BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Konstipasi
Konstipasi adalah gangguan
saluran pencernaan berupa kesulitan
Buang Air Besar (BAB) akibat terjadinya pemadatan berlebihan feses atau tinja
yang menyebabkan feses keras dan sulit dikeluarkan.
2.2. Tanda dan Gejala
1. Tinja menjadi lebih keras, panas,
berwarna lebih gelap, jumlahnya lebih sedikit daripada biasanya (kurang dari
30 gram),
dan bahkan dapat berbentuk bulat-bulat kecil bila sudah parah.
2. Pada saat buang air besar tinja sulit
dikeluarkan, kadang-kadang harus mengejan ataupun menekan-nekan perutterlebih
4. Bagian anus terasa penuh, dan seperti
terganjal disertai rasa sakit
6. Menurunnya frekuensi buang air besar
( menjadi 3 hari sekali atau lebih).
7. Terkadang mengalami mual bahkan muntah
jika sudah parah.
8. Sakit punggung bila tinja yang
tertumpuk cukup banyak.
2.3. Patofisiologi
Konstipasi bukanlah suatu penyakit
tetapi merupakan gejala yang mengindikasikan adanya penyakit atau masalah.Yang dapat
menyebabkan konstipasi antara lain : kelainan saluran pencernaan (contoh:
divertikulitis), gangguan metabolisme (contoh: diabetes), gangguan endokrin
(contoh: hipotiroidism).
Konstipasi pada umumnya terjadi
akibat dari rendahnya konsumsi serat atau penggunaan obat yang dapat
menimbulkan konstipasi seperti opiat.
Konstipasi kadang-kadang dapat juga
diakibatkan oleh faktor psikologis. Penyakit atau kondisi yang dapat
menimbulkan konstipasi:
a. Gangguan saluran pencernaan
1) Obstruksi gastroduodonal akibat ulser
atau kanker.
2) Irritable bawel syndrome
3) Diverticulitis
4) Hemmoroids, anal fissures
5) Ulcerative proctitis
6) Tumor
b. Gangguan metabolisme dan endokrin
1) Diabetes mellitus
2) Hipotiroidism
3) Panhipopitutarism
4) Peokromositoma
5) Hiperkalsemia
c. Kehamilan
d. Konstipasi neurogenik
1) Head trauma
2) Central nervous system tumors
3) Stroke
4) Parkinson’s disease
e. Konstipasi psikogenik
1) Gangguan psikiatri
2) Inappropriate bawel habits
f. Obat-obat yang menginduksi konstipasi
2.4. Obat – obat Pemicu Konstipasi
a. Analgesik
· inhibitor prostaglandin sintesis
· opiat.
b. Antikolinergik
· Antihistamin
· agen antiparkinsonian (misal:
benztrophin, trihexaphenidyl),
· Fenotiazin
c. Antidepresan trisiklik
4. Antasida yang mengandung kalsium karbonat atau alumunium
hidroksida
5. Barium sulfat
6. Pemblok kanal kalsium
7. Klonidin
8. Diuretik (boros kalium)
9. Pemblok Ganglion
10. Sediaan besi
11. Antiinflamasi nonsteroid
12. Natrium polistirena sulfonat
2.5. Manifestasi Klinik
Pasien mengeluh tentang rasa tidak
nyaman dan kembung pada perut, pergerakan usus yang hilang timbul, feses dengan
ukuran kecil, perasaan penuh, kesulitan dan sakit pada saat mengeluarkan feses.
Implikasi dari konstipasi dapat
bervariasi mulai dari rasa tidak nyaman sampai gejala kanker usus besar atau
penyakit serius lainnya.
Terapi pasien dengan mengetahui
frekuensi pergerakan usus dan tingkat keparahan konstipasi, makanan, penggunaan
laksatif, penggunaan obat-obat yang dapat menyebabkan konstipasi.
2.6. Tujuan Terapi
Hasil terapi yang diharapkan adalah
pencegahan konstipasi lebih lanjut melalui perubahan gaya hidup terutama
makanan. Untuk konstipasi akut, tujuan terapinya adalah untuk menghilangkan
gejala dan mengembalikan fungsi normal usus.
