MAKALAH MASA PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM

BAB I

PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang

Dalam sejarah pendidikan Islam, seperti juga dibagian dunia Islam lainnya berjalan menurut rentak gerakan Islam pada umumnya, dalam politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan lain-lain. Pada permulaan abad ke-20 terjadi beberapa perubahan dalam Islam yang dalam garis besarnya dapat digambarkan sebagai kebangkitan, pembaharuan bahkan pencerahan. Lembaga-lembaga pendidikan sanggup menghasilkan elite yang tahu akan momentum-momentum ini dan sekaligus dapat menempatkan diri dalam pemimpin histori ini, maka ia sebenarnya telah melaksanakan fungsinya membawa Indonesia menyongsong terbitnya fajar Islam sebagai pertanda akan terbitnya sang surya yang akan menyinari alam.

Pada kesempatan kali ini, pemakalah akan mencoba memaparkan tentang pembaharuan pendidikan Islam, dimana pada masa ini umat Islam mulai sadar akan ketertinggalannya dari dunia Barat.


B.  Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1.      Apa pengertian pembaharuan pendidikan Islam?

2.      Apa saja hal-hal yang melatarbelakangi pembaharuan pendidikan Islam?

3.      Apa saja pola-pola pembaharuan pendidikan Islam?

4.      Bagaimanakah dualisme sistem pembaharuan pendidikan Islam?


C.  Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisannya adalah sebagai berikut:

1.      Agar mengetahui pengertian pembaharuan pendidikan Islam.

2.      Agar mengetahui hal-hal yang melatarbelakangi pembaharuan pendidikan Islam.

3.      Agar mengetahui pola-pola pembaharuan pendidikan Islam.

4.      Agar mengetahui dualisme sistem pembaharuan pendidikan Islam.



BABII

PEMBAHASAN


A.    Pengertian Pembaharuan Pendidikan Islam

Lahirnya modernisasi atau pembaharuan di sebuah tempat akan selalu beriringan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang saat itu. Modernisasi atau pembaharuan bisa diartikan apa saja yang belum di pahami, di terima, atau dilaksanakan oleh penerima pembaharuan, sesungguhnya lebih merupakan upaya atau usaha perbaikan keadaan baik dari segi cara, konsep, dan serangkaian metode yang bisa diterapkan dalam rangka menghantarkan keadaan yang lebih baik.[1] Sedangkan Harun Nasution menyebutkan modernisasi dalam masyarakat Barat mengandung arti pikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.[2]

Dengan demikian, kalau kita kaitkan dengan pembaharuan pendidikan Islam akan memberi pengertian bagi kita, sebagai suatu upaya melakukan proses perubahan kurikulum, cara, metodologi, situasi dan kondisi pendidikan Islam dari yang tradisional (orthodox) ke arah yang lebih rasional, dan professional sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat itu.[3]


B.     Hal-hal Yang Melatarbelakangi Pembaharuan Pendidikan Islam

Terpuruknya nilai-nilai pendidikan Islam dilatarbelakangi oleh kondisi internal Islam yang tidak lagi menganggap ilmu pengetahuan umum sebagai satu kesatuan ilmu yang hareus diperhatikan. Sehingga pada proses selanjutnya ilmu pengetahuan lebih banyak diadopsi bahkan dimanfaatkan secara komprehensif oleh Barat yang pada waktu itu tidak pernah mengenal ilmu pengetahuan.

Secara garis besar, ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya proses pembaharuan pendidikan Islam, yaitu:

1.      Faktor internal yaitu, (a) faktor kebutuhan pragmatis umat Islam yang sangat memerlukan satu sistem pendidikan Islam yang betul-betul bisa dijadikan rujukan dalam rangka mencetak manusia-manusia muslim yang berkualitas, bertaqwa, dan beriman kepada Allah. (b) agama Islam sendiri melalui ayat suci Al-Qur’an banyak menyuruh atau manganjurkan umat Islam untuk selalu berpikir, dan bermetaforma.

