Labels

Showing posts with label MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA SISTEM PERNAFASAN. Show all posts
Showing posts with label MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA SISTEM PERNAFASAN. Show all posts

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA SISTEM PERNAFASAN

View Article

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pelayanan gawat darurat merupakan bentuk pelayanan yang bertujuan untuk menyelamatkan kehidupan penderita, mencegah kerusakan sebelum tindakan/perawatan selanjutnya dan menyembuhkan penderita pada kondisi yang berguna bagi kehidupan. Karena sifat pelayanan gawat darurat yang cepat dan tepat, maka sering dimanfaatkan untuk memperoleh pelayanan pertolongan pertama dan bahkan pelayanan rawat jalan bagi penderita dan keluarga yang menginginkan pelayanan secara cepat. Oleh karena itu, diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan yang bagus dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan gawat darurat untuk mengatasi berbagai permasalahan kesehatan baik actual maupun potensial mengancam kehidupan tanpa atau terjadinya secara mendadak atau tidak diperkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan.
Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan gawat darurat yang diberikan kepada pasien oleh perawat yang berkompeten di ruang gawat darurat. Asuhan keperawatan yang diberikan meliputi biologis, psikologis, dan sosial pasien baik actual yang timbul secara bertahap maupun mendadak, maupun resiko tinggi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi asuhan keperawatan gawat darurat, yaitu : kondisi kegawatan seringkali tidak terprediksi baik kondisi pasien maupun jumlah pasien yang datang keruang gawat darurat, keperawatan diberikan untuk semua usia dan sering dengan data dasar yang sangat mendasar, tindakan yang diberikan harus cepat dan dengan ketepatan yang tinggi (Maryuani,2009).
Mengingat sangat pentingnya pengumpulan data atau informasi yang mendasar pada kasus gawat darurat, maka setiap perawat gawat darurat harus berkompeten dalam melakukan pengkajian gawat darurat. Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam melakukan pengkajian awal yang akan menentukan bentuk pertolongan yang akan diberikan kepada pasien. Semakin cepat pasien ditemukan maka semakin cepat pula dapat dilakukan pengkajian awal sehingga pasien tersebut dapat segera mendapat pertolongan sehingga terhindar dari kecacatan atau kematian.
B.     Tujuan
1.      Bagaimana anatomi fisiologi pernapasan?
2.      Bagaimana cara mempertahankan jalan napas?
3.      Bagaimana cara mengatur posisi?
4.      Bagaimana pemasangan nebulizer?
5.      Bagaimana terapi O2?
6.      Bagaimana saturasi oksimetri?
7.      Bagaimana valve mask?
8.      Bagaimana apa itu WSD?
9.      Bagaimana apa itu Astrub?
C.     Manfaat
1.   Mengetahui anatomi fisiologi pernapasan
2.   Mengetahui cara mempertahankan jalan napas
3.   Mengetahui cara mengatur posisi
4.   Mengetahui pemasangan nebulizer
5.   Mengetahui terapi O2
6.   Mengetahui saturasi oksimetri
7.   Mengetahui valve mask
8.   Mengetahui apa itu WSD
9.   Mengetahui apa itu Astrub



















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Anatomi fisiologi pernafasan
1.      Pengertian Pernapasan
Pernapasan atau respirasi adalah kegiatan pertukaran udara (karbondioksida dan oksigen) dari dalam tubuh ke luar tubuh/paru-paru. Oksigen yang berada di luar tubuh dihirup (inspirasi) melalui organ-organ pernapasan. Pada keadaan tertentu, bila tubuh kelebihan karbondioksida, maka tubuh berusaha untuk mengeluarkan karbondioksida yang ada didalam tubuh tersebut dengan jalan menghembuskan napas (ekspirasi) sehingga terjadi suatu keseimbangan antara oksigen dan karbondioksida didalam tubuh.( Syaifuddin, 2016)
2.      Anatomi system pernafasan
a.       Hidung
Hidung merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat pernapasan dan indra penciuman. Bentuk dan stuktur hidung menyerupai piramida atau kerucut dengan alasnya pada prosesus palatinus osis maksilaris dan pars horizontal osis palatum. Dalam keadaan normal, udara masuk dalam sistem pernapasan, melalui rongga hidung. Vestibulum rongga hidung berisi serabut-serabut halus. Epitel vestibulum berisi rambut-rambut halus yang mencegah masuknya benda-benda asing yang mengganggu proses pernapasan. (Syaifuddin,2016).
Hidung terdiri dari hidung eksterna dan rongga hidung di belakang eksterna. Hidung eksterna terdiri dari kartilago sebelah bawah dan tulang hidung disebelah atas ditutupibagian luarnya dengan kulit dan pada bagian dalamnya dengan membran mukosa. (Santa et al,2013).
Hidung juga naso atau nasal. Terdiri dari dua kavum nasi yang dipisahkan oleh septum nasi (sekat rongga hidung). Didalam hidung terdapat bulu-bulu halus yang berfungsi untuk menyaring udara, debu dan kotoran-kotoran yang masuk ke dalam hidung. (Manurung,2016).
b.      Faring
Faring adalah suatu saluran otot selaput kedudukannya tegak lurus antara basis kranii dan vertebrae servikalis VI. Di antara basis kranii dan esofagus berisi jaringan ikat digunakan untuk tempat lewat alat-alat di daerah faring. (Syaifuddin,2016).
Faring (tekak) adalah pipa berotot yang bermula dari dasar tenggorokan dan berakhir sampai persambungannya dengan esofagus dan batas tulang rawan krikoid. Faring terdiri atas tiga bagian yang dinamai berdasarkan letaknya, yakni: nasofaring (dibelakang hidung), orofaring (dibelakang mulut), dan laringofaring (dibelakang laring). (Muttaqin,2012).
