BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Madrasah diartikan sebagai tempat belajar bagi siswa atau mahasiswa (umat Islam). Istilah madrasah tidak hanya diartikan sekolah dalam arti sempit akan tetapi bisa dimaknai rumah, istana, kuttab, perpustakaan, surau, masjid dan lain sebagainya. Makna madrasah dalam sejarah pendidikan Islam memiliki peran penting sebagai institusi belajar umat Islam selama pertumbuhan dan perkembangannya sebab pemakaian kata madrasah secara definisi baru muncul pada abad 11 M. Ini bertepatan dengan berdirinya madrasah Nizhamiah yang menurut banyak ahli meskipun tidak semuanya tetapi sebagian besar yang mangatakan bahwa madrasah ini sebagai madrasah pertama yang berdiri pada masa Islam.
Mengenai kajian tentang awal munculnya madrasah di dunia Islam, ada beberapa pendapat para ahli dalam menguraikan hal tersebut, di antaranya: Abudin Nata, dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004) mengutif pendapat Syalabi dan Philip K. Hitti mengatakan bahwa madrasah yang mula- mula muncul di dunia Islam adalah madrasah Nizhamiyah yang didirikan oleh Nizham al-Mulk, Samsul Nizar dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak sejarah Era Rasulullah Sampai Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007), 158- 159 mengatakan bahwa Perdana Menteri Dinasti Saljuk pada abad ke-5 H atau abad ke-11 M, Dinasti Saljuk berasal dari beberapa kabilah kecil rumpun Suku Qiniq dalam masyarakat Turki Oquz. Ia mengabdikan diri kepada Raja Begu (daerah turkaman) yang meliputi Laut Arab dan Laut Kaspiah. Saljuk kaum yang memerdekakan diri dari Dinasti Samiah. Setelah Saljuk meninggal, kekuasaannya dilanjutkan oleh Thurgul Bek, ia berhasil mengalahkan Dinasti Ghaznawi (429 H/1036 M). Kemudian ia memproklamirkan berdirinya Dinasti Saljuk dan mendapat pengakuan dari Khalifah Abbasyiah di Baghdad tepatnya diresmikan pada tahun 459 H atau 1067 M. Pendapat ini didasarkan adanya popularitas Nizhamiyah yang sering disebut- sebut dalam buku sejarah dan namanya sangat terkenal dalam sejarah Islam, serta begitu dominan juga peran Nizham al-Mulk pada saat itu, sehingga mendorong adanya kesimpulan bahwa Nizham al-Mulk orang pertama yang membangun madrasah.
Adapun keistimewaan yang di miliki madrasah nizhamiyah karena memiliki sistem pengajaran yang modern pada zamannya dan sarana yang memadai dukungan penuh dari penguasa, seperti yang di ungkapkan oleh Le Strange dalam bukunya Baghdad During the Abbasid Calipate menyebutkan, madrasah nizhamiyah merupakan madrasah yang sangat istimewa. Sebab, madrasah ini memiliki sistem pengajaran yang modern pada zamannya, dengan membagi empat pengajaran dari empat mazhab Sunni ke tempat terpisah. Dan, masing-masing memiliki seorang profesor yang bertanggung jawab pada fakultas-fakultas itu. Selain itu, madrasah ini juga dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai. Dari perpustakaan hingga rumah sakit untuk para akademisinya. Dua madrasah inilah yang menjadi pilar-pilar tradisi ilmiah Islam di Baghdad. ( REPUBLIKA - Minggu, 15 Februari 2009 Penulis : syadia)
Mengkaji tentang madrasah nizhamiyah pada masa lampau yang memperlihatkan kemajuan kemajuan pendidikan di dunia islam, namun kita tidak bisa menutup mata bagaimana kondisi pendidikan islam di negara yang kita cintai ini, pada saat ini kita masih dihadapkan dengan sejumlah permasalahan ,
Seperti yang disampaikan oleh Prof. Dr. Sofyan Sauri, M.Pd. dalam sebuah wawancara, Selasa (19/10/2010), menyempatkan diri berbagi ilmu kepada Arif Munandar