2.      Faktor eksternal yaitu adanya kontak Islam dengan Barat juga merupakan faktor terpenting yang bisa kita lihat. Adanya kontak ini paling tidak telah menggugah dan membawa perubahan paradigmatik umat Islam untuk belajar secara terus menerus kepada Barat, sehingga ketertinggalan yang selama ini dirasakan akan bisa terminimalisir.[4]


C.    Pola-Pola Pembaharuan Pendidikan Islam

Dengan memperhatikan berbagai macam sebab kelemahan dan kemunduran umat Islam sebagaimana nampak pada masa sebelumnya, dan dengan memperhatikan sebab-sebab kemajuan dan kekuatan yang dialami oleh bangsa-bangsa Eropa, maka pada garis besarnya terjadi tiga pola pemikiran pembaharuan pendidikan Islam. Ketiga pola tersebut adalah: (1) pola pembaharuan pendidikan yang berorientasi kepada pola pendidikan modern di Eropa, (2) yang berorientasi dan bertujuan untuk pemurnian kembali ajaran Islam, (3) yang berorientasi pada kekayaan dan sumber budaya bangsa masing-masing dan yang bersifat nasionalisme.[5]

1.    Golongan yang berorientasi pada pola pendidikan modern di Barat

Pada dasarnya mereka berpandangan bahwa sumber kekuatan dan kesejahteraan hidup yang dialami oleh Barat adalah sebagai hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang mereka capai. Mereka juga berpendapat bahwa yang dicapai bangsa Barat sekarang, tidak lain merupakan pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang pernah berkembang di dunia Islam. Atas dasar pemikiran demikian, maka untuk mengembalikan kekuatan dan kejayaan umat Islam, sumber kekuatan dan kesejahteraan tersebut harus dikuasai kembali.

Penguasaan tersebut harus dicapai melalui proses pendidikan. Untuk itu, harus memiliki pola pendidikan yang dikembangkan di dunia Barat, sebagaimana dunia Barat dulu meniru yang dikembangkan di dunia Islam. Pembaharuan dilakukan dengan  mendirikan sekolah-sekolah dengan pola sekolah Barat. Di samping itu, pengiriman pelajar-pelajar ke dunia Barat terutama ke Perancis untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern tersebut banyak dilakukan oleh penguasa-penguasa di negeri Islam. Pembaharuan dengan pola Barat ini munculnya di Turki pada akhir abad ke-11 H/abad 17 M, setelah mengalami perang dengan negara Eropa Timur pada masa itu, yang merupakan benih bagi usaha sekularisasi Turki yang berkembang kemudian dan membentuk Turki modern. Salah satu pelopor pembaharuan di Turki adalah Sultan Mahmud II yang memerintah di Turki Utsmani pada tahun 1807 sampai 1839 M. Ia mengirimkan siswa-siswa ke Eropa untuk memperdalam ilmu pengetahuan dan teknologi langsung dari sumber pengembangan. Setelah mereka pulang ke tanah air, mereka banyak berpengaruh terhadap usaha-usaha pembaharuan pendidikan. Mereka juga memengaruhi berkembangnya paham sekularisme di Turki.

Sementara di Mesir, pembaharu yang berorientasi Barat adalah Muhammad Ali Pasha, yang berkuasa pada tahun 1805-1848. Dalam rangka memperkuat kedudukannya dan sekaligus melaksanakan pembaharuan di Mesir, ia mengadakan pembaharuan dengan jalan mendirikan berbagai macam sekolah, yang meniru sistem pendidikan pengajaran Barat. Bahkan ia mendatangkan guru-guru dari Barat, terutama dari Perancis.

2.    Gerakan pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada sumber Islam yang murni

Pola ini berpandangan bahwa sesungguhnya Islam sendiri merupakan sumber bagi kemajuan dan perkembangan peradaban, serta ilmu pengetahuan modern. Islam sendiri sudah penuh dengan ajaran-ajaran yang pada hakikatnya mengandung potensi untuk membawa kemajuan dan kesejahteraan, serta kekuatan bagi umat manusia. Dalam hal ini Islam telah membuktikannya pada masa kejayaannya.

