BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Bronkomalasia
merupakan degenerasi dari jaringan penyangga dan jaringan elastin bronkus. Kata
bronkomalasia juga digunakan untuk kelemahan kartilago pada dinding bronkus,
mengenai anak/bayi diusia dibawah 6 tahun, dapat ditemukan ronchi dan wheezing.
Bronkomalasia
dapt dideskripsikan sebagai efek kelahiran pada bronkus ditraktus respiratorus.
Malasia congenital pada saluran udara/nafas besar merupakan salah satu dari
beberapa penyebab obstruksi saluran nafas ieversibel pada anak, dengan gejala
bervariasi yang dapat berupa wheezing rekuren dan infeksi saluran nafas bawah
rekuren sampai dipsnea dan insufisiensi respirasi.
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi dari
Bronkomalasia?
2. Apa etiologi dari
Bronkomalasia?
3. Apa saja klasifikasi dari
Bronkomalasia?
4. Bagaimana patofisiologi dari
Bronkomalasia?
5. Apa saja penatalaksanaan
medisnya?
6. Bagaimana konsep asuhan
keperawatannya?
C. Tujuan
Untuk mengetahui penyelesaian
terhadap rumusan masalah diatas.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Bronkomalasia
Malasia napas
kongenital adalah salah satu dari beberapa penyebab obstruksi saluran udara
ireversibel pada anak-anak, tetapi kejadian pada populasi umum tidak diketahui.
Malasia nafas berat atau malacia berhubungan dengan sindrom tertentubiasanya
diakui dan didiagnosis awal masa bayi, tetapi informasi tentang fitur
klinisanak dengan malacia primer, sering didiagnosis hanya kemudian di masa
kecil,langka (Firdiansyah, 2017).
Bronkomalasia merupakan degenerasi dari jaringan
penyangga dan jaringan elastin bronkus. Kata bronkomalasia juga digunakan untuk
kelemahan kartilago pada dinding bronkus, mengenai anak/bayi diusia dibawah 6
tahun, dapat ditemukan ronchi dan wheezing. Bronkomalasia dapat dideskripsikan
sebagai efek kelahiran pada bronkus ditraktus respiratorus.
B.
Etiologi
Bronkomalasia
paling sering terjadi pada saat lahir (kongenital) dan hingga saat ini tidak
diketahui mengapa tulang rawan tidak terbentuk dengan baik (Firdiansyah, 2017).
Bronchomalacia dapat digambarkan sebagai cacat lahir bronkus di saluran
pernapasan. Malasia kongenital saluran udara besar adalah salah satu dari
beberapa penyebab obstruksi saluran napas ireversibel pada anak-anak, dengan
gejala bervariasi dari mengi berulang dan infeksi saluran udara bawah berulang
untuk dispnea berat dan insufisiensi pernapasan. Ini juga dapat diperoleh di
kemudian hari karena peradangan kronis atau berulang akibat infeksi atau
penyakit saluran napas lainnya (Wikipedia, 2018).
Bronkomalasia
adalah runtuhnya dinamis dari satu atau kedua bronkus
utama dan atau divisilobus atau segmental distal mereka yang dapat terjadi karena cacat yang melekat pada kartilago atau dari kompresiextinsik. Bronkomalasia lebih sering muncul dengan trakeomalasia dibandingkan dengan lesi yang terisolasi. Bronchomalacia terlihat dominan di sisi kiri (35,7%) dibandingkan dengan kanan (22%). Bronkomalasia paling sering terlihat pada bronkus batang utama kiri, bronkuslobus kiri atas, bronkuslobus kanan tengah, dan bronkus batang utama kanan, dalam urutan prevalensi menurun. Ada juga dominasi laki-laki pada lesi ini (Laberge, 2008).
utama dan atau divisilobus atau segmental distal mereka yang dapat terjadi karena cacat yang melekat pada kartilago atau dari kompresiextinsik. Bronkomalasia lebih sering muncul dengan trakeomalasia dibandingkan dengan lesi yang terisolasi. Bronchomalacia terlihat dominan di sisi kiri (35,7%) dibandingkan dengan kanan (22%). Bronkomalasia paling sering terlihat pada bronkus batang utama kiri, bronkuslobus kiri atas, bronkuslobus kanan tengah, dan bronkus batang utama kanan, dalam urutan prevalensi menurun. Ada juga dominasi laki-laki pada lesi ini (Laberge, 2008).
