Pendidikan Keperawatan Budaya Anti Korupsi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tindak pidana yang sangat fenomenal diberbagai negara saat ini adalah tindak pidana korupsi. Tindak pidana ini dapat melanda setiap negara baik negara yang miskin, negara yang sedang berkembang, maupun yang sudah maju karena ada istilah yang mengatakan bahwa semakin majunya suatu negara, semakin tinggi pula tingkat kebocoran keuangan.
Tindak pidana korupsi merupakan suatu kejahatan yang dapat menyentuh berbagai kepentingan yang menyangkut hak asasi, ideologi negara, perekonomian, keuangan negara, moral bangsa, di samping itu juga merupakan perilaku kejahatan yang sulit ditanggulangi. Sulitnya penanggulangan tindak pidana korupsi ini terlihat dari banyaknya putusan pengadilan yang membebaskan terdakwa kasus korupsi atau ringannya sanksi yang harus diterima oleh terdakwa yang tidak sesuai dengan kejahatan yang telah dilakukannya. Jika hal ini terjadi secara terus menerus, rasa keadilan dan rasa kepercayaan atas hukum dan perundang undangan dari rakyat sebagai warga negara dapat berkurang.
Oleh karena itu, peran serta masyarakat dan usaha yang serius dari pemerintah melalui political will-nya sangat diperlukan dalam memberantas tindak pidana korupsi.
A. Rumusan Masalah
Berdaarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas penulis angkat beberapa pokok masalah mengenai studi kasus ini :
- 1. Apa saja yang menjadi aspek aspek dalam korupsi ?
- 2. Bagaimanakah gambaran umum UU No 31 Tahun 1971 ?
- 3. Siapa itu Anas Urbaningrum ?
- 4. Bagaimana Kronologi tindak pidana korupsi Anas Urbaningrum ?
B. Tujuan
Berangkat dari rumusan masalah di atas maka dalam penulisan makalah ini terdapat beberapa tujuan diantaranya :
1. Mengerti tentang korupsi secara umum beserta undang undang korupsi yang mengaturnya ?
2. Dapat mengetahui kronologi kasus korupsi yang dilakukan oleh Anas Urbaningrum ?
BAB II
PERMASALAHAN
A. Biografi Annas Urbaningrum
Lahir di Desa Ngaglik, Srengat, Blitar, Jawa Timur, Anas menempuh pendidikan dari SD hingga SMA di Kabupaten Blitar. Setelah lulus dari SMA, ia masuk ke Universitas Airlangga, Surabaya, melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) pada 1987. Di kampus ini ia belajar di Jurusan Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, hingga lulus pada 1992.Anas melanjutkan pendidikannya di Program Pascasarjana Universitas Indonesia dan meraih gelar master bidang ilmu politik pada 2000. Tesis pascasarjananya telah dibukukan dengan judul "Islamo-Demokrasi: Pemikiran Nurcholish Madjid" (Republika, 2004). Kini ia tengah merampungkan studi doktor ilmu politik pada Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Kiprah Anas di kancah politik dimulai di organisasi gerakan mahasiswa. Ia bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) hingga menjadi Ketua Umum Pengurus Besar HMI pada kongres yang diadakan di Yogyakarta pada 1997. Dalam perannya sebagai ketua organisasi mahasiswa terbesar itulah Anas berada di tengah pusaran perubahan politik pada Reformasi 1998. Pada era itu pula ia menjadi anggota Tim Revisi Undang-Undang Politik, atau Tim Tujuh, yang menjadi salah satu tuntutan Reformasi. Pada pemilihan umum demokratis pertama tahun 1999, Anas menjadi anggota Tim Seleksi Partai Politik, atau Tim Sebelas, yang bertugas memverifikasi kelayakan partai politik untuk ikut dalam pemilu. Selanjutnya ia menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum periode 2001-2005 yang mengawal pelaksanaan pemilu 2004.Setelah mengundurkan diri dari KPU, Anas bergabung dengan Partai Demokrat sejak 2005 sebagai Ketua Bidang Politik dan Otonomi Daerah. Pada 22 Februari 2013, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Anas sebagai tersangka atas atas dugaan gratifikasi dalam proyek Hambalang. Keeasokan harinya, pada 23 Februari 2013, Anas menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat dalam sebuah pidato yang disampaikan di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta.