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makan. (Manurung,2016).
c.        Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan jalinan tulang rawan yang dilengkapi dengan otot, membran, jaringan ikat, dan ligamentum. Sebelah atas pintu masuk laring membentuk tepi epiglotis, lipatan dari efiglotis aritenoid dan pita interaritenoid, dan sebelah bawah tepi bawah kartilagokrikoid. Tepi tulang dari pita suara asli kiri dan kanan membatasi daerah epiglotis. Bagian atas disebut supraglotis dan bagian bawah disebut subglotis.(Syaifuddin, 2016).
Laring terletak diantara faring dan trakea. Berdasarkan letak vertebra servikalis, laring berada di ruas ke-4 atau ke-5 dan berakhir di vertebra servikalis ruas ke-6. Laring disusun oleh9 kartilago yang disatukan oleh ligamen dan otot rangka pada tulang hioid di bagian atas dan trakea dibawahnya. (Muttaqin,2012).
Laring menghubungkan faring dan trakea. Laring yang dikenal sebagai kotak suara (voice box) atau pangkal tenggorok mempuanyai bentuk seperti tabung pendek dengan bagian besar diatas dan menyempit ke bawah. (Irianto,2013).
Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan dengan otot dan mengandung pita suara. Laring berhubungan dengan fonasi dan berfungsi sebagai pelindung. Epiglotis berfungsi menutup laring saat menelan. (Manurung,2016)
d.      Trakea
Trakea (batang tenggorokan) adalah tabung berbentuk pipa seperti huruf C yang dibentuk oleh tulang-tulang rawan yang disempurnakan oleh selaput, terletak diantara vertebrae servikalis VI sampai tepi bawah kartilago krikoidae vertebrata torakalis V. Panjangnya sekitar 13 cm dan diameter 2,5 cm, dilapisi oleh otot polos, mempunyai dinding fibroelastis yang tertanam dalam balok-balok hialin yang mempertahankan trakea tetap terbuka. (Syaifuddin,2016).
Trakea adalah sebuah tabung yang berdiameter 2,5 cm dengan panjang 11 cm. Trakea terletak setelah laring dan memanjang ke bawah setara dengan vertebra torakalis ke-5. Ujung trakea bagian baawah bercabang menjadi dua bronkus kanan dan kiri. (Muttaqin,2012)
Trakea merupakan bagian saluran pernapasan yang bentuknya seperti tabung dan merupakan lanjutan laring, dan merupakan saluran udara sejati, panjangnya kira-kira 10 cm. Dinding trakea terdiri dari otot polos yang ditunjang oleh sejumlah 16-20 cincin tulang rawan yang bentuknya seperti huruf C. (Irianto,2013).
Trakea merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai dengan 20 cincin yang terdiri dari tulang rawan yang dibentuk seperti kuku kuda (huruf C). Panjang trakea lebih kurang 9-11 cm. (Manurung,2016).
e.       Bronkus
Bronkus (cabang tenggorokan) merupakan lanjutan dari trakea, terdapat pada ketinggian vertebrae torakalis IV dan V. Bronkus mempunyai struktur sama dengan trakea dan dilapisi oleh sejenis sel yang sama dengan trakea dan berjalan kebawah kearah tampuk paru-paru. Bronkus mengadakan pendekatan pada lobus pernafasan, struktur dalam bronkus berbeda dengan diluar bronkus. Seluruh gabungan otot menekan bagian yang melaui cabang-cabang tulang rawan yang makin sempit dan semakin kecil yang disebut brokiolus. Dari tiap-tiap bronkiolus masuk ke dalam lobus dan bercabang lebih banyak dengan diameter 0,5 mm, bronkus yang terakhir membangkitkan pernapasan brokiolus membuka dengan cara melepaskan udara kepermukaan pernapasan paru-paru. Pernapasan bronkiolus membuka dengan cara memperluas ruangan pembuluh alveoli dimana terjadi pertukaran udara (oksigen dengan karbon dioksida). (Syaifuddin,2016).
Bronkus mempunyai struktur serupa dengan trakea. Bronkus kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan arahnya hampir vertikal dengan trakea. Sebaliknya, bronkus kiri lebih panjang, lebih sempit, dan sudutnya pun lebih runcing. Bentuk anatomi yang khusus ini memiliki implikasi klinis tersendiri seperti jika ada benda asing yang terinhalasi, maka benda itu lebih memungkinkan berada di bronkus kana di bandingkan bronkus kiri karena arah dan lebarnya. (Muttaqin,2012).
Struktur mikrodkopis bronkus mirip dengan trakea. Bronkus primer kiri lebih horizontal, lebih panjang dan lebih kecil dari bronkus kanan. Maka benda-benda asing yang terhisap lebih sering dan lebih mudah masuk ke bronkus kanan. (Irianto,2013).
f.       Pulmo
Paru-paru merupakan organ utama sistem pernapasan yang berada di dalam rongga dada, terdiri atas paru kanan dan paru kiri. Paru-paru dibungkus kantung yang dibentuk oleh pleura paritalis dan pleura viseralis. Di antara paru kanan dan paru kiri terdapat mediasternum yang berisi jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah vena besara, trakea. Kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. Kedua paru sangat lunak dan elastis, mampu mengembang dan mengempis secara bergantian. Sifat elastis paru disebabkan oleh adanya serat-serat jaringan ikat elastis dan tegangan permukaan alveolus. Paru-paru berwarna biru keabu-abuan dan berbintik-bintik akibat dari partikel-partikel debu yang masuk dimakan fagosit, banyak ditemukan pada pekerja tambang. Masing-masing paru mempunyai apeks yang tumpul menjorok keatas, masuk ke leher kira-kira 2,5 cm diatas klavikula. Fasies kostalis yang koveks berhubungan dengan dinding dada dan fasies mediastinalis yang konkaf membentuk perikardium.
