2.2. Sumber Ajaran Tasawuf

a. Al-Quran

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

Artinya:

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”

b.      Hadis

مَن عَرَفَ نـَـفسَهُ فــقد عرَفَ ربًّه

Artinya:

“Barang siapa yang telah mengetahui dirinya, maka ia telah mengetahui Tuhannya.”

 

2.3. Tujuan Tasawuf

               Tasawuf mengantarkan manusia untuk mendekatkan dirinya setingkat demi setingkat kepada Tuhannya, sehingga ia demikian dekat berada di kehadirat- Nya. Dengan demikian maka tujuan terakhir dari tasawuf itu adalah berada dekat sedekat-dekatnya di hadirat Tuhan, dengan puncaknya menemi dan melihat Tuhannya.[12]

 

B.  Hubungan Ilmu Akhlak dan Ilmu Tasawuf

 

                        Para ahli Ilmu Tasawuf pada umumnya membagi tasawuf kepada tiga bagian. Pertama Tasawuf Falsafi, kedua tasawuf akhlak, dan ketiga tasawuf amali. Ketiga macam tasawuf ini tujuannya sama, yaitu mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cra membershkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghias diri dengan perbuatan yang terpuji. Dengan demikian dalam proses pencapaian tujuan bertasawuf seseorang harus terlebih dahulu berakhlak mulia.

                        Hubungan antara akhlak dan tasawuf lebih lanjut dapat kita ikuti uraian yang diberikan Harun Nasution . Menurutnya ketika mempelajari tasawuf ternyata pula bahwa Al-Quran dan Hadis mementingkan akhlak. Harun Nasution lbih lanjut mengatakan kaum sufilah, terutama yang pelaksanaan ibadahnya membawa kepada pembinaan akhlak mulia dalam diri mereka.[13]

                        Hubungan  antara akhlak dan tasawuf sangatlah erat bisa dikatakan seperti dua mata uang, karena untuk mencapai akhlak yang mulia diperlukan proses-proses yang biasanya dilakukan oleh kalangan mutasawwifin (penganmal tasawuf). Sementara bagian yang terpenting dalam tasawuf adalah pencapaian akhlak yang mulia disamping hal-hal yang terkait dengan kebutuhan.[14]

 

C.   Akhlak Tasawuf

1.    Pengertian

Akhlak tasawuf adalah proses-proses pencapaina akhlakul karimah melalui metode tasawuf yang diilhami oleh kehidupan para salafus Shalih.

2.    Fungsi Akhlak Tasawuf

2.1. Fungsi Umum

Untuk aspek pertama, yaitu menyangkut kesejarahan akhlak tasawuf sejak lahir dan paradigmanya masih tersisa sampai sekarang.

Maka akhlak tasawuf akan dapat berfungsi sebagai:

a.    Mengembalikan akhlak Rasulullah  Saw menjadi acuan kehidupan sehari-hari umat Islam.

b.    Menyeimbangkan kehidupan duniawi yang serba hingar bingar dengan kehidupan spritual yang serba teduh dan hening.

c.    Peneduh jiwa karena hilangnya kebermaknaan hidup dalam zaman kemajuan ilmu dan teknologi.

d.   Pengerem psikologis dari kehidupan yang diwarnai penuh persaingan (kompetisi).

e.    Penguat kesadaran kebersamaan hidup.

2.2. Fungsi Khusus

Fungsi akhlak tasawuf secar khusus adalah berkaitan dengan kesehatan mental atau jiwa manusia.[15] Fungsi tersebut diantaranya adalah:

a.    Membersihkan hati dalam berhubungan dengan Allah.

b.    Membersihkan jiwa dari pengaruh materi.

c.    Menerangi jiwa dari kegelapan.

d.   Memperteguh dan menyuburkan keyakinan beragama.

e.    Mempertinggi Akhlak manusia.

 

Adapun fungsi mempelajari akhlak tasawuf yang sifatnya lebih teknis adalah sebagai berikut:[16]

a.    Untuk meningkatkan kemajuan rohani.

b.    Untuk menuntun kearah kebakan.

c.    Untuk menopang kesempurnaan iman.

d.   Untuk mempertajam kemampuan eskatologis.

e.    Untuk mempertajam tanggung jawab bersama dalam kehidupan.

f.     Untuk menjaga martabata kemanusiaan seseorang.

 

D.  Sosial Historis

1.      Bidang Budaya

            Dari segi sejarah, sufisme sebenarnya dapat dibaca dalam 2 tingkat: (1) sufisme sebagai semangat atau jiwa yang hidup dalam dinamika masyarakat muslim; (2) sufisme yang tampak melekat bersama masyarakat melalui bentuk-bentuk kelembagaan termasuk tokoh-tokohnya. Perluasan wilayah kekuasaan Islam tidak semata-mata berimplikasi pada persebaran syiar Islam melainkan juga berimbas pada kemakmuran yang melimpah ruah. Banyak di kalangan sahabat yang dahulunya hidup sederhana kini menjadi berkelimpahan harta benda. Menyaksikan fenomena kemewahan tersebut muncul reaksi dari beberapa sahabat seperti Abu Dzar al-Ghifari, Sa’id bin Zubair, ‘Abd Allah bin ‘Umar sebagai bentuk “protes” dari perilaku hedonistic yang menguat pada masa kekuasaan Umayyah.