B. Kasus Korupsi Hamblang
Hambalang sejatinya adalah nama sebuah desa di Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Nama Hambalang tiba tiba menyeruak ketika pada Juli 2011, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin menyebutkan dalam pelarian di luar negeri setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi wisma atlet SEA Games di Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan. Nazzarudin pun menggebu menuding bekas koleganya, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Annas Urbaningrum yang terlibat korupsi proyek Hambalang dengan biaya Rp 2,5 triliun. Nilai Proyek Hambalang memang jauh lebih besar daripada pembangunan wisma atlet yang mencapai Rp 191,67 miliar. Sejak itu Hambalang mulai dikenal sebagai megaproyek yang dikorupsi. Nazaruddin rupanya tak asal menuduh. Anas kini menjadi tersangka kasus Hambalang dan sejak Jum’at (10/1) sore resmi di tahan di sel yang berada di basemen Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi. Kerja sama bisnis antara Nazaruddin dan Anas rupanya terjalin sejak keduanya menjadi pimpinan partai Demokrat. Nazaruddin dan Anas berkongsi di Grup permai, sebuah induk perusahaan dengan banyak anak usaha. Dalam persidangan Nazaruddin dan Anas mengungkapkan bahwa mereka terlibat dalam proyek Hambalang sejak awal. Nazaruddin menyebut Anas sejak awal ikut mengetur peoyeknya. Dimulai dengan mendapatkan sertifikat lahan proyek yang selama tiga tahun bermasalah. Lalu diadakanlah pertemuan antara mereka berdua dengan Angelia Sondak untuk bertemu dengan Mentri Pemuda dan Olehraga Andi Mallarangeng dan disepakati bakal ada dana khusus. Sementara itu Anas mengurus sertifikat tanah dengan bantuan Ignatus selaku komisi II DPR dengan menghubungi Kepala BPN Joyo Winoto. Setelah beberapa minggu jadilah sertifikat tanah Hambalang dan diserahkan ke Anas.
C. Alur Penahanan Annas Oleh KPK
ü 22 Juli 2011
Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dalam siaran televisi menyebut politikus Partai Demokrat lainnya terlibat dalam kasus proyek Hambalang, antara lain Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Mentri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng, Mirwan Amir, dan Angelia Sondak.
ü 22 Februari 2013
KPK resmi menetapkan Anas sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait penerimaan hadiah atau janji berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan pembangunan “sport centre” atau pusat pelatihan dan pendidikan di Desa Hambalang, dan proyek proyek lainnya.
ü 24 Februari 2013
Anas mundur dari jabatan Ketua Umum Partai Demokrat. Dalam pengunduran dirinya, Anas mengatakan, “ini baru halaman pertama. Masih ada halaman berikutnya yang kita buka dan baca bersama untuk kebaikan kita semua”
ü 31 Juni 2013
KPK menjadwalkan pemeriksaan Anas sebagai tersangka untuk pertama kali. Namun, Anas tidak datang dengan alasan sakit.
ü 7 November 2013
Deddy Kusdinar disidang untuk pertama kali. Dalam surat dakwaan terhadap Deddy, disebutkan keterlibatan sejumlah pihak dalam dugaan korupsi proyek Hambalang. Anas disebut menerima Rp 2,2 miliar dari PT Adhi Karya selaku pemenang tender proyek Hambalang. Uang tersebut digunakan Anas untuk memenangi pemilihan ketua umum dalam kongres Partai Demokrat di Bandung, Mei 2010.
ü 3 Januari 2014
Dalam persidangan Deddy, saksi Manajer Pemasaran Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya Muhammad Arief Taufiqurrahman mengakui ada bon sementara aliran dana ke Anas.
ü 7 Januari 2014
Anas kembali dijadwalkan diperiksa sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek Hambalang, tetapi mangkir. Hanya pengacara dan loyalisnya yang datang. Mereka bertanya soal sangkaan korupsi proyek proyek lain di luar Hambalang yang dianggap tak jelas. Sementara KPK yang memastikan Anas mangkir menyatakan bisa melakukan jemput paksa pada panggilan berikutnya. Pukul 17.00, dua penyidik KPK mendatangi rumah Anas melayangkan panggilan pemeriksaan kedua pada Jum’at (10/1).
Semalam di Duren Sawit tempat kediaman Anas sangat ramai dengan orang orang tidak dikenal dan juga temanya yang ingin berbicara dengannya mulai dari alumni kampus sampai orang terdekat lainya. Ternyata mereka adalah mata mata yang ditugaskan untuk mengawasi gerak gerik Anas selama menjadi tersangka, mereka menyamar dengan berjualan dan ada pula yang mengaku lulusan terbaik Amerika Serikat. Mereka menanyakan seputar birokrasi yang ada di Indonesia bagaimana agar tegaknya dapat memberi kemaslahatan orang banyak.