Pengobatan
sering konservatif, karena banyak dari anak-anak ini akan membaik ketika
saluran udara mereka matang dan tumbuh dengan berjalannya waktu. Ketika
Bronkomalasia parah dan berkembang menjadi kompromi pernapasan, tracheostomy dan
ventilasi tekanan positif dapat di indikasikan. Selain itu, perawatan bedah
dari sumber kompresi eksternal, seperti dengan aortopeksi dapat membantu. Stent
juga dapat digunakan, seperti yang di diskusikan dengan Traakomalasia, tetapi
mereka memiliki komplikasi serius termasuk caut, penghilangan yang sulit,
pembentukan jaringan granulasi. Dengan demikian ini harus disediakan untuk
situasi yang muncul dan bukan untuk terapi jangka panjang saat ini (Laberge,
2008)
Bronkomalasia
primer melibatkan defek pada kartilago. Ini dapat berasal dari prematuritas,
defek struktural tulang rawan yang melekat, atau dari ketiadaan kongenital
cincin tulang rawan di bronkus subsegmental seperti yang terlihat dengan
sindrom Williams-campbell. Rembesan saluran napas distal pada sindrom
William-Campbell dapat menyebabkan bronkiektasis.
Bronchomalacia
sekunder terjadi dari kompresi eksternal oleh struktur jantung diperbesar atau
anomali vaskular mirip dengan trakeomalasia sekunder. Bronchomalacia juga dapat
dikaitkan dengan emfisema lobus kongenital yang menyebabkan hiperinflasi pada
jaringan yang terkena. (Laberge, 2008).
C.
Klasifikasi
1.
Bronkomalasia primer
a)
Disebabkan oleh defisiensi
pada cincin kartilago
b)
Diklasifikasikan sebagai
congenital
2.
Bronkomalasia sekunder
a)
Merupakan kelainan didapat
(bukan kongenital)
b)
Disebabkan oleh kompresi
ekstrinsik (luar), dapat dari pelebaran pembuluh-pembuluh darah, cincin
vascular, atau kista bronkogenik.
D.
Manifestasi Klinis
1. Gejala Bronkomalasia
a. Satu sampai empat hari sebelumnya didapat pilek encer, hidung
tersumbat.
b. Demam sub-febril (kecuali infeksi sekunder oleh bakteri).
c. Puncak gejala pada hari ke-5 sakit : batuk, sesak napas, takipne,
mengi,minum menurun, apne, sianosis.
d. Bila terjadi obstruksi hebat, pernafasan menjadi lebih cepat dan
dangkal, suara nafas melemah, dan “wheezing” yang semula jelas dapat
menghilang.
2. Tanda-tanda Bronkomalasia
a. Nafas cuping hidung
b. Penggunaan otot bantu napas (dada mengembang disertai retraksi interkostal
dan subkostal).
c. Sesak napas, takipne, apneu.
d. Hiperinflasi dada.
e. Retraksi, expiratory effort.
f. Ronki pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi.
g. Ekspirasi memanjang, mengi.
h. Hepar atau limpa dapat teraba.
E.
Patofisiologi
Ketika kita
hirup masuk dan keluar, udara masuk ke dalam hidung dan mulut, melalui kotak
suara (laring) ke dalam tenggorokan (trakea), yang terbagi menjadi dua cabang
(kanan dan bronkus kiri) yang masing-masing paruparu.Trakea dan bronkus terbuat
dari cincin tidak lengkap dari tulang rawan dan jika tulang rawan ini lemah
tidak dapat mendukung jalan napas.
Pada bayi cincin
tulang rawan trakea terbuka sehingga udara bisa didapatkan dari tenggorokan ke
paru-paru. Ketika cincin ini kecil, berbentuk aneh, tidak kaku cukup, atau
tidak membentuk sama sekali maka trakea dapat menutup ke dalam dirinya sendiri.
Hal ini lebih mungkin terjadi saat mengembuskan napas dan menangis.