Sekitar pertengahan permukaan kiri terdapat hilus pulmonalis suatu lekukan dimana bronkus, pembuluh darah, dan saraf masuk paru-paru membentuk radiks pulmonalis. (Syaifuddin,2016).
Paru-paru terdiri dari paru-paru kanan (lobus superior, medial dan inferior), 10 segmen. Paru-paru kiri (lobus superior, dan inferior), 10 segmen. Paru-paru terletak di dlam rongga dada atau rongga thoraks, paru-paru dibungkus oleh sepalut yang disebut pleura, terbagi atas dua lapisan yaitu, pleura parietalis (bagian luar, yang melapisi rongga dada). Pleura viseralis (bagian dalam, yang menyelubungi setiap paru-paru). Celah antara pleura parietalis dan pleura viseralis disebut kavum pleura yang normalnya hampa udara sehingga paru-paru dapat berkembang kempis secara sempurna, didalamnya juga terdapat sedikit cairan yang berfungsi untuk melumasi permukaan pleura serta menghindarkan gesekan antara paru-paru dengan dinding dada pada waktu bernafas atau bergerak. (Manurung,2016).
g.      Sinus Pleura
Tidak seluruh kantung dibentuk oleh lapisan pleura diisi secara sempurna oleh paru-paru, baik kearah bawah maupun kearah depan. Terdapat kavum pleura yang dibentuk hanya oleh lapisan pleura parietalis saja, rongga ini disebut sinus pleura (recessus pleura). (Syaifuddin,2016).
h.      Ligamentum Pulmonal
Radiks pulmonalis : bagian depan, atas, dan belakang ditutupi oleh pertemuan parietalis dan pleura viseralis. Sebelah bawah radiks yang berasal dari depan dan belakang bergabung membentuk lipatan yang disebut ligamentum pulmonal. Ligamentum ini terdapat diantara bagian bawah fasies mediastinalis dan perikordium dan berakhir pada pinggir yang bundar. (Syaifuddin,2016).
B.     Fisiologi system pernapasan
1.      Ventilasi
Ventilasi adalah gerakan udara masuk dan keluar dari paru-paru. Gerakan dalam pernapasan adalah ekspansi dan inspirasi. Pada inspirasi otot diafragma berkontraksi dan kuabh dari diafragma menurun, pada waktu yang bersamaan otot-otot intercostal interna berkontraksi dan mendorong dinding dada sedikit kea rah luar. Dengan gerakan seperti ini ruang di dalam dada meluas, tekanan darah alveoli menurun dan udara memasuki paru-paru.
Pada ekspansi diafragma dan otot-otot interkosta eksterna relaksasi. Diafragma naik, dinding-dinding dada jatuh ke dalam dan ruang di dalam dada hilang. Pada pernafasan normal yang tenang terjadi sekitar 16 kali per menit. Ekspirasi diikuti dengan terhentinya sejenak. Kedalaman dan jumlah dari gerakan pernafasan sebagian besar dikendalikan secara biokimiawi.
2.      Difusi
Difusi adalah gerakan diantara udara dan karbon dioksida di dalam alveoli dan darah didalam kapiler sekitarnya. Gas-gas melewati hamper secara seketika diantara alveoli dan darah dengan cara difusi. Dalam cara difusi ini gas mengalir dari tempat yang tinggi tekanan parsialnya ke tempat lain yang lebih rendah tekanan parsialnya.
3.      Transportasi gas dalam darah
Transport : pengangkutan oksigen dan karbon dioksida oleh darah. Oksigen ditransportasi dalam darah : dalam sel-sel darah merah, oksigen bergabung dengan hemoglobin untuk membentuk oksihemoglobin yang berwarna merah terang. Dalam plasma, sebagian oksigen terlarut dalam plasma.
4.      Pertukaran gas dalam jaringan
Metabolisme jaringan meliputi pertukaran oksigen dan karbon dioksida diantara darah dan jaringan.
C.     Pengkajian pernapasan
1.      Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan yang telah lalu. Perawat juga mengkaji keadaan pasien dan keluarganya. Kajian tersebut berfokus pada :
a.       Manifestasi klinik keluhan utama
b.      Kejadian yang membuat kondisi sekarang ini
c.       Riwayat kesehatan masa lalu
d.      Riwayat kesehatan keluarga
e.       Riwayat psikososial
Riwayat kesehatan dimulai dari biografi pasien. Aspek yang sangat erat hubungannya dengan gangguan system pernafasan adalah :
a.       Usia
b.      Jenis kelamin
c.       Pekerjaan ( terutama gambaran kondisi tempat kerja)
d.      Tempat tinggal
Keadaan tempat tinggal mencakup kondisi tempat tinggal, serta apakah pasien tinggal sendiri atau dengan orang lain yang nantinya berguna bagi perencanaan pulang (discharge planning).
2.      Keluhan utama
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan pasien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada pasien yang mengalami gangguan siklus O2 dan CO2 antara lain :
a.       Batuk
b.      Peningkatan produksi sputum
c.       Dyspnea
d.      Hemoptysis
e.       Wheezing
f.       Stridor
g.      Nyeri dada
3.      Riwayat kesehatan masa lalu
Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernapasan pasien. Secara umum perawat perlu menanyakan mengenai hal-hal berikut ini :
a.       Riwayat merokok
b.      Pengobatan saat ini dan masa lalu
c.       Alergi
d.      Tempat tinggal
4.      Riwayat kesehatan keluarga
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru sekurang-kurangnya ada tiga hal, yaitu :
a.       Penyakit infeksi tertentu khususnya tuberculosis ditularkan melalui satu orang ke orang lainnya
b.      Kelainan alergi, seperti asma bronkial, menunjukkan suatu predisposisi keturunan tertentu
c.       Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang tingkat polusi udaranya tinggi. Namun polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronis, melainkan hanya memperburuk penyakit tersebut.