2.7. Jenis Terapi
a. Terapi nonfarmakologis yakni terapi
tanpa menggunakan obat, dilakukan dengan:
1) Diet Tinggi Serat
Melakukan modifikasi diet untuk meningkatkan jumlah serat
yang dikonsumsi. Serat yang merupakan bagian dari sayuran yang tak dicerna
dalama usus akan meningkatkan curah feses, meretensi cairan tinja, dan
meningkatkan transit tinja dalam usus. Dengan terapi serat ini maka frekuensi
buang air besar meningkat dan menurunnya tekanan pada kolon dan rektum.
Pasien disarankan setidaknya mengkonsumsi 10 gram serat
kasar perharinya. Buah, sayur dan sereal adalah contoh bahan makanan kaya
serat. Dedak baku mengandung sekitar 40% serat. Selain itu terdapat juga produk
obat yang merupakan agen pembentuk serat masal seperti koloid psylium hidrofilik,metilselulosa atau polikarbofilyang
dapat menghasilkan efek sama dengan bahan makanan tinggi serat yang tersedia dalam
sediaan tablet, serbuk atau kapsul.
2) Pembedahan
Pada beberapa pasien konstipasi tindakan pembedahan
diperlukan. Hal ini karena adanya keganasan kolon atau obstruksi saluran
gastrointestinal sehingga diperlukan reseksi usus. Selain itu pembedahan juga
diperlukan pada kasus konstipasi yang disebabkan oleh pheokromositoma.
3) Biofeedback
Sebagian besar pasien konstipasi karena disfungsi dasar
panggul merasakan manfaat dari elektromiogram dengan terapibiofeedback.
b. Terapi farmakologis, yakni terapi
dengan menggunakan obat laksatif (pencahar). Golongan obat laksatif adalah:
1) Laksatif pembentuk massa (bulk laksative)
Bulk laxative digunakan bila diet tinggi serat tidak
berhasil menangani konstipasi. Obat golongan merupakan obat yang berasal dari
alam atau dibuat secara semisintetik. Bulk
laxativeseperti metilselulosa, natrium karboksilmetilselulosa, kalsium
polikarbofil dan psyllium adalah polisakarida atau derivat
selulosa yang menyerap air ke dalam lumen kolon dan meningkatkan massa feses
dengan menarik air dan membentuk suatu hidrogel sehingga terjadi peregangan
dinding saluran cerna dan merangsang gerak peristaltik. Hal tersebut akan
menstimulasi motilitas dan mengurangi waktu transit feses di kolon. Rasa
kembung dan frekuensi flatus mungkin meningkat. Namun, laksatif ini cukup aman
digunakan dalam jangka panjang. Pada penggunaan laksatif ini, asupan cairan
yang adekuat sangat diperlukan, jika tidak akan dapat menimbulkan dehidrasi
Pada pasien yang tidak bereaksi
terhadap terapi tunggalbulk laxatives,
pilihan selanjutnya adalah dengan menambahkan laksatif jenis lain. Setiap jenis
laksatif memiliki mekanisme tersendiri. Berikut akan macam-macam laksatif
pembentuk massa:
a) Metilselulosa
Obat ini diberikan secara oral,
tidak diabsorbsi melalui slauran cerna sehingga diekskresi melalui tinja. Dalam
cairan usus, metilselulosa akan mengembang membentuk gel emolien atau larutan
kental, yang dapat melunakkan tinja. Mungkin residu yang tidak dicerna
merangsang peristaltik usus secara refleks. Efek pencahar diperoleh setelah
12-24 jam, dan efek maksimal setelah beberapa hari pengobatan. Obat ini tidak
menimbulkan efek sistemik.Tetapi pada beberapa pasien bisa terjadi obstruksi
usus atau esofagus, oleh karena itu metilselulosa tidak boleh diberikan pada
pasien dengan kelainan mengunyah.