Menurut analisa mereka, di antara sebab-sebab kelemahan umat Islam adalah karena mereka tidak lagi melaksanakan ajaran Islam sebagaimana mestinya. Ajaran-ajaran Islam yang menjadi sumber kemajuan dan kekuatan ditinggalkan, dan menerima ajaran Islam yang sudah tidak murni lagi. Hal itu terjadi setelah mandegnya perkembangan filsafat Islam, ditinggalkannya pola pemikiran rasional, dan kehidupan umat Islam telah diwarnai oleh pola hidup yang bersifat pasif. Di samping itu, dengan mandegnya perkembangan fiqih yang ditandai dengan penutupan pintu ijtihad, umat Islam telah kekurangan daya mampunya untuk mengatasi problematika hidup yang menantangnya sebagai akibat dari perubahan dan perkembangan zaman. Pola pembaharuan ini dirintis oleh Muhammad bin Abd Wahab, Jamaluddin Al-Afghani, dan Muhammad Abduh akhir adad 19 M.

Menurut Jamamluddin Al-Afghani, pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits dalam arti yang sebenarnya tidaklah mungkin. Ia berkeyakinan bahwa Islam sesuai dengan perkembangan zaman dan bangsa dan semua keadaan.[6]

Kalau kelihatan ada pertentangan ada pertentangan  antara ajaran-ajaran Islam dengan kondisi yang dibawa perubahan zaman dan perubahan kondisi, penyesuaian dapat diperoleh dengan mengadakan interpretasi baru tentang ajaran-ajaran Islam, seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Hadits. Untuk interpretasi itu diperlukan ijtihad, dan karenanya pintu ijtihad harus dibuka.[7]

3.    Pembaharuan pendidikan yang berorientasi pada nasionalisme

Rasa nasionalisme timbul bersamaan dengan berkembangnya pola kehidupan modern, dan mulai dari Barat. Bangsa-bangsa Barat mengalami kemajuan rasa nasionalisme yang kemudian menimbulkan kekuatan-kekuatan politik yang berdiri sendiri. Keadaan tersebut mendorong bangsa-bangsa Timur dan bangsa terjajah lainnya untuk mengembangkan nasionalisme masing-masing.

Kaum muslimin menghadapi kenyataan bahwa mereka terdiri dari berbagai bangsa yang berbeda latar belakang dan sejarah perkembangan kebudayaan. Merekapun hidup bersama dengan orang-orang yang beragama lain tapi sebangsa. Inilah yang mendorng berkembangnya rasa nasionalisme di dunia Islam. Di samping itu, adanya keyakinan di kalangan pemikir-pemikir pembaharuan Islam bahwa hakikatnya ajaran Islam dapat diterapkan sesuai dengan segala situasi dan kondisi. Oleh karena itu, ide pembaharuan yang berorientasi pada nasionalisme inipun sesuai dengan ajaran Islam.

Golongan nasionalisme ini berusaha untuk memperbaiki kehidupan umat Islam dengan memperhatiakan situasi dan kondisi obyektif umat Islam yang bersangkutan. Dalam usaha ini, bukan hanya mengambil unsur-unsur budaya Barat yang sudah maju, tetapi juga mengambil unsur-unsur yang berasal dari budaya warisan bangsa yang bersangkutan.[8]


D.    Dualisme Sistem Pendidikan Islam

Sebagai akibat dari usaha-usaha pembaharuan pendidikan Islam yang dilaksanakan dalam rangka untuk mengejar kekurangan dan ketinggalan dari dunia Barat dalam segala aspek kehidupan, maka terdapat kecenderungan adanya dualisme dalam sistem pendidikan umat Islam. Usaha pendidikan modern yang sebagaimana telah diuraikan yang berorientasi pada tiga pola pemikiran (Islam murni, Barat dan Nasionalisme), membentuk suatu sistem atau pola pendidikan modern, yang mengambil pola sistem pendidikan Barat dengan penyesuaian-penyesuaian dengan Islam dan kepentingan nasional. Di lain pihak sistem pendidikan tradisional yang telah ada di kalangan umat Islam tetap dipertahankan.