Hal ini dapat
menyebabkan mengi, batuk, sesak napas, dan / atau napas cepat. Biasanya tulang
rawan berkembang dengan sendirinya dari waktu ke waktu sehingga tracheomalacia
tidak lagi masalah. Sementara lebih umum pada bayi, tracheomalacia tidak
terjadi pada orang dewasa. Ketika masalah yang sama terjadi di saluran napas
kecil disebut bronkus itu disebut bronchomalacia. Saluran udara dari paru-paru
yang sempit atau runtuh saat mengembuskan napas karena pelunakan dinding
saluran napas.
F.
Pemeriksaan
Penunjang
1. Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah pemeriksaan/inspeksi langsung terhadap
laring, trakea dan bronkus, melalui suatu bronkoskop logam standar atau
bronkoskop serat optik fleksibel yang disebut dengan bronkofibroskop. Melalui bronkoskop
sebuah sikat kateter atau forsep biopsi dapat dimasukan untuk mengambil sekresi
dan jaringan untuk pemeriksaan sitologi.
Tujuan utama bronkoskopi adalah untuk melihat, mengambil
dan mengumpulkan spesimen. Indikasi bronkoskopi adalah sebagai berikut.
a. Untuk mendeteksi lesi trakeobronkial karena tumor.
b. Untuk mengetahui lokasi perdarahan.
c. Untuk mengambil benda asing (sekresi dan
jaringan).
d. Untuk pemeriksaan sitologi dan bakteriologik.
e. Untuk memperbaiki drainase trakeobronkial.
Adapun prosedur tindakan bronkoskopi adalah
sebagai berikut.
a. Persetujuan tindakan.
b. Puasa selama 6 jam, lebih dianjurkan 8-12 jam.
c. Lepaskan gigi palsu, kontak lensa dan perhiasan.
8
d. Kaji riwayat alergi terhadap obat-obatan.
e. Periksa dan catat tanda-tanda vital.
f. Premedikasi.
g. Pasien dibaringkan diatas meja dengan posisi terlentang atau semi fowlers
dengan kepala ditengadahkan atau didudukan
dikursi. Tenggorok
disemprot dengan anestesi lokal. Bronkoskop
dimasukan melalui mulut
atau hidung.
h. Wadah spesimen diberi label dan segera dibawa ke laboratorium.
i. Lama pemeriksaan kurang lebih 1 jam.
2. CT-Scan
CT scan paru-paru merupakan salah satu
metode pencitraan yang digunakan untuk mendiagnosis dan memantau tatalaksana
dari berbagai kelainan pada paru-paru. CT scan atau pemindaian tomografi terkomputerisasi
melibatkan berbagai gambar yang diambi l dari sudut-sudut yang berbeda, yang
kemudian akan dikombinasikan untuk menghasilkan gambaran melintang dan gambaran
3 dimensi dari struktur internal paru-paru.
Tujuan utama dari pencitraan ini adalah
untuk mendeteksi struktur abnormal di dalam paru-paru atau ketidakteraturan
yang bisa jadi merupakan gejala yang dialami oleh pasien. Di samping untuk mendiagnosis
penyakit atau jejas pada paru-paru, CT scan juga dapat digunakan untuk memandu
pengobatan tertentu untuk memastikan ketepatan dan ketelitian. Banyak tenaga
medis profesional menggunakan CT scan paru-paru untuk menentukan rencana pengobatan
yang pasien, yangmeliputi peresepan, pembedahan, atau terapi radiasi.
CT scan paru-paru biasanya tergolong
kedalam kategori CT scan dada atau toraks. Prosedur untuk melakukan CT scan
paru-paru meliputi penghasilan berbagai gambaran
X-ray, yang disebut dengan irisan yang dilakukan di dada
atau abdomen bagian atas pasien. Irisan-irisan tersebut kemudian dimasukkan
kedalam komputer untuk melihat gambaran akhir yang dapat dilihat dari berbagai
sudut, sisi, dan bidang. Tidak seperti prosedur X-ray tradisional, CT scan
menyediakan gambaran yang lebih rinci dan akurat yang menunjukkan hingga
abnormalitas atau ketidakteraturan yang bersifat minor.
Selain itu, CT scan paru- paru lebih
berguna untuk mendiagnosis tumor paru apabila dibandingkan dengan X-ray standar
pada dada. Itulah mengapa CT scan paru-paru digunakan untuk menentukan lokasi,
ukuran, dan bentuk dari pertumbuhan kanker. Prosedur pencitraan ini juga dapat
membantu mengidentifikasi adanya pembesaran nodus limfa, yang merupakan gejala
dari penyebaran sel kanker dari paru-paru.