5.      Kajian system ( head to toe)
a.       Inspeksi
Prosedur inspeksi yang dilakukan oleh perawat adalah sebagai berikut :
a)      Pemeriksaan dada dimulai dari dada posterior dan pasien harus dalam keadaan duduk
b)      Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang lainnya
c)      Tindakan dilakukan dari atas sampai bawah
d)     Inspeksi dada posterior terhadap warna kulit dan kondisinya (skor, lesi, dan massa) dan gangguan tulang belakang (kifosis, scoliosis, dan lordosis)
e)      Catat jumlah irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan pergerakan dada
f)       Observasi tipe pernapasan seperti : pernapasan hidung atau pernapasan diafragma serta penggunaan otot bantu pernapasan
g)      Saat mengobservasi respirasi, catat durasi fase inspirasi (I) dan fase ekspirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya adalah 1:2. Fase ekspirasi yang memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan napas dan sering ditemukan pada pasien dengan Chronic Airflow Limitation (CAL)/Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
h)      Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior (AP) dengan diameter lateral/transversal (T). Rasio normal berkisar antara 1:2 sampai 5:7, tergantung dari kondisi cairan tubuh pasien
i)        Kelainan pada bentuk dada
j)        Observasi kesimetrisan pergerakan dada.
k)      Observasi retraksi abnormal ruang intercostal selama inspirasi, yang dapat mengindikasikan obstruksi jalan napas.
b.      Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit, dan mengetahui vocal/taktil premitus (vibrasi).
c.       Perkusi
Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ yang ada disekitarnya, dan pengembangan diafragma. Jenis suara perkusi ada 2 jenis yaitu :
a)      Suara perkusi normal
b)      Suara perkusi abnormal
d.      Auskultasi
Auskultasi merupakan pengkajian yang sangat bermakna mencakup mendengarkan suara napas normal dan suara tambahan (abnormal).
6.      Pengkajian psikososial
Pengkajian psikososial meliputi kajian tentang aspek kebiasaan hidup pasien yang secara signifikan berpengaruh terhadap fungsi respirasi. Beberapa kondisi respiratori timbul akibat stress. Penyakit pernapasan kronis dapat menyebabkan perubahan dalam peran keluarga dan hubungan dengan orang lain, isolasi sosial, masalah keuangan, pekerjaan, atau ketidakmampuan. Dengan mendiskusikan mekanisme pengobatan, perawat dapat mengkaji reaksi pasien terhadap masalah stress psikososial dan mencari jalan keluarnya.
D.    Mempertahankan jalan napas
a.       Head tilt/ chin lift
Teknik ini hanya bisa dipakai pada penderita yang tidak mengalami cedera leher, kepala, dan tulang belakang. Berikut tahapan melakukan teknik ini:
a)      Letakkan tangan pasien di dahi, sebaiknya gunakan tangan yang paling dekat dengan dahi.
b)      Tengadahkan kepala pasien secara perlahan dengan mendorong dahi ke arah belakang.
c)      Letakkan ujung jari tangan yang satunya pada tulang dagu pasien. Bila masih anak-anak, letakkan jari telunjuk saja di bawah dagu.
d)     Angkat dagu bersamaan dengan menengadahkan kepala. Usahakan jangan sampai mulut pasien tertutup. Bila pasien masih anak-anak sebaiknya jangan terlalu menengadahkan kepala.
e)      Pertahankan posisi ini.
b.      Jawtrust
Teknik ini memang sedikit melelahkan namun amat sesuai bagi penderita cedera tulang belakang. Berikut langkah-langkah melakukan tindakan ini:
a)      Letakkan tangan di kedua sisi kepala korban
b)      Pegang kedua sisi rahang bawah pasien. Bila pasien masih anak-anak, gunakan dua atau tiga jari saja dan letakkan pada sudut rahang.
c)      Lakukan gerakan mengangkat untuk mendorong ke atas rahang bawah pasien. Hal ini bertujuan untuk menarik lidah dari tenggorokan.
d)     Usahan mulut pasien untuk tetap sedikit terbuka. Bila perlu, tarik bibir bawah dengan kedua ibu jari.
E.     Mengatur posisi
1.     Posisi Fowler
Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, dimana bagian kepalatempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan pasien.
Cara kerja :
a)  Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
b)  Dudukkan pasien
c)  Berikan sandaran atau bantal pada tempat tidur pasien atau atur tempat tidur.
d)  Untuk posisi semifowler (30-45˚) dan untuk fowler (90˚).
e)  Anjurkan pasien untuk tetam berbaring setengah duduk.
2.     Posisi semi fowler
Semi fowler adalah sikap dalam posisi setengah duduk 15-60 derajat
Cara / prosedur
a)   Mengangkat kepala dari tempat tidur ke permukaan yang tepat ( 45-90 derajat)
b)   Gunakan bantal untuk menyokong lengan dan kepala klien jika tubuh bagian atas klien lumpuh
c)   Letakan bantal di bawah kepala klien sesuai dengan keinginan klien, menaikan lutut dari tempat tidur yang rendah menghindari adanya teknan di bawah jarak poplital ( di bawah lutut )
3.      Posisi sim
Posisi sim adalah posisi miring ke kanan atau ke kiri, posisi ini dilakukan untuk memberi kenyamanan dan memberikan obat melalui anus (supositoria).
Cara kerja :
a)   Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b)   Pasien dalam keadaan berbaring, kemudian miringkan ke kiri dengan posisi badan setengan telungkup dan kaki kiri lurus lutut. Paha kanan ditekuk diarahkan ke dada.
c)   Tangan kiri diatas kepala atau dibelakang punggung dan tangan kanan diatas tempat tidur.
d)  Bila pasien miring ke kanan dengan posisi badan setengan telungkup dan kaki kanan lurus, lutut dan paha kiri ditekuk diarahakan ke dada.
e)   Tangan kanan diatas kepala atau dibelakang punggung dan tangan kiri diatas tempat tidur.