Metilselulosa digunakan untuk
melembekkan feses pada pasien yang tidak boleh mengejan, misalnya pasien dengan
hemoroid. Sediaan adalam bentuk bubuk atau granula 500 mg, tablet atau kapsul
500 mg. Dosis anak 3-4 kali 500 mg / hari, sedangkan dosis dewasa 2-4 kali 1,5
g / hari.
b) Natrium karboksimetilselulosa
Obat ini memiliki sifat-sifat yang
sama dengan metilselulosa, hanya saja tidak larut dalam cairan lambung dan bisa
digunakan sebagai antasid. Sediaan dalam bentuk tablet 0,5 g dan 1 g, atau
kapsul 650 mg. Dosis dewasa adalah 3-6 g.
c) Psilium (Plantago)
Psilium sekarang telah digantikan
dengan preparat yang lebih murni dan ditambahkan musiloid, yaitu merupakan
substansi hidrofilik yang membentuk gelatin bila bercampur dengan air; dosis
yang dianjurkan 1-3 kali 3-3,6 g sehari dalam 250 ml air atau sari buah. Pada
penggunaan kronik, psilium dikatakan dapat menurunkan kadar kolesterol darah
karena mengganggu absorbsi asam empedu.
d) Agar-agar
Merupakan koloid hidrofil, kaya akan
hemiselulosa yang tidak dicerna dan tidak diabsorbsi. Dosis yang dianjurkan
ialah 4-16 g. Agar-agar yang biasa dibuat merupakan pencahar massa yang muda
didapat. Dosis dewasa 4-16 g.
e) Polikarbofil dan kalsium
polikarbofil
Merupakan poliakrilik resin
hidrofilik yang tidak diabsorbsi, lebih banyak mengikat air dari pencahar
pembentuk massa lainnya. Polikarbofil dapat mengikat air 60-100 kali dari
beratnya sehingga memperbanyak massa tinja. Preparat ini mengandung natrium
dalam jumlah kecil. Dalam saluran cerna kalsium polikarbofil dilepaskan ion Ca2+,
sehingga tidak boleh diberikan pada pasien dengan pembatasan asupan kalium.
Dosis dewasa 1-2 kali 1000 mg / hari, maksimum 6 g / hari, disertai air minum
250 ml.
2) Laksatif emolien
Emolien adalah agen surfaktan dari
dokusat dan garamnya yang bekerja dengan memfasilitasi pencampuran bahan berair
dan lemak dalam usus halus. Produk ini meningkatkan sekresi air dan elektrolit
dalam usus. Pencahar emolien ini tidak efektif dalam mengobati konstipasi namun
berguna untuk pencegahan, terutama pada pasien pasca infark miokard, penyakit
perianal akut, atau operasi dubur. Secara umum dokusat relatif aman, namun
berpotensi meningkatkan laju penyerapan usus sehingga berpotensi meningkatkan
penyerapan zat-zat yang berpotensi racun.
Laksatif ini sering digunakan
sebagai adjuvan dari bulk ataustimulant laxatives.
Laksatif ini dapat ditolerensi tubuh dengan baik.
Obat yang termasuk golongan ini
memudahkan defekasi dengan jalan melunakkan feses tanpa merangsang peristaltik
usus, baik secara langsung maupun tidak langsung. Berikut adalah macam-macam
laksatif emolien:
a) Zat Penurun Tegangan Permukaan (Surface
Active Agent)
Obat yang termasuk golongan ini
adalah dioktilnatrium sulfosuksinat dan parafin.
Ø Dioktilnatrium Sulfosuksinat
Cara kerja dioktilnatrium
sulfosuksinat adalah dengan menurunkan tegangan sehingga memepermudah
peneterasi air dan lemak ke dalam masa tinja. Tinja menjadi lunak setelah 24-48
jam. Sediaan dalam tablet 50-300 mg, suspensi 4 mg / ml. Dosis untuk anak 10-40
mg / hari, sedangkan dosis untuk dewasa adalah 50-500 mg / hari. Penggunaan
bisa mengakibatkan efek samping berupa kolik usus, bahkan muntah dan diare.
Dioktilnatrium sulfosuksinat juga bersifat hepatotoksik.