3. MRI Dada
Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau pencitraan resonansi magnetik
adalah pemeriksaan yang memanfaatkan medan magnet dan energi gelombang radio
untuk menampilkan gambar struktur dan organ dalam tubuh. MRI dapat memberikan
gambaran struktur tubuh yang tidak bisa didapatkan pada tes lain, seperti
Rontgen,USG, atau CT scan.
G.
Komplikasi
1. Pneumonia
Pneumonia
adalah peradangan pada paru-.paru dan bronkiolus yang disebabkan oleh bakteri,
jamur ,virus, atau aspirasi karena makanan atau benda asing. Pneumonia adalah
infeksi pada parenkim paru, biasanya berhubungan dengan pengisian cairan
didalam alveoli hal ini terjadi akibat adanya infeksi agen/ infeksius atau
adanya kondisi yang mengganggu tekanan saluran trakheabronkialis (Wilson, 2006)
2. Bronkitis
Bronkhitis
pada anak berbeda dengan bronchitis yang terdapat pada orang dewasa. Pada anak,
bronchitis merupakan bagian dari berbagai penyakit saluran nafas lain, namun ia
dapat juga merupakan penyakit tersendiri.Secara 10 harfiah bronkhitis adalah
suatu penyakit yang ditanda oleh adanya inflamasi bronkus.
Secara
klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan
respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti
bahwa bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari
penyakit lain tetapi bronkitis ikut memegang peran (Ngastiyah, 2006). Bronkhitis
berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit tersendiri, tetapi
biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran peranpasan atas atau bersamaan
dengan penyakit saluran pernapasan atas lain seperti Sinobronkitis,
Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asma dan sebagainya (Gunadi Santoso,
2004)
3. Polychondritis
Polychondritis
adalah gangguan kronis langka yang ditandai peradangan tulang rawan yang biasa
terjadi pada telinga dan hidung. Penyakit ini dikenal dengan nama lain seperti
Meyenburg Altherr Uehlinger sindrom, kronis atrofi polychondritis dan sindrom
Von Meyenburg. Penyakit ini dapat mempengaruhi tulang rawan dari setiap jenis
dan jaringan sendi, telinga, hidung dan trakea. Penyebab polychondritis
diyakini gangguan autoimun. Sistem kekebalan tubuh mulai menyerang jaringan dan
tulang rawan menyebabkan kerusakan dan peradangan. Antibodi yang dihasilkan
autoimun akan menghancurkan glycosaminoglycans yang merupakan bagian terpenting
dalam jaringan ikat di tulang rawan.
4. Asma
Asma
yaitu penyakit yang dikarenakan oleh peningkatan respon dari trachea dan
bronkus terhadap berbagai macam stimuli yang ditandai dengan penyempitan
bronkus atau bronkhiolus dan sekresi yang berlebih – lebihan dari kelenjar –
kelenjar di mukosa bronchus (Smelzer Suzanne : 2001). Asma adalah suatu
penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabagcabang trakheobronkial
terhadap berbagai jenis rangsangan (Pierce, 2007).
H.
Penatalaksanaan
Medis
1.
Time invasif minimal,
bersamaan dengan pemberian tekanan udara positif yang kontinu.
2.
Tekanan udara positif
kontinu Metode menggunakan respiratory ventilation/ CPAP (Continuous Positive
Airway Pressure ).
3.
Trakheotomi Prosedur
pembedahan pada leher untuk membuka atau membuat saluran udara langsung melalui
sebuah insisi di trakhea (the windpipe)
I.
Asuhan Keperawatan
PENGKAJIAN
a. Identitas
Klien
Nama :
An. A
Umur :
1 Tahun
Alamat :
Banyubiru
Diagnosa Medis :
Bronkomalasia
No CM :
077687
b. Identitas
Penanggung Jawab
Nama :
Tn. M / Ny. K
Umur :
30 Tahun / 28 Tahun
Pendidikan : S-1 / SLTA
Pekerjaan : Swasta
Alamat :
Banyubiru
Hub Dg Klien :
Orang Tua Kandung
1. Keluhan Utama : Anak sesak napas sejak 3 hari disertai
batuk dan pilek.