 

2.      Bidang Sosial

     Disintegrasi sosial yang parah mempengaruhi umat mencari pedoman doktrinal yang mampu memberi mereka ketenangan jiwa dan sekaligus memberi kesadaran yang mengukuhkan ikatan yang damai sesame muslim di antara mereka.

 

 

 

3.      Bidang Agama

            Menurut al-Dzahabi, istilah sufi mulai dikenal pada abad ke-2 Hijriyah, tepatnya tahun 150 H. Orang pertama yang dianggap memperkenalkan istilah ini kepada dunia Islam adalah Abu Hasyim al-Sufi atau akrab disebut juga Abu Hasyim al-Kufi. Tetapi pendapat lain menyebutkan bahwa tasawuf baru muncul di dunia Islam pada awal abad ke-3 hijriyah yang dipelopori oleh al-Kurkhi, seorang masihi asal Persia. Tokoh ini mengembangkan pemikiran bahwa cinta (maẖabbah) kepada Allah adalah sesuatu yang tidak diperoleh melalui belajar, melainkan karena faktor pemberian (mauhibah) dan keutamaan dari-Nya. Adapun tasawuf baginya adalah mengambil kebenaran-kebenaran hakiki. Tesis ini kemudian menjadi suatu asas dalam perkembangan tasawuf di dunia Islam. Beberapa tokoh lainnya yang muncul pada periode ini adalah al-Suqti (w.253 H), al-Muhasibi (w. 243 H) dan Dzunnun al-Misri (w. 245 H). [17]

 

4.      Bidang Politik

Sejarah perkembangan tasawuf dapat dikatakan sejak timbulnya fitnah di zaman Khalifah Utsman sampai Khalifah Ali, di mana akibat perang saudara itu beratus dan beribu umat Islam menjadi korban. Termasyhurlah semboyan: kamu mencintai dunia dan takut kepada mati.

 Dengan  demikian timbullah reaksi dari masyarakat terhadap khalifah-khalifah berikutnya, seperti halnya sebagian Ulama melakukan ‘uzlah. Tercatatlah dalam sejarah sebagai pelopor dalam tasawuf, yaitu: Hasan Basyri pada abad kedua Hijrah sebagai awal timbulnya ajaran tasawuf. Beliaupun sebagai sumber dari ahli fikir faham Mu’tazilah dan sumber dari rasa shufiyah. Kemudian diikuti oleh Sofyan Tsauri dan Rabi’atul Adawiyah.[18]

 

 

 BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

 

Para ulama telah banyak mengemukakan pendapat mereka tentang pengertian akhlak maupun tasawuf berdasarkan sudut pandang mereka. Sehingga apabila digabungkan antara keduanya, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa akhlak dan tasawuf itu adalah proses-proses pencapaian akhlakul karimah dengan metode tasawuf yang diilhami oleh kehidupan salafus saleh. Akhlak dan tasawuf memiliki konsep-konsep masing-masingnya yang memiliki hubungan satu sama lain karena bersumber dari sosial historis yang berkaitan satu sama lain.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Ali, Yunasril , Pengantar Ilmu Tasawuf, Jakarta,  Pedoman Ilmu Jaya, 1987.

Anwar, Rosihon, Akhlak Tasawuf, Bandung, CV Pustaka Setia, 2010.

Khoiri, Alwan, dkk, Akhlak/ Tasawuf, Yogyakarta, Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005.

Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf, Jakarta, Rajawali Pers, 2012.

Zainuddin, A. Jamhari, Muhammad, Al-Islam 2: Muamalah dan Akhlak, Bandung, Pustaka Setia, 1999..

 

Rujukan Lain:

http://zaky-khal.blogspot.com

http://pusko4u.blogspot.co.id

 

[1] A. Zainuddin dan Muhammad Jamhari, Al-Islam 2: Muamalah dan Akhlak, Bandung, Pustaka Setia, 1999, hlm. 73.

[2]  Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, Bandung, Pustaka Setia, 2010, hlm. 12.

[3] Alwan Khoiri, dkk, Akhlak/ Tasawuf, Yogyakarta,Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005, hlm.2.

[4] Jamil Shaliba, al- Mu’jam al-Falsafi, Juz 1, Mesir, Dar al-Kitab al-Kitab al-Mishri, 1978, hlm. 539. Lihat pula Luis Ma’luf, Kamus al-Munjid, Beirut, al- Maktabah al-Katulikiyah, hlm. 194. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1991, hlm. 19. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta, PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2012, HLM. 1.

[5] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta, PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2012, hlm. 1.

[6] Rosihon Anwar,Op. Cit., hlm. 11.

[7] Abuddin Nata, Op. Cit., hlm. 3-4.

[8] Rosihon Anwar,Op. Cit., hlm.15.

[9] Alwan Khoiri, dkk, Op. Cit., hlm. 18.

[10] Abuddin Nata, Op. Cit., hlm. 180.

 

 

[11] Rosihon Anwar,Op. Cit., hlm.147.

 

[12] Alwan Khoiri, dkk, Op. Cit., hlm. 35.

[13] Abuddin Nata, Op. Cit., hlm. 18-19.

[14] Alwan Khoiri, dkk, Op. Cit., hlm. 50.

[15] Yunasril Ali, Pengantar Ilmu Tasawuf, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1987, hlm. 42-46

[16] Alwan Khoiri, dkk, Op. Cit., hlm. 74-84.

 

[17] http://zaky-khal.blogspot.com

[18]http://pusko4u.blogspot.co.id

 

Artikel Terkait