Ø Parafin Cair (Mineral Oil)
Adalah campuran hidrokarbon yang
diperoleh dari minyak bumi. Setelah minum obat ini, maka tinja akan menjadi
lunak disebabkan berkurangnya reabsorbsi air dari tinja. Parafin cair tidak
dicerna di dalam usus dan hanya sedikit yang diabsorbsi. Yang diabsorbsi
ditemukan pada limfonosi mesenterik, hati, dan limpa. Dosis yang dianjurkan
untuk dewasa adalah 15-30 ml / hari. Kebiasaan menggunakan parafin cair akan
mengganggu absorbsi zat larut lemak, misalnya absorbsi karoten menurun 50%,
juga absorbsi vitamin A dan D akan menurun. Absorbsi vitamin K menurun akibat
hipoprotrombinemia; dan juga dilaporkan terjadinya pneumonia lipid. Obat ini
juga memiliki efek samping berupa pruritus ani, menyulitkan penyembuhan
pascabedah anorektal, dan bisa menyebabkan perdarahan. Jadi untuk penggunaan
kronik, obat ini tidak aman.
Ø Minyak Zaitun
Minyak zaitun yang dicerna akan
menurunkan sekresi dan motilitas lambung dan juga bisa merupakan sumber energi.
Dosis yang dianjurkan sebanyak 30 mg.
3) Laksatif osmotik (Osmotic Laxatives)
Laksatif osmotik mungkin memerlukan
waktu 1-2 hari untuk bekerja. Laktitol secara kimiawi berhubungan dengan
laktulosa dan tersedia dalam sachet. Isi sachet itu ditaburkan pada makanan
atau dicampurkan dengan cairan (misalnya jus buah atau air). Laktulosa dan
laktitol dapat menyebabkan perut kembung, kram dan ketidaknyamanan perut.
Laktulosa bekerja dengan menjaga volume cairan dalam usus. Garam Epsom (magnesium sulfat)
merupakan pengobatan tradisional yang sementara ini tidak lagi
direkomendasikan, namun masih diminta oleh beberapa pasien yang usianya sudah
tua. Obat ini bekerja dengan menarik air ke dalam usus sehingga menghasilkan
peningkatan tekanan motilitas di usus dan biasanya menghasilkan gerakan usus
dalam beberapa jam. Penggunaan berulang dapat menyebabkan dehidrasi.
Gliserin biasanya diberikan sebagai
suppositoria dengan bobot sekitar 3 g dan menimbulkan efek berupa aksi osmotik
di dalam rektum. Seperti kebanyakan agen yang diberikan dalam bentuk
suppositoria, efek biasanya terjadi dalam waktu kurang dari 30 menit. Kadar
yang tinggi dalam suppositoria dapat menimbulkan iritasi lokal. Gliserin
dianggap sebagai pencahar yang aman, meskipun terkadang dapat menyebabkan
iritasi pada dubur. Penggunaannya dapat diterima untuk konstipasi yang sifatnya
berselang (kadang-kadang), terutama pada anak-anak.Membasahi supositoria
sebelum digunakan akan membuat penggunaannya lebih mudah.
4) Laksatif stimulant
Laksatif golongan ini mengalami
hidrolisis di usus oleh enzim enterosit atau flora di kolon. Efek primer
laksatif ini berpengaruh pada perubahan transport elektrolit pada mukosa
intestinal dan secara umum bekerja selama beberapa jam. Dalam klasifikasinya,
Schiller memasukan laksatif jenis ini ke dalam kelas secretagogues dan agen yang berefek langsung pada
epitel, syaraf, atau sel otot polos.
Laksatif perangsang bekerja
merangsang mukosa, saraf intramural atau otot polos sehingga meningkatkan
peristaltis dan sekresi lendir usus. Banyak di antara laksatif perangsang
bekerja untuk mensistesis prostaglandin dan siklik AMP, di mana hal ini akan
meningkatkan sekresi elektrolit. Penghambatan sintesis prostaglandin dengan
indometasin menurunkan efek berbagai obat ini terhadap sekresi air.