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Perawatan Sekarang
1) Penyakit waktu kecil : Riwayat sebelum masuk rumah
sakit, orang tua pasien mengatakan anak panas tinggi, secara terus menerus
serta panas menurun ketika diberi obat turun panas. Pasien menderita batuk
serta pilek. Pasien tidak menggigil, tidak mengalami kejang. Pasien tidak mengalami
mual serta muntah. BAK dengan jumlah cukup, warna kuning serta bau khas. BAB
tidak mengalami gangguan warna hijau, konsistensi padat serta bau khas. Satu
minggu yang lalu anak masih panas tinggi, naik turun. Pasien masih batuk dan
pilek. Anak masih bersedia makan dan minum, BAB dan BAK tidak ada kelainan.
Anak dibawa ke puskesmas dan diberi paracetamol sirup, namun belum ada
perbaikan. Tiga hari lalu anak masih panas tinggi, batuk dan pilek. Nafas anak
tampak lebih cepat dari biasanya. Kelopak mata tampak bengkak, kaki tampak
bengkak, terkadang muntah sekitar ¼ gelas kecil sesuai yang dimakan. Anak
tampak lemas. BAK dan BAB tidak ada kelainan.
2) Pernah dirawat di rumah sakit : An. A pernah dirawat
di RS Kota karena panas tinggi
3) Obat-obatan yang digunakan : Ibu mengatakan An.A
pernah mendapatkan paracetamol sirup dari puskesmas.
4) Tindakan operasi : An. A belum pernah dilakukan
tindakan operasi.
5) Alergi : An.A tidak mempunyai riwayat alergi
6) Kecelakaan : An.A tidak pernah jatuh / cedera sampai
dirawat di RS
7) Imunisasi : Ibu pasien mengatakan An.A pernah
mendapatkan imunisasi seperti Hb-0, Polio, BCG, dan Hepatitis B.
b. Riwayat Keperawatan Kelahiran
1) Pre Natal : Selama kehamilan ibu melakukan pemeriksaan
ke bidan lebih dari 6 kali, imunisasi TT, tidak pernah menderita sakit selama
hamil.
2) Intra Natal : An.A lahir ditolong oleh bidan, letak
belakang kepala, spontan, langsung menangis, berat badan lahir 2800 gram,
panjang badan 48 cm, umur kehamilan 9 bulan.
3) Post Natal : Bayi diasuh oleh kedua orang tua,
diberikan ASI ekskeksklusif, mulai awal bulan sudah diberikan makanan tambahan
selerac.
c. Riwayat Keperawatan Keluarga : Dari kedua keluarga
tidak ada riwayat bronchomalasia
d. Riwayat Sosial
1) An.A diasuh oleh kedua orang tuanya, kedua orang tua
sangat
menyayanginya.
2) Hubungan dengan anggota keluarga : Hubungan antara
anggota keluarga baik, ada komunikasi antar anggota keluarga. Saat dirawat di
RS orang tua selalu menjaga pasien
3) Pembawaan secara umum : An.A terlihat kurang aktif
4) Lingkungan rumah :Keluarga mengatakan lingkungan
rumahnya cukup bersih, ada jendela.
e. Riwayat Sosial
1) Pola istirahat /tidur : An.A mempunyai kebiasaan tidur
siang jam 13.00 dan jika malam
sering terjaga.
2) Pola kebersihan : An.A mandi masih dibantu oleh ibunya
3) Pola eliminasi : An.A sebelum sakit BAB 2X sehari, BAK
8 kali sehari, setelah sakit BAB 1x sehari
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran : GCS : E= 4, M= 6, V= 5 Composmentis
b. Nadi : 124x/ menit dengan kekuatan lemah
c. Pernafasan : 48x/ menit dengan nafas cepat dan
meningkat
d. Suhu tubuh : 37,8 ⁰C
e. Kulit :
1) Berkeringat, lembab, turgor baik.