Sistem pendidikan modern, pada umumnya dilaksanakan oleh pemerintah yang pada mulanya adalah dalam rangka memenuhi tenaga-tenaga ahli untuk kepentingan pemerintah, dengan menggunakan kurikulum dan mengembangkan ilmu-ilmu pengetahuan modern. Sedangkan sistem pendidikan tradisional yang merupakan sisa-sisa dan pengembangan sistem zawiyah, ribat atau pondok pesantren dan madrasah yang telah ada dikalangan masyarakat, pada umumnya tetap mempertahankan kurikulum tradisional yang hanya memberikan pendidikan dan pengajaran keagamaan. Dualisme sistem dan pola pendidikan inilah yang selanjutnya mewarnai pendidikan Islam di semua negara dan masyarakat Islam, di zaman modern. Dualisme ini pula yang merupakan problema pokok yang dihadapi oleh usaha pembaharuan pendidikan Islam.

Pada umumnya usaha pendidikan untuk memadukan antara kedua sistem tersebut telah diadakan dengan jalan memasukkan kurikulum ilmu pengetahuan modern ke dalam sistem pendidikan tradisional, dan memasukkan pendidikan agama ke dalam kurikulum sekolah-sekolah modern. Dengan demikian diharapkan sistem pendidikan tradisional akan berkembang secara berangsur-angsur mengarah ke sistem pendidikan modern. Dan inilah sebenarnya yang dikehendaki oleh para pemikir pembaharuan pendidikan Islam, yang berorientasi pada ajaran Islam yang murni, sebagaimana dipelopori oleh  Al-Afgani, Muhammad Abduh, dan lain-lain. Sampai sekarang proses pemaduan antara kedua sistem dan pola pendidikan Islam ini tampak masih berlangsung di seluruh negara dan masyarakat Islam.[9]






BAB III

PENUTUP


A.    Kesimpulan

Pembaharuan pendidikan Islam adalah suatu upaya melakukan proses perubahan kurikulum, cara, metodologi, situasi dan kondisi pendidikan Islam dari yang tradisional (orthodox) ke arah yang lebih rasional, dan professional sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat itu.

Faktor yang mendorong terjadinya proses pembaharuan pendidikan Islam, yaitu: Faktor internal dan faktor eksternal.

Pola-pola pembaharuan pendidikan Islam ada 3 yaitu: (1) pola pembaharuan pendidikan yang berorientasi kepada pola pendidikan modern di Eropa, (2) yang berorientasi dan bertujuan untuk pemurnian kembali ajaran Islam, (3) yang berorientasi pada kekayaan dan sumber budaya bangsa masing-masing dan yang bersifat nasionalisme.

Untuk mengejar kekurangan dan ketinggalan dari dunia Barat dalam segala aspek kehidupan, maka terdapat kecenderungan adanya dualisme dalam sistem pendidikan umat Islam yaitu dengan memadukan antara kedua sistem pendidikan modern dan tradisional dengan jalan memasukkan kurikulum ilmu pengetahuan modern ke dalam sistem pendidikan tradisional, dan memasukkan pendidikan agama ke dalam kurikulum sekolah-sekolah modern.


B.     Saran

 Demikian yang dapat kami paparkan  mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini. Untuk mengetahui lebih dalam ada baiknya mahasiswa lebih banyak membaca buku-buku yang terkait dengan makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA


Daulay, Haidar Putra dan Pasa, Nurgaya. 2014. Pendidikan Islam dalam Lintasan Sejarah. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

Engku, Iskandar dan Zubaidah, Siti. 2014. Sejarah Pendidikan Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Suwito. 2008. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Zuhairini, dkk. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.




Referensi:

[1] Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 161.

[2] Haidar putra daulay dan Nurgaya pasa, Pendidikan Islam dalam lintasan sejarah, (Jakarta:  Kencana Prenadamedia Group, 2014), hlm. 155.

[3]Suwito, op.cit, hlm. 162.

[4] Ibid., hlm. 164-165.

[5] Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), hlm. 117.

[6] Iskandar Engku dan Siti Zubaidah, Sejarah Pendidikan Islami, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 92-94.

[7] Zuhairini, dkk, op. cit., hlm. 122.

[8] Iskandar Engku dan Siti Zubaidah, loc. cit.

[9] Zuhairini, dkk, op. cit., hlm. 124.


Artikel Terkait