Difenilmetan dan antrakinon kerjanya terbatas hanya pada usus besar sehingga
terdapat masa laten 6 jam sebelum timbul efek pencahar. Minyak jarak, hanya
bekerja pada usus halus memiliki masa laten 3 jam. Berikut akan dijelaskan
beberapa jenis laksatif perangsang:
a) Minyak Jarak (Castrol
Oil-Oleum Ricini)
Berasal dari biji Ricinus communis, merupakan
suatu trigliserida asam risinoleat dan asam lemak tidak jenuh. Di dalam usus
halus minyak jarak dihidrolisis menjadi gliserol dan asam risinoleat oleh enzim
lipase. Asam risinoleat merupakan bahan aktif. Minyak jarak juga bersifat
emolien. Sebagai pencahar, obat ini tidak banyak lagi digunakan karena banyak
obat lain yang lebih aman. Dosis untuk dewasa adalah 15-60 mL, sedangkan untuk
anak-anak adalah 5-15 mL. Efek samping dari minyak jarak antara lain kolik,
dehidrasi dengan gangguan elektrolit, confussion, denyut nadi tidak teratur,
kram otot, rash kulit, dan kelelahan. Minyak jarak dianjurkan diberikan pagi
hari waktu perut kosong. Jika dosisnya ditambah, tidak akan menambah efek
pencahar, dan efek pencahar akan terlihat setelah 3 jam.
b) Difenilmetan
Derivat difenilmetan yang sering
digunakan adalah bisakodil. Beberapa derivat difenilmetan:
Ø Fenolftalein
Diberikan per oral dan mengalami
absorbsi kira-kira 15% di usus halus. Efek fenolftalein dapat bertahan lama
karena mengalami sirkulasi enterohepatik. Sebagian besar fenolftalein
diekskresi melalui tinja, sebagian lagi diekskresikan di ginjal dalam bentuk
metabolitnya. Jika diberikan dalam dosis besar, akan ditemukan dalam bentuk
utuh dalam urin, dan pada suasana alkali akan menyebabkan urin dan tinja
berwarna merah. Ekskresi melalui ASI sangat kecil sehingga tidak akan
mempengaruhi bayi yang sedang disusui. Sediaan dalam bentuk tablet 125 mg,
dosis 60-100 mg. Fenolftalein relatif tidak toksik untuk pengobatan jangka
pendek, tetapi dosis yang berlebihan akan meningkatkan kehilangan elektrolit.
Bisa menyebabkan reaksi alergi. Efek pencahar akan terlihat setelah 6-8
jam.Namun penggunaan fenilptalein sudah dilarang karena bersifat karsinogen.
Ø Bisakodil
Pada penelitian pada tikus,
bisakodil mampu dihidrolisis menjadi difenol di usus bagian atas. Difenol yang
diabsorbsi mengalami konjugasi di hati dan dinding usus. Metabolit akan
diekskresi melalui empedu, dan selanjutnya mengalami rehidrolisis menjadi
difenol yang akan merangsang motilitas usus besar.
Sediaan berupa tablet bersalut
enteral 5 mg dan 10 mg. Sediaan supositoria 10 mg. Dosis dewasa 10-15 mg, dosis
anak 5-10 mg. Efek samping berupa kolik usus dan perasaan terbakar pada
penggunaan rektal. Efek pencahar akan terlihat setelah 6-12 jam, sedangkan pada
pemberian rektal efek pencahar terlihat setelah setengah sampai satu jam. Pada
pemberian oral, bisakodil diabsorbsi kira-kira 5% dan diekskresi bersama urin
dalam bentuk glukuronid, tetapi ekskresi utama adalah di dalam tinja.
Ø Oksifenisatin asetat
Bagaimana respon tubuh terhadap
oksifenisatin asetat mirip dengan bisakodil. Efek pencaharnya tidak melebihi
bisakodil. Obat ini jarang digunakan karena dapat menimbulkan hepatitis dan
ikterus. Sediaan berupa tablet 5 mg atau sirup 5 mg / 5 ml, supositoria 10 mg.
Dosis dewasa oral 4-5 mg, per rektal 10 mg. Sedangkan untuk anak per oral 1-2
mg. Efek samping bisa berupa hepatitis, ikterus, dan reaksi alergi. Efek
pencahar setelah 6-12 jam kemudian.
c) Antrakinon
Efek pencahar golongan ini
bergantung pada antrakinon yang dilepaskan dari ikatan glikosidanya. Efek
pencahar antrakinon timbul setelah 6 jam. Setelah pemberian oral sebagian akan
diabsorbsi dalam bentuk glikosidanya. Sebagian glikosida dihidrolisis oleh
enzim flora usus menjadi antrakinon dan bekerja sebagai pencahar di kolon. Efek
antrakinon yang tidak diinginkan adalah efek pencahar yang berlebihan. Zat
aktif bisa ditemukan pada ASI sehingga bisa mempengaruhi bayi yang disusui.