2) Warna kulit sawo matang, lembab, tidak ada bekas luka,
elastis.
f. Mata :
1) Konjungtiva : tidak anemis
2) Sclera : tidak ikteric
3) Pupil : normal berbentuk bulat, diameter 3 mm kanan
kiri dan reflek cahaya ( + ) langsung
g. Kepala :
1) Rambut : warna hitam, lurus
2) Kulit kepala : tidak ada laserasi, kulit kepala
berminyak.
h. Hidung : Septum deviasi tidak ada, concha normal,
tidak ada polip, rongga hidung bersih, ada cuping hidung
i. Telinga :
1) Daun telinga : simetris antara kanan dan kiri, bersih
2) Liang telinga : tidak terdapat serumen
3) Fungsi pendengaran : bersih, tidak ada sekret/serumen,
fungsi pendengaran tidak ada gangguan, bentuk simetris
j. Mulut : Mulut bersih, tidak berbau, bibir berwarna
pucat, lidah bersih, mukosa lembab
k. Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid,
tidak ditemukan distensi vena jugularis.
l. Dada :
1) Frekuensi : 48x/menit
2) Inspeksi : Bentuk simetris dengan perbandingan
anteroposterior:lateral kanan kiri=2:1, terdapat retraksi dinding dada
3) Palpasi : tactil fremitus meningkat pada kedua sisi
kanan dan kiri.
4) Perkusi : sonor seluruh lapang paru
5) Auskultasi : ronchi basah halus pada daerah lobus
bawah
6) Jantung : batas kiri dan kanan sulit dinilai
m. Perut :
1) Inspeksi : Perut datar, tidak ada massa, lemas.
2) Auskultasi : Peristaltik usus normal 12 x/ menit.
3) Palpasi : Tidak terdapat distensi abdominal maupun
pembesaran hepar
4) Perkusi : Timpani
n. Genetalia : Tidak ada jamur, Testis tindak oedem,
skrotum tidak membesar, penis normal. Pada anus tidak terdapat hemoroid.
o. Ekstrimitas :
1) Ekstrimitas atas : Simetris, tidak ada oedem, tidak
terdapat sianosis
2) Ekstrimitas bawah : Simetris, tidak ada edema, tidak
terdapat sianosis
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan deformitas
tulang rawan.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan dispneu, anoreksia, mual muntah.
c. Resiko tinggi terhadap infeksi
d. Intoleran aktifitas berhubungan dengan insufisiensi
ventilasi dan oksigenasi.
e. Resiko aspirasi b.d sfingter esophagus bagian bawah
yang tidak kompeten.
INTERVENSI KEPERAWATAN
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
1
|
Pola nafas tidak efektif b.d deformitas tulang
rawan
|
Tujuan : perbaikan
dalam pola nafas.
|
a. Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan
pernafasan bibir
Rasional:
Membantu pasien
Memperpanjang waktu ekspirasi.
Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien
dan efektif.
b. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan
periode istirahat
Rasional: memungkinkan
pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.
c. Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot
pernafasan jika
diharuskan
Rasional: menguatkan
dan
mengkondisikan
otot-otot pernafasan.
|
2
|
Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan b.d
dispneu, anoreksia,
mual muntah.
|
Tujuan:
Menunjukkan
peningkatan berat
badan.
|
a. Kaji kebiasaan diet.
Rasional: Pasien
distress pernafasan akut, anoreksia karena dispnea, produksi sputum.
b. Auskultasi bunyi usus
Rasional:
Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.
c. Berikan perawatan oral
Rasional:
Rasa tidak enak, bau adalah pencegahan utama yang dapat
membuat mual dan muntah.
d. Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional:
Berguna menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan
rencana nutrisi.
e. Konsul ahli gizi
Rasional:
Kebutuhan kalori yang
didasarkan pada kebutuhan individu memberikan nutrisi
maksimal.
|
3
|
Resiko tinggi
terhadap infeksi b.d
menetapnya sekret,
proses penyakit
kronis.
|
Tujuan:
mengidentifikasi
intervensi untuk
mencegah resiko
tinggi
|
a. Awasi suhu.
Rasional:
Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.
b. Observasi warna, bau sputum.
Rasional:
Sekret berbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya
infeksi.
c. Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan
sputum.
Rasional:
mencegah penyebaran
patogen.
d. Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi
adekuat.