4.      Posisi trendelenburg
Pada posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran darah ke otak.
Cara kerja :
a)   Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b)   Pasien dalam keadaan berbaring, kemudian miringkan ke kiri dengan posisi badan setengan telungkup dan kaki kiri lurus lutut. Paha kanan ditekuk diarahkan ke dada.
c)   Tangan kiri diatas kepala atau dibelakang punggung dan tangan kanan diatas tempat tidur.
d)  Bila pasien miring ke kanan dengan posisi badan setengan telungkup dan kaki kanan lurus, lutut dan paha kiri ditekuk diarahakan ke dada.
e)   Tangan kanan diatas kepala atau dibelakang punggung dan tangan kiri diatas tempat tidur
5.      Posisi dorsal recumbent
Pada posisi ini pasien berbaring terlentang dengan kedua lutut flexi (ditarik atau direnggangkan) diatas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk merawat dan memeriksa genetalia serta pada proses persalinan.
Cara kerja :
a)   Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b)   Pasien dalam keadaan berbaring terlentang, letakkan bantal diantara kepala dan ujung tempat tidur pasien dan berikan bantal dibawah lipatan lutut
c)   Berikan balok penopang pada bagian kaki tempat tidur atau atur tempat tidur khusus dengan meninggikan bagian kaki pasien.
6.      Posisi Litotomi
Posisi berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki dan menariknya ke atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa genitalia pada proses persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.
Cara kerja:
a)   Pasien dalam keadaan berbaring telentang, kemudian angkat kedua paha dan tarik ke arah perut
b)   Tungkai bawah membentuk sudut 90 derajat terhadap paha
c)   Letakkan bagian lutut/kaki pada tempat tidur khusus untuk posisi lithotomic
d)  Pasang selimut
7.      Posisi Genu pectrocal/ Knee chest
Pada posisi ini pasien menungging dengan kedua kaki di tekuk dan dada menempel pada bagian alas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa daerah rektum dan sigmoid.
Cara kerja :
a)   Anjurkan pasien untuk posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada menempel pada kasur tempat tidur.
b)   Pasang selimut pada pasien.
F.      Cara menggunakan nebulizer
1.    Cuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir untuk mencegah kuman ikut masuk ke paru-paru melalui nebulizer.
2.    Siapkan obat yang akan digunakan. Jika obat sudah dicampur, tuang langsung ke dalam wadah obat nebulizer. Jika belum, masukkan satu per satu dengan menggunakan pipet atau alat suntik.
3.    Tambahkan cairan saline jika diperlukan dan diresepkan dokter.
4.    Hubungkan wadah obat ke mesin dan juga masker ke bagian atas wadah.
5.    Letakkan masker hingga menutupi hidung dan mulut.
6.    Hidupkan mesin kemudian tarik napas dengan hidung dan keluarkan perlahan melalui mulut.
7.    Anda bisa mengakhirinya saat tidak ada lagi uap yang keluar, menandakan obat sudah habis.
G.    Terapi O2
Terapi oksigen adalah tindakan medis untuk menyalurkan oksigen ke dalam tubuh lewat alat bantu. Tujuannya adalah kadar oksigen di dalam tubuh tercukupi sehingga fungsi organ berjalan lancar. Pada tingkat sel, oksigen dibutuhkan oleh mitokondria untuk menghasilkan energi. Namun, sebelum mencapai mitokondria, oksigen perlu melewati berbagai penghalang. Setelah melewati alveolus, pembuluh nadi, pembuluh darah kapiler, dan interstitium, oksigen akhirnya mencapai mitokondria dalam tekanan tertentu. Berkurangnya tekanan ini disebut kaskade oksigen dan menimbulkan masalah bagi kerja sel.
1.    Tujuan pemberian terapi oksigen
Tujuan pemberian terapi oksigen, yaitu :                              
                                                             a.      Meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri sehingga masuk ke jaringan untuk memfasilitasi metabolisme aerob.
                                                            b.      Mempertahankan PaO2 > 60 mmhg atau SaO2 >90 % untuk mencegah dan mengatasi hipoksemia / hipoksia serta mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat. Menurunkan kerja nafas dan miokard. Menilai fungsi pertukaran gas. (Patria & Fairuz,2012)
2.    Metode dan teknik pemberian terapi oksigen
Berdasarkan durasi, pemberian oksigen dibedakan menjadi dua, yaitu :
a.     Terapi jangka pendek
Merupakan terapi oksigen dengan durasi 1-3 bulan pada pasien dalam kondisi klinis yang tidak stabil, misalnya serangan asma akut, PPOK eksaserbasi, gagal jantung akut dan pneumotoraks. Pedoman indikasi terapi oksigen berdasarkan rekomendasi dari American College of Chest Physician dan National Heart Lung and Blood Institute :
a)     Henti napas dan jantung
b)    Hipoksemia (PaO2 < 7,8 kPa, SaO2 <90%)
c)     Hipotensi (tekanan darah sistolik <100 mmHg)
d)    Cardiac output rendah dan asidosis metabolik (bikarbonat <18 mmol/L)
e)     Distres pernapasan (frekuensi pernapasan >24/menit)
b.        Terapi jangka panjang tergantung dari penyakit yang diderita pasien.
Merupakan pemberian oksigen yang lama pada kondisi klinis pasien yang stabil yang di indikasikan pada beberapa penyakit tertentu. Pemberian oksigen jangka panjang dibedak menjadi dua, yaitu :
Pemberian oksigen secara terus-menerus
Diberikan pada pasien yang mengalami hipoksia saat istirahat (tidak dalam kondisi tidur). Indikasi pemberiannya adalah
a)    PaO2 istirahat ≤ 55 mmHg atau SaO2 ≤ 88 %.
b)   PaO2 istirahat 56-59 mmHg atau SaO2 89% pada keadaan edema karena CHF, pulmonal karena EKG dan eritrositemia (hematokrit >56%).
c)    PaO2 >59 mmHg atau SaO2 >89% dengan bukti terapi lain yang lebih konservatif gagal memperbaiki kondisi pasien.