Melanosis kolon bisa terjadi, namun bisa menghilang dengan penghentian
pemakaian obat selama 4-12 bulan.
d) Kaskara Sagrada
Berasal dari kulit pohonRhamnus
purshiana. Sediaan dalam bentuk sirup, eliksir, tablet 125 mg. Dosis 2-5
mL, dosis 100-300 mg. Efek samping adalah pigmentasi mukosa kolon. Zat aktif
bisa ditemukan pada ASI. Efek pencahar bisa telihat setelah 8-12 jam.
e) Sena
Berasal dari daun atau buah Cassia
acutifolia atau Cassia angustifolia, terdapat zat aktif senosida A dan B.
Sebagian antrakinon yang diabsorbsi akan diekskresi melalui ginjal dengan warna
kuning sampai merah bila suasana urin alkali. Sediaan berupa sirup dan eliksir,
dosis 2-4 ml. Sediaan juga da dalam bentuk tablet 280 mg, dosis 0,5-2 g. Efek
samping pada penggunaan lama akan menyebabkan kerusakan neuron mesenterik. Efek
pencahar akan terliaht setelah 6 jam.
f) Dantron (Dihidroksiantrakinon)
Dantron leboh banyak mengandung
antrakinon bebas daripada bentuk glikosidanya. Sediaan dalam tablet 75 mg,
dosis 75-150 mg. Efek pencahar akan terlihat seteah 6-8 jam..
5) Lubrikan
Merupakan laksatif dari golongan
minyak mineral yang akan efektif bila digunakan secara rutin. Lubrikan
diperoleh dari penyulingan minyak bumi. Lubrikan bekerja dengan membungkus
feses sehingga memudahkannya meluncur ke anus dan dengan menghambat penyerapan air
diusus sehingga meningkatkan bobot feses dan mengurangi waktu transitnya dalam
usus. Lubrikan dapat diberikan peroral dengan dosis 15-45 ml, dan akan
memberikan efek setelah 2-3 hari setelah penggunaan. Penggunaan lubrikan ini
disarankan pada kondisi sebagaimana penggunaan emolien. Namun lubrikan
memberikan potensi efek samping yang lebih besar. Resiko efek samping itu
diantaranya: minyak mineral dapat diserap secara sistemik dan dapat menimbulkan
reaksi asing dalam jaringan limfoid tubuh, dan mengurangi penyerapan vitamin
larut lemak (A, D, E dan K).
c. Terapi tumbuhan alam
1) Daun Umbi Jalar
Siapkan daun umbi jalar sebanyak 60 gram lalu direbus dengan air secuukupnya lalu airnya diminum selagi hangat dan daunnya dapat dimakan.
Siapkan daun umbi jalar sebanyak 60 gram lalu direbus dengan air secuukupnya lalu airnya diminum selagi hangat dan daunnya dapat dimakan.
2) Daun Alamanda
Ambil 30 gram daun alamanda lalu rebus dengan air
secukupnya, kemudian air rebusan tersebut diminum selagi hangat.
3) Buah Pepaya
Makan buah pepaya matang 150 gram secara teratur 2 kali sehari.
Makan buah pepaya matang 150 gram secara teratur 2 kali sehari.
4) Lidah Buaya
Siapkan 100 gram daun lidah buaya dan kupas lalu diiris-iris kecil, direbus dengan 200 ml air hingga mendidih, lalu tambahkan 1 sendok makan madu. Minum hangat hangat dan makan daging lidah buayanya . Lakukan 2 kali sehari.
Siapkan 100 gram daun lidah buaya dan kupas lalu diiris-iris kecil, direbus dengan 200 ml air hingga mendidih, lalu tambahkan 1 sendok makan madu. Minum hangat hangat dan makan daging lidah buayanya . Lakukan 2 kali sehari.
5) Kangkung dan Umbi Jalar
Siapkan 60 gram daun umbi jalar dan 60 gram kangkung cuci bersih, lalu tumis atau rebus dengan air secukupnya.
Siapkan 60 gram daun umbi jalar dan 60 gram kangkung cuci bersih, lalu tumis atau rebus dengan air secukupnya.