Rasional:
Malnutrisi dapat
mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tekanan
darah terhadap
infeksi.
e. Berikan anti mikroba sesuai indikasi
Rasional:
Dapat diberikan untuk
organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur.
|
4
|
Intoleran aktifitas
berhubungan
dengan insufisiensi
ventilasi dan
oksigenasi.
|
Tujuan:
Menunjukkan
perbaikan dengan
aktivitas intoleran
|
Dukung pasien dalam menegakkan
latihan teratur dengan menggunakan
exercise, berjalan perlahan atau latihan
yang sesuai.
Rasional:
Otot-otot yang mengalami
kontaminasi membutuhkan lebih banyak O2
|
5
|
Resiko aspirasi b.d
sfingter esophagus
bagian bawah yang
tidak kompeten
|
Tujuan :
Menunjukkan
peningkatan
kemampuan
menelan. Menoleransi asupan
nutrisi oral dan
secret tanpa
aspirasi.
Mempunyai bunyi
paru yang bersih
dan jalan napas
yang paten.
Mempertahankan
kekuatan dan tonus
otot yang adekuat.
|
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.
Rasional:
Berguna dalam evaluasi
derajat distress pernafasan dan kronisnya proses
penyakit.
b. Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas dalam.
Rasional:
Pengiriman oksigen dapat
diperbaiki dengan posisi duduk tinggi
dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas,
dispenea dan kerja
nafas.
c. Pantau tingkat kesadaran, reflek batuk,
muntah dan kemampuan menelan.
Rasional :
Mengevaluasi dan
mencegah terjadinya resiko aspirasi yang terjadi pada
klien.
d. Anjurkan keluarga untuk memberikan makanan dalam
bentuk potongan
kecil-kecil.
Rasional :
Untuk mencegah terjadinya
aspirasi karena beresiko tersedak dan melatih kekuatan
tonus otot agar tetap adekuat.
|
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bronkomalasia
adalah bawaan yang timbul dari dukungan tulang rawan berkurang dari saluran
udara yang lebih kecil (dibawah trakea atau tenggorokan). Tulang rawan melemah
biasanya menyempit lebih mudah selama ekspirasi dan memperpanjang waktu, atau
mencegah dahak dan sekresi menjadi terperangkap.
Biasanya banyak
menyerang pada anak usia kurang dari 6 tahun. Secara simtomatik, pasien
Bronkomalasia datang dengan gambaran yang mirip dengan trakeomalasia. Pasien
dapat mengalami stridor, mengi, batuk terus-menerus, infeksi pernapasan
berulang, gangguan pernapasan, dan sianosis. Mereka sering hadir pada masa bayi
dengan infeksi pernafasan pertama mereka. Bronchomalacia sering salah
didiagnosis sebagai asma dan dengan demikian dapat terjadi keterlambatan
diagnosis. Diagnosis dan diferensiasi dari asma dilakukan oleh bronkoskopi
dengan pernapasan spontan di mana karakteristik dinamis dari saluran napas
dapat disaksikan.
B.
Saran
1. Pada saat bayi baru lahir kita harus meriksa cara nafas bayi,
untuk mengetahui apakah terjadi penyumbatan atau tidak.
2. Gambaran Bronkomalasia memiliki kemiripan dengan Asma, oleh karena
itu diperlukan bronkoskopi.
DAFTAR PUSTAKA
Cahaya, Nurul. 2018. Manajemen Keperawatan
Bronkomalasi, Pneunomia, Difteri.
https://www.scribd.com/document/376466621/BAB-1-2-3-fix-docx diakses tanggal 11 Maret 2018.
Children National Health System. 2016.
Pediatric Bronchomalacia
https://childrensnational.org/choose-childrens/conditions-andtreatments/ear-nosethroat/bronchomalacia diakses pada 30 April 2018.
Ho, A. M. H., Winthrop, A., Jones, E. F.,
& Flavin, M. P. 2016. Severe
pediatricbronchomalacia(Jurnal)
http://anesthesiology.pubs.asahq.org/article.aspx?articleid=2479591 The Journal of the
American Society of Anesthesiologists, 124
(6), 1395-1395. diakses pada 11 April 2018.
Kharismawati, Devi. 2017 Bronkomalasia LP
https://www.scribd.com/document/338085656/Bronkomalasia-Lp diakses tanggal 1 mei 2018.
Schwartz, Daniel. 2017. Tracheomalacia
Treatment & Managemen
https://emedicine.medscape.com/article/426003-treatment diakses tanggal 30 April 2018.