Pemberian oksigen secara tidak terus menerus, dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
a)    Short burst oxygen therapy (secara umum pada serangan dispneu), diberikan untuk preoksigenasi sebelum olahraga, untuk pasien yang mengalami sesak napas setelah olahraga dan sebagai terapi paliatif.
b)   Terapi oksigen ambulatori diberikan pada kondisi desaturasi yang disebabkan karena olahraga atau pada pasien PPOK dalam terapi oksigen jangka panjang yang sering berpergian.
c)    Terapi oksigen malam diberikan pada kondisi desaturasi yang terjadi saat tidur. Terapi diberikan dengan Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) pada pasien obesitas, penyakit neuromuskular atau dinding dada dan apneu tidur obstruktif (obstructive sleep apneu).
Analisa gas darah (AGD) merupakan modalitas utama dalam penentuan dan pemilihan teknik pemberian oksigen. Namun dalam kondisi tidak terdapat fasilitas AGD, maka ketajaman dalam mengenali tanda dan gejala hipoksemia dan hipoksia menjadi modal utama melalui pemeriksaan fisik dan anamnesis.
c.    Pulse oximeter
adalah sebuah alat yang sangat sesuai untuk menunjang kondisi tersebut. Bagi orang awam mungkin alat ini memang belum terlalu familiar, tetapi di dunia medis alat ini tentunya sudah dikenal. Pulse oximeter atau yang biasa disebut juga dengan pulse oximetry merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengukur kadar oksigen maupun kepekatan oksigen (saturasi oksigen) dalam darah tanpa perlu memasukkan alat apapun ke dalam tubuh. Alat ini mampu melakukan deteksi cepat saturasi oksigen secara non invasif sehingga akan cukup canggih untuk diandalkan dalam menangani kasus-kasus gawat darurat.
d.   Dalam pengukuran menggunakan pulse oximeter, kadar oksigen dalam darah dilambangkan dengan SpO2 dan hasil pengukurannya ditampilkan dalam bentuk persentase. Alat sensor dari pulse oximeter ini berupa finger sensor yang memiliki bentuk seperti penjepit dan dapat diletakkan pada  jari tangan. Finger sensor ini dilengkapi dengan infra red (infra merah) sehingga sensornya sangat sensitif untuk mengukur kadar oksigen dalam tubuh seseorang.
e.    Pulse Oximetry berfungsi mengamati saturasi oksigen darah. Hal ini dilakukan untuk menjamin kadar oksigen cukup pada pembuluh. Biasanya dipakai pada pasien yang mengalami under anesthesia, neonates (bayi baru lahir yang berusia di bawah 28 hari (Stoll, 2007), pasien yang mengalami kondisi buruk (critically). Alat ini menampilkan frekuensi denyut jantung dan saturasi oksigen, parameter yang menjadi andalan dan sangat berguna untuk mengetahui kondisi pasien saat pemeriksaan. Oksimeter termasuk alat medis non invasive dan portabel. Proses penggunaan probe sensor dengan menjepit bagian ujung jari
H.    Saturasi oksimetri
Adalah presentasi hemoglobin yang berikatan dengan oksigen dalam arteri, saturasi oksigen normal adalah antara 95-100%. Dalam kedokteran, oksigen saturasi (SO2), sering disebut sebagai “SATS”, untuk mengukur presentase oksigen yang diikat oleh hemoglobin di dalam aliran darah. Pada tekanan parsial oksigen yang rendah, sebagian besar hemoglobin terdeoksigenasi, maksudnya adalah proses pendistribusian darah beroksigen dari arteri ke jaringan tubuh (Hidayat,2007).
1.    Pengukuran oksigen saturasi
Pengukuran saturasi oksigen dapat dilakukan dengan beberapa teknik. Penggunaan oksimetri nadi merupakan teknik yang efektif untuk memantau pasien terhadap perubahan saturasi oksigen yang kecil atau mendadak (Tarwoto,2006)

I.       Valve mask
1.    Pengertian:
            Bantuan pernafasan dengan BVM (Bag Valve Mask) atau AMBU adalah membantu pernafasan dengan menggunakan reservoir udara (air mask bag unit, AMBU )
2.    Tujuan:
           Untuk memberikan prosedur yang benar saat memberikan bantuan pernafasan dengan alat.
3.    Kebijakan:
Tindakan bantuan pernafasan dengan BVM (Bag Valve Mask) dilakukan pada pasien dengan kegawatdaruratan medis ( Peraturan Direktur RS Jiwa Daerah Surakarta tentang Kebijakan pelayanan) 
4.    Prosedur:
a.    Cek identitas pasien
b.   Berikan penjelasan tentang   tindakan yang akan dilakukan
c.    Lakukan cuci tangan
d.   Mengangkat rahang bawah pasien untuk mempertahankan jalan nafas  terbuka
e.    Pasang sungkup sesuai ukuran pasien dengan menggunakan konektor yang sesuai
f.    Cek kebocoran dan keefektifan alat
g.   Atur posisi pasien telentang
h.   Pasang sungkup pada mulut menutupi seluruh mulut dan hidung
i.        Memompa udara dengan cara tangan satu memegang bag sambil memompa udara dan yang satunya memegang dan memfiksasi masker, ibu jari dan ibu telunjuk membentuk huruf C sedangkan jari-jari lainnya memegang rahang bawah sekaligus membuka jalan nafas dengan membentuk huruf E.
j.        Perhatian gerakan dada, berikan udara inspirasi dengan perkiraan volume tidal 6-8 cc/kgBB, lepaskan untuk periode ekspirasi.
k.      Lakukan sebanyak 10-12 kali/menit sampai dada nampak terangkat
l.        Evaluasi pernafasan
m.    Rapikan pasien dan peralatan
n.      Lakukan cuci tangan. Unit Terkait Instalasi Elektromedik, Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Tumbuh kembang Anak
J.       WSD ( Water Seal Drainage )
1.    Pengertian WSD
WSD(Water Seal Drainage) adalah suatu tindakan pemasangan kateter pada rongga thoraks, rongga pleura ,mediastinum dengan tujuan untuk mengeluarkan udara atau cairan dari rongga tersebut.