6) Nanas
Cara pertama, cuci buah nanas yang telah di kupas kulitnya, lalu parut. Peraslah dan ambil perasan air nanas tersebut. Minum setengah gelas 2 kali sehari
Cara pertama, cuci buah nanas yang telah di kupas kulitnya, lalu parut. Peraslah dan ambil perasan air nanas tersebut. Minum setengah gelas 2 kali sehari
7) Temulawak
Cuci 1 rimpang temulawak, diparut lalu diperas. Perasan air tersebut diberi sedikit asam jawa dan gula aren. Aduk campuran semua bahan dan saring. Minum sekali sehari.
Cuci 1 rimpang temulawak, diparut lalu diperas. Perasan air tersebut diberi sedikit asam jawa dan gula aren. Aduk campuran semua bahan dan saring. Minum sekali sehari.
8) Ngokilo
Cuci 1/2 genggam daun ngokilo. Rebus daun ngokilo dengan diberi 2 gelas air sampai air tinggal setengah. Air rebusan daun ngokilo ini diminum sekaligus sekali sehari.
Cuci 1/2 genggam daun ngokilo. Rebus daun ngokilo dengan diberi 2 gelas air sampai air tinggal setengah. Air rebusan daun ngokilo ini diminum sekaligus sekali sehari.
9) TomatAmbil tomat matang, lalu jus buah
tersebut.
2.8. Produk Obat
1. Pencahar Pembentuk Massa
a. Vegeta (kandungan: 5,52 gram Psyllium Husk
dan 2,88 gram Inulin Chicory). Sediaan: 1 sachet 8,4 gram.
b. Yoghurt (kandungan metilselulosa,
bakteri asam laktat Lactobacillus
bulgarius dan Streptococcus thermophillus).
c. Agar-agar swallow (kandungan:
agar-agar). Sediaan: kemasan tepung agar-agar 7 gram.
d. Nutrijell (kandungan: agar-agar).
Sediaan: kemasan tepung agar-agar 10 gram, 15 gram.
2. Pencahar Emolien
Kompolax emulsi (kandungan: liquidum parafin 1,5 gram,
phenolphthalein 75 mg, giserin 1 gram). Sediaan: emulsi 60 ml, 115 ml.
3. Pencahar Stimulan
a. Melaxan tablet (kandungan: bisakodil).
Sediaan: tablet 5 mg x 4 x 10 butir.
b. Stolax suppositoria (kandungan:
bisakodil). Sediaan: suppositoria 10 mg x 6.
c. Kompolax emulsi (kandungan: liquidum
parafin 1,5 gram, phenolphthalein 75 mg, giserin 1 gram). Sediaan: emulsi 60
ml, 115 ml.
d. Laxana (kandungan: bisakodil).
Sediaan: tablet salut enterik 5 mg x 10.
e. Dulcolax (kandungan: bisakodil).
Sediaan: tablet salut enterik 5 mg.
f. Laxamex (kandungan: bisakodil).
Sediaan: tablet 5 mg x 4.
g. Laxing tea (kandungan: daun sena 1600
mg, lidah buaya 100 mg, daun the 300 mg). Sediaan: 1 dus berisi 15 teh celup @
2 gram.
4. Pencahar Laksatif Osmotik
a. Duphalac (kandungan: laktulosa).
Sediaan: sirup 3, 35 gram / 5 ml x 120 mL.
b. Microlax (kandungan: Natrium lauril
sulfoasetat 45 mg, Natrium sitrat 450 mg, Asam sorbat 5 mg, PEG 400 625 mg,
Sorbitol 4465 mg). Sediaan: enema 5 mL 3 buah.
c. Lactulax (kandungan: laktulosa).
Sediaan: sirup 60 ml rasa vanila, sirup 120 ml, dan sirup 200 ml.
d. Fosen (kandungan: Natrium fosfat
monobase 19 gram, Natrium fosfat dibase 7 gram). Sediaan: enema 118 ml.
e. Pralax syrup (kandungan: laktulosa).
Sediaan: sirup 3, 35 gram / 5 ml x 100 ml.
f. Constipen (kandungan: laktulosa).
Sediaan: sirup 66,7% / 5 ml x 120 ml).
g. Fleet enema (kandungan: Monobasic Na
fosfat 19 gram, dibasic Na fosfat 7 gram). Sediaan: botol 133 ml.
h. Lantulos (kandungan: laktulosa).