ü 10 Januari 2014
Setelah menggelar jumpa pers di rumahnya, Anas datang ke KPK. Dia tak didampingi pengacara. Hanya anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Gede Pesek Suardika, yang menemaninya ke KPK. Setelah diperiksa, Anas langsung ditahan.
Selama ini publik hanya mengetahui Anas adalah tersangka terkait pemberian sesuatu dari proyek Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Dan seperti dalam kasus pada tanggal 7 Januari 2014 bahwa kasus kasus lain mulai terbongkar dari yang tidak jelas menjadi jelas, dan ternyata ada dua kasus lain yang mengirimnya ke penjara seperti ; pemberian sesuatu dari proyek pengadaan vaksin PT Bio Farma di Bandung, Jawa Barat, dan pengadaan laboratorium kesehatan Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur. Seperti halnya proyek Hambalang, kedua kasus tersebut juga melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazzarudin. Menurut juru bicara KPK Johan Budi SP, terbuka kemungkinan anas juga dijerat dengan pasal pasal tindak pidana pencucuian uang.sementara itu dibalik penahananya teringat kata kata dari Anas setelah keluar dari lobi Gedung KPK dengan rompi warna orange beruliskan tahanan KPK, “Di atas segalanya, saya berterima kasih yang besar kepada Pak SBY. Mudah mudahan peristiwa ini punya arti , punya makna dan jadi hadiah Tahun Baru 2014”, kata Anas. Ada yang pro dan kontra menanggapi perkataan Anas tersebut. Menurut saya ada orang orang lain dibalik kasus korupsi yang lain seperti yang telah disebutkan di atas kita tidak tau apakah itu korupsi atau tindak pencucian uang yang keduannya sama sama merugikan negara. Mungkin juga Anas menutup mulut soal orang orang yang terkait dalam korupsi proyek lain dengan alasan bahwa dirinya telah melakukan pengorbanan dengan cara ditahan, sementara itu KPK juga harus jelih dalam menangani setiap kasus yang ujung ujungnya mengatas namakan Korporasi tentu hal ini menjadi kebingungan kita semua siapa yang melakukanya dan apa motif yang digunakan oleh si pelaku kejahatan dan peanggaran berat tersebut, dengan merujuk pada prinsip keadilan sebagai salah satu pilar Demokrasi kita. Sekarang orang melakukan korupsi sudah menjadi hal yang biasa karena di dalamnya memang terdapat banyak sekali orang orang yang terlibat mulai dari golongan partai sampai perusahaan beramai ramai untuk mengeruk APBD anggaran daerah yang membangun dengan alasan mensejahterakan, padahal ada tindakan busuk di dalam proyek pembangunan. Sementara itu istri Anas Urbaningrum Athiyyah Laila, yang ditemui di rumahnya di Duren Sawit, Jakarta Timur, terlihat tabah.
ü Tangal 21 Januari 2014
Anas Urbaningrum menjadi saksi dipersidangan lanjutan kasus korupsi pembangunan fasilitas gedung olahraga Hambalang dengan terdakwa Deddy Kusdinar di Pengadilan Tipikor, jalan Rasuna Said Kuningan, Jakarta Selatan. Selain Anas jaksa Penuntut Umum KPK juga menghadirkan sejumlah saksi lainya yakni Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan Olly Dondokambey, Anggota DPR Fraksi Partai Demokrat Mahyudin, mantan staf khusus mantan manpora Andi Mallarangeng, Fachrudin dan CEO Fox Indonesia, Andi Zulkarnaen Mallarangeng.
ü Persidangan berlanjut tanggal 29 januari 2014.
Selajutnya Anas disebut menyimpan uang Rp 2 triliun di Singapura, uang itu disimpan dalam bentuk safety box dengan bantuan saudaranya M Rahmad di bank swasta dalam dollar AS dan Singapura, tidak hanya melalui proyek ini tetapi dari puluhan proyek, termasuk e-KTP. Yang akan digunakan dalam pencapresan Anas mendatang. hal ini diungkapkan melalui kuasa hukum Nazaruddin Elza Syarief. Anas membantah hal tersebut, dan KPK hanya menanyakan soal Kongres Partai Demokrat tahun 2010 di Bandung. [10]
ü Tanggal 4 Februari 2014
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa anggota Komisi XI dari fraksi Partai Demokrat, Paiman dalam kasus kasus dugaan tindak pidana penerimaan gratifikasi dalam proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah (P3SON) di Hambalang dan proyek-proyek lain. Selain Paiman, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan staf administrasi perusahaan subkontraktor 'mechanical enginering' PT Dutasari Citra Laras dan pihak swasta Polin Sitorus untuk kasus yang sama. [11]
ü Tanggal 28 Maret 2014
Anas menunjukan laporan kampanye SBY saat tiba di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta. Menurut Anas di laporan tersebut terdapat keanehan sumber penyumbang kampanye.