2.    Macam-Macam metode dari WSD :
a.    Sistem WSD Botol Tunggal
Sistem ini terdiri dari satu botol dengan penutup segel. Penutup mempunyai dua lubang, satu untuk ventilasi udara dan lubang yang lain memungkinkan selang masuk kedalam botol.
a.       Sistem WSD Dua Botol
sistem dua botol, botol pertama adalah sebagai botol penampung san botol ke dua bekerja sebagai pembatas antara tekanan udara bebas dan udara dalam(water seal). Pada sistem dua botol, penghisapan dapat dilakukan pada segel botol dalam air dengan menghubungkannya ke ventilasi udara.
c.Sistem WSD Tiga Botol
Pada sistem tiga botol, sistem dua botol ditambah dengan satu botol lagi yang berfungsi untuk mengatur / mengontrol jumlah drainage dan dihubungkan dengan suction. Pada sistem ini yang terpenting adalah kedalaman selang dibawah air pada botol ketiga. Jumlah penghisap didinding yang diberikan botol ketiga harus cukup untuk menciptakan putaran-putaran lembut gelembung dalam botol.  Gelembung yang  kasar menyebabkan kehilangan air, mengubah tekanan penghisap dan meningkatkan tingkat kebisingan .
d.Sistem WSD sekali pakai / disposable
Jenis-jenisnya :
     Pompa penghisap Pleural Emerson
     Fultur valve
     Calibrated spring mechanism
2.Indikasi Pemasangan
     Hemotoraks :trauma dada, neoplasma, robekan pleura, pasca bedah thoraks
     Pneumotoraks : ruptur , penyakit paru,
     Efusi pleura : neoplasma , impflamasi ,
     Emfisema
     Hemipneumotoraks
     Tension pneumotoraks
3.Tujuan Pemasangan WSD
     mempercepat pengeluaran udara dan cairan dari rongga pleura dan mencegah refluks
     mengembalikan pengembangan jarigan paru dengan mengembaliakan tekanan negatif rongga pleura
     mencegah pergeseran mediastinumdan kolaps jaringan dengan menyamakan tekanan thorakskiri dan kanan
4. Penempatan tube WSD
     Untuk membuang udara , letak selang : intercostal ke-2 sepanjang midklavikula. Sedangkan untuk membuang cairan ,letak selang antara interkodtal ke-5 atau ke-6
     Pasien bedah jantung selang di letakandi seitar mediastnum untuk membuang darah dari depan dan bawahjantung
5.Kompikasi Pemasangan
     Emphysema sebcutan
     Emboli paru
     Disritmia jantung
     Perdarahan
     Tromboplebetis
     Infeksi
6. Persiapan Pemasangan WSD
1.   Surat persetujuan
2.   Kasa steril
3.   Sarung tangan steril dan masker
4.   Motor suction
5.   Duk steril
6.   Sumber cahaya
7.   Sedative ( jika siperlukan )
8.   Lidokain 1 % tanpa epinephrine ( 20 ml )
9.   Spuit ukuran 10 ml dengan needle no 18 dan 23
10. Tube / selang WSD steril
11. Sistem drainage dan penyedot/suction ( pompa emerson )
12. Botol drain
13. mata pisau scalpel dan tangkainya no 10 dan no 11
14. Naalpocdes,Klem,duk berlubang steril.
15. Trocart
16. Klem mosquito 6 buah
17. Klem Kelly bengkok yang besar
18. Gunting jaringan 2 buah
19. Gunting jahitan 2 buah
20. Gunting diseksi bengkok metsenbaum 2 buah
21. Forsep daringan dengan dan tanpa gigi
22. Plester / hipavik
23. Benang jahitan
24. bengkok / tempat sampah
25. gunting plester dan betadine
7. Prosedur Pemasangan WSD
a.   Kaji airway,breathing dan circulation klien
b.   Lakukan tindakan untuk melindungi airway,dengan membebaskan jalan napas
c.   Lakukan tindakan pemasangan O2 sesuai yang dibutuhkan’
d    .Pasang intravena line untuk menjaga sirkulasi
e.   ngkinan adanya cidera pada dada
f.    Kaji adanya tanda-tanda komplikasi pernapasan
g.   Periksa nilai Analisa gas darah ( AGD )
h.   Hadirkan ahli terapi pernapasan jika diperlukan
i.    Kaji apakah klien ada allergi dengan obat-obatan atau betadine
j.    Jelaskan prosedur tindakan kepada klien dan keluarga
k.   Posisikan klien dengan posisi fowler atau supinasi atau miring dengan sisi yang sehat
mengarah ketempat tidur dan posisi tangan diangkat keatas kepala.
l.    Tentukan lokasi insisi tempat pemasangan selang,cuci tangan.