Sediaan: sirup 3, 43 gram / 5 ml x 60 ml.
i. Opilax (kandungan: laktulosa).
Sediaan: sirup 3, 335 gram / 5 ml x 60 ml, 120 ml.
j. Solac (laktulosa). Sediaan: sirup 3,
335 gram / 5 ml x 120 ml
2.9. Analisa swamedikasi
Pasien datang ditanya:
1. Apakah pasien kurang mengonsumsi
makanan tinggi serat?
2. Apakah pasien suka makan makanan
instan?
3. Apakah pasien sedang mengonsumsi
obat-obatan tertentu?
4. Apakah pasien mempunyai penyakit yang
sedang diderita?
5. Berapakah umur pasien?
6. Sudah berapa lama keluhan dirasakan?
7. Sudah mengonsumsi obat sebelumnya?
2.10. Skema Identifikasi penyakit
Berdasarkan penyebab konstipasi :
1. Konstipasi transit
normal sering terjadi. Disebabkan kurang
mengonsumsi makanan berserat,
dehidrasi mengakibatkan turunnya
berat badan (BB) feses kecil seperti pensil.
2. Konstipasi transit
lambat penundaan pengeluaran feses karena
gangguan fungsi
syaraf perut kembung, defekasi tidak teratur.
3. Disfungsi
anorektal disebabkan gangguan pada otot-otot
panggul
biasanya terjadi pada lansia.
4. Kehamilan disebabkan
adanya perubahan hormon dan berkurangnya aktifitas fisik boleh diatasi hanya dengan makan
makanan tinggi serat dan olahraga khusus orang hamil.
5. Konstipasi yang diinduksi
laksatif penyalahgunaan
laksatif.
6. Konstipasi sekunder disebabkan
penyakit yang terjadi pada organ tubuh, biasanya pada penderita kanker usus,
diabetes, dan parkinson.
2.11. Tips Pemberian Obat
1. Beritahu pasien mengenai cara
penggunaan obat yang tepat, termasuk nama obat, besarnya dosis, khasiat, cara
pemakaian, dll.
2. Jika gejala terus berlangsung, segera
periksa ke dokter.
3. Diskusikan dengan pasien mengenai
penyebab, pencegahan, dan penanganan secera tepat.
4. Jangan meminum obat laksatif sebelum
tidur.
2.12. Anjuran untuk Pasien
1. Makan makanan tinggi serat
2. Minum air putih 8-12 gelas perhari.
3. Olahraga teratur.
4. Biasakan BAB pagi setelah bangun
tidur.
5. Jangan menunda BAB.
6. Konsumsi makanan atau minuman yang
mempunyai efek laksatif.
7. Lakukan pemijatan pada perut searah
jarum jam, beberapa menit setiap hari.
8. Hindari stress.
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Konstipasi sering diartikan sebagai
kurangnya frekuensi buang air besar, biasanya kurang dari 3 kali per minggu
dengan feses yang kecil-kecil dan keras dan kadang-kadang disertai kesulitan
sampai rasa sakit saat buang air besar. Konstipasi merupakan masalah umum yang
disebabkan oleh penurunan motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan
tonus otot.
Manifestasi klinis yang sering
muncul adalah distensi abdomen, borborigimus, Rasa nyeri dan tekanan, penurunan
nafsu makan, sakit kepala, kelelahan, tidak dapat makan, sensasi pengosongan
tidak lengkap, mengejan saat defekasi, eliminasi volume feses sedikit, keras,
dan kering. Komplikasi yang bisa terjadi jika konstipasi tidak diatasi adalah
hipertensi arterial, imfaksi fekal, hemoroid dan fisura anal, megakolon.
Penanganan konstipasi non farmakologi
adalah diet tinggi serat, perubahan gaya hidup, dan latihan jasmani. Secara
farmakologi adalah pemberian pencahar pembentuk tinja, pelembut tinja, pencahar
stimulant, pencahar perangsang dan lubrikan.
3.2. Saran
1. Kenali penyebab konstipasi terlebih
dahulu.
2. Pemberian terapi farmakologi dan non
farmakologi secara bersamaan akan lebih efektif.