Dan kasus lain dapat menyesuaikan dengan berita yang muncul di TV, selebihnya hal ini akan menjadi acuan kami dalam menggali kasus hukum.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pasal yang Menjerat
KPK menyangkakan Anas dalam kasus dugaan korupsi berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp 200-Rp 1 miliar. Anas dalam surat dakwaan mantan Menpora Andi Mallarangeng mendapat Rp2,21 miliar untuk membantu pencalonan sebagai ketua umum dalam kongres Partai Demokrat tahun 2010 yang diberikan secara bertahap pada 19 April 2010 hingga 6 Desember 2010. KPK juga menyangkakan Anas dalam kasus tindak pidana pencucian uang berdasarkan pasal 3 dan atau pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan atau Pasal 3 ayat 1 dan atau Pasal 6 ayat 1 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan UU No 25 tahun 2003 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai orang yang menyamarkan harta kekayaan yang berasal dari kejahatan.
B. Faktor Pendorong Terjadinya Korupsi di Indonesia
Faktor – faktor pendorong terjadinya tindak pidana korupsi di Indonesia secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
1. Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
2. Gaji yang masih rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan, administrasi yang lamban dan sebagainya.
Sikap mental para pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang haram, tidak ada kesadaran bernegara, tidak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah.
Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
Lemahnya ketertiban hukum.
Lemahnya profesi hukum.
Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
mengenai kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan kebutuhan hidup yang makin hari makin meningkat pernah di kupas oleh B Soedarsono yang menyatakan antara lain " pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh suburnya korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan adalah kurangnya gaji pejabat-pejabat....." namun B Soedarsono juga sadar bahwa hal tersebut tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling memengaruhi satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling menentukan, orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi. Namun demikian kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia, hal ini dikemukakan oleh Guy J Parker dalam tulisannya berjudul "Indonesia 1979: The Record of three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123). Begitu pula J.W Schoorl mengatakan bahwa " di Indonesia di bagian pertama tahun 1960 situasi begitu merosot sehingga untuk sebagian besar golongan dari pegawai, gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk makan selama dua minggu. Dapat dipahami bahwa dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari tambahan dan banyak diantaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk pelayanan yang diberikan". ( Sumber buku "Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah, 2007)
C. Dampak Negatif Korupsi
1. Terhadap demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
2. Terhadap perekonomian
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan.
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
3. Terhadap kesejahteraan umum negara
Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.
D. Upaya Pemberantasan Korupsi
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indonesia, antara lain sebagai berikut :
1. Upaya pencegahan (preventif).
a) Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.
b) Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
c) Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tanggung jawab yang tinggi.
d) Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua.
e) Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
f) Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
g) Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
h) Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan melalui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.
2. Upaya penindakan (kuratif).
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan diberikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :
a) Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Pl Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004).
b) Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melekukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
c) Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta (2004).
d) Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuangan negara Rp 10 milyar lebih (2004).
e) Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement deposito dari BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).
f) Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
g) Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
h) Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
i) Menetapkan seorang bupati di kalimantan timur sebagai tersangka dalam kasus korupsi bandara loa kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9 miliar (2004).
j) Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).
3. Upaya edukasi masyarakat dan mahasiswa
a) Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik.
b) Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
c) Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional.
d) Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan pemerintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.
e) Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luar.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada dasarnya KPK telah menyangkakan Anas dalam kasus dugaan korupsi berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp 200-Rp 1 miliar. Anas dalam surat dakwaan mantan Menpora Andi Mallarangeng mendapat Rp2,21 miliar untuk membantu pencalonan sebagai ketua umum dalam kongres Partai Demokrat tahun 2010 yang diberikan secara bertahap pada 19 April 2010 hingga 6 Desember 2010. KPK juga menyangkakan Anas dalam kasus tindak pidana pencucian uang berdasarkan pasal 3 dan atau pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan atau Pasal 3 ayat 1 dan atau Pasal 6 ayat 1 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan UU No 25 tahun 2003 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai orang yang menyamarkan harta kekayaan yang berasal dari kejahatan. Anas harus di tindak lebih lanjut dan segera di tindak secara hukum yang seadil-adilnya agar tidak melakukan hal yang sama lagi dan menyesali perbuatannya dan harus meminta maaf kepada masyarakat karena perbuatanya yang merugikan negara. Untuk tidak memunculkan Anas-Anas yang berikutnya harus ada hukum yang lebih tegas yang di buat oleh peneegak hukum dalam menangani kasus korpsi.
Upaya-upaya pemerintah harus lebih ditegaskan lagi seperti Upaya pencegahan (preventif) untuk Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama,Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis, Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tanggung jawab yang tinggi,Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua,Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi,Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien,Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok,Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan melalui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.Upaya penindakan (kuratif) dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan diberikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana.Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa untuk tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh, Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional, Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan pemerintahan negara dan aspek-aspek hukumnya,Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luar.
B. Saran
Saran menanggulangi korupsi yang sudah menggerogoti lembaga eksekutif, legislatif, dan juga yudikatif. Hingga kini, tiada negara dengan korupsi yang meluas dan mendalam berhasil menjadi negara yang makmur, adil, dan demokratis sejati. Solusi lebih sistematis saat ini pemberantasan korupsi di Indonesia terutama ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang bekerja keras dengan penuh dedikasi meskipun sering dihalangi oleh banyak kepentingan bercokol (vested interests) yang merasa terancam oleh sepak terjang KPK. Ketekunan dan dedikasi para anggota KPK untuk memberantas korupsi harus diapresiasi. Meskipun demikian, untuk menanggulangi korupsi yang meluas, diperlukan pendekatan yang lebih sistematik dan tuntas.
Saran untuk pemerintah pusat dalam menangani kasus di atas, perlu memegang peran kunci dalam upaya pemberantasan korupsi. Langkah yang perlu ditempuh dalam kaitan ini, pertama, melakukan reformasi pembiayaan untuk kampanye politik. Sejak Indonesia menjadi negara demokrasi pada tahun 1999, banyak partai politik bermunculan dan ini memerlukan banyak dana untuk kampanye politik mereka. Jika dana ini tidak bisa diperoleh secara legal, biaya amat besar untuk kampanye politik bisa memunculkan korupsi. Seperti halnya kasus anas urbaningrum yang sebelumnya sudah kita bahas di atas. Seharusnya pihak berwajib memeriksa dana yang digunakan oleh Anas Urbaningrum. Lalu mewajibkan partai- partai yang ikut dalam pemilu diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan dalam hal pembiayaan kampanye mereka, serta memastikan bahwa Komisi Pemilihan Umum, baik di tingkat pusat maupun daerah, betul-betul netral. Kemudian, komisi Pemilihan Umum, Bank Indonesia yang bertanggung jawab atas kesehatan finansial negara, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, dengan membiayai lembaga-lembaga ini secara memadai dan transparan oleh negara lewat Kementerian Keuangan. Pembiayaan ini tentu dalam batas-batas kemampuan keuangan negara.
Solusi berikutnya, menyederhanakan peraturan-peraturan pemerintah pusat dan daerah yang ruwet dan sering bertentangan satu sama lain. Namun, dampak positif dari tindakan ini sering dinetralisasi oleh remisi, yaitu pengurangan yang cukup banyak dalam masa hukuman penjara. Akuntabilitas Langkah penting lainnya adalah meningkatkan transparansi. Akuntabilitas tidak bisa dijamin tanpa transparansi. Budaya yang sering tertutup menciptakan tirai yang menyelubungi kegiatan korupsi. Tirai ini perlu dibuka seluas-luasnya di negara demokrasi ini untuk mengurangi korupsi. Suatu undang- undang yang menjamin transparansi merupakan syarat penting dalam upaya mengurang korupsi.
Dan saran untuk mahasiswa juga untuk pembelajaran masyarakat jadi kita harus memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik, Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh, Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional, Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan pemerintahan negara dan aspek-aspek hukumnya, Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luar.
DAFTAR PUSTAKA
Bismar Siregar, Islam dan Hukum, Grafikatama Jaya, Jakarta, 1992
Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2008
Lamintang, PAF dan Samosir, Djisman. 1985. Hukum Pidana Indonesia .Bandung : Penerbit Sinar Baru.
Muzadi, H. 2004. MENUJU INDONESIA BARU, Strategi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Prapto Soepardi, Undang Undang No. 3 Tahun 1971, Usaha Nasional, Surabaya, 1990
Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia . Jakarta : GhaliaIndonesia.