1.Apikal
     Letak selang pada intercosta III midclavicula
     Dimasukan secara anterolateral
     Fungsi : Untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
2.Basal
     Letak selang pada intercosta V-VI atau intercosta VIII-IX midaksilaler
     Fungsi : Untuk mengeluarkan cairan dan rongga pleura
m.  Lakukan tindakan asepsis dan anti sepsis pada daerah pemasangan WSD dengan betadine
n.   Berikan anastesi local dengan lidokain 1 % tanpa epineprin 20 ml
o.   Lakukan sayatan/ insisi pada kulit yang telah ditentukan sampai batas subcutis
p.   Buatlah terowongan/lubang dengan spuit 110 ml diatas tepi iga/intercosta sampai
menembus pleura,dengan tanda cairan akan menyemprot keluar
q.   Masukkan selang berukuran 28-36 french untuk mengeluarkan darah / nanah. Bila
mengeluarkan udara maka ukuran selang akan lebih kecil
r.    Hubungkan selang WSD dengan sistem botol yang sudah diberi cairan antiseptik
sebanyak ± 20 cm
s.    Lakukan penjahitan atau heating pada tempat insisi dan lakukan disinfeksi dengan
betadin,fiksasi selang kekulit dengan kasa steril kemudian plester.
t.    Rapikan klien dan rapikan alat-alat
u.   Cuci tangan dengan teknik aseptic.

DEFINISI
Pemeriksaan gas darah dan PH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai:
Keseimbangan asam basa dalam tubuh, Kadar oksigenasi dalam darah, Kadar karbondioksida dalam darah
Ukuran-ukuran dalam analisa gas darah:
– PH normal 7,35-7,45
– Pa CO2 normal 35-45 mmHg
– Pa O2 normal 80-100 mmHg
– Total CO2 dalam plasma normal 24-31 mEq/l
– HCO3 normal 21-30 mEq/l
– Base Ekses normal -2,4 s.d +2,3
– Saturasi O2 lebih dari 90%.
Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama pemeriksaan “ASTRUP”, yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan melalui darah arteri. Lokasi pengambilan darah yaitu: Arteri radialis, A. brachialis, A. Femoralis.
 PROSEDUR PENGAMBILAN GAS DARAH ARTERI
A. Alat
– Spuit gelas atau plastik 5 atau 10 ml
– Botol heparin 10 ml, 1000 unit/ml (dosis-multi)
– Jarum nomor 22 atau 25
– Penutup udara dari karet
– Kapas alcohol
– Wadah berisi es (baskom atau kantung plastik)
– Beri label untuk menulis status klinis pasien yang meliputi:
a. Nama, tanggal dan waktu
b. Apakah menerima O2 dan bila ya berapa banyak dan dengan rute apa
f. Suhu
 B. Tekhnik
1.      Arteri radialis umumnya dipakai meskipun brakhialis juga dapat digunakan
2.      Bila menggunakan pendekatan arteri radialis lakukan tes Allen’s. Secara terus menerus bendung arteri radialis dan ulnaris. Tangan akan putih kemudian pucat. Lepaskan aliran arteri ulnaris. Tes allen’s positif bila tangan kembali menjadi berwarna merah muda. Ini meyakinkan aliran arteri bila aliran arteri radialis tidal paten
3.      Pergelangan tangan dihiperekstensikan dan tangan dirotasi keluar
a. Penting sekali untuk melakukan hiperekstensi pergelangan tangan
biasanya menggunakan gulungan handuk untuk melakukan ini
b. Untuk pungsi arteri brakialis, siku dihiperekstensikan setelah
Meletakkan handuk di bawah siku
1.      1 ml heparin diaspirasi kedalam spuit, sehingga dasar spuit basah dengan heparin, dan kemudian kelebihan heparin dibuang melalui jarum, dilakukan perlahan sehingga pangkal jarum penuh dengan heparin dan tak ada gelembung udara
2.      Arteri brakialis atau radialis dilokalisasi dengan palpasi dengan jari tengah dan jari telunjuk, dan titik maksimum denyut ditemukan. Bersihkan tempat tersebut dengan kapas alcohol
3.      Jarum dimasukkan dengan perlahan kedalam area yang mempunyai pulsasi penuh. Ini akan paling mudah dengan memasukkan jarum dan spuit kurang lebih 45-90 derajat terhadap kulit
4.      Seringkali jarum masuk menembus pembuluh arteri dan hanya dengan jarum ditarik perlahan darah akan masuk ke spuit
5.      Indikasi satu-satunya bahwa darah tersebut darah arteri adalah adanya pemompaan darah kedalam spuit dengan kekuatannya sendiri
Bila kita harus mengaspirasi darah dengan menarik plunger spuit ini kadang-kadang diperlukan pada spuit plastik yang terlalu keras sehingga tak mungkin darah tersebut positif dari arteri.Hasil gas darah tidak memungkinkan kita untuk menentukan apakah darah dari arteri atau dari vena
1.      Setelah darah 5 ml diambil, jarum dilepaskan dan petugas yang lain menekan area yang di pungsi selama sedikitnya 5 menit (10 menit untuk pasien yang mendapat antikoagulan)
2.      Gelembung udara harus dibuang keluar spuit. Lepaskan jarum dan tempatkan penutup udara pada spuit. Putar spuit diantara telapak tangan untuk mencampurkan heparin
3.      Spuit diberi label dan segera tempatkan dalam es atau air es, kemudian dibawa kelaboratorium
 ANALISA
Jenis gangguan asam basa
PH
Total CO2
PCO2
Asidosis respiratorik tidak terkonpensasi
Alkalosis respiratorik tidak terkonfensasi
Asidosis metabolic tidak terkonfensasi
Alkalosis metabolic tidak terkonfensasi
Asidosis respiratorik kompensasi alkalosis metabolic
Alkalosis respiratorik kompensasi asidosis metabolic
Asidosis metabolic kompensasi alkalosis respiratorik
Alkalosis metabolic kompensasi asidosis respiratorik
Rendah
Tinggi
Rendah
Tinggi
Normal
Normal
Normal
Normal
Tinggi
Rendah
Rendah
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Tinggi
Tinggi
Rendah
Normal
Rendah
Normal
Normal
Rendah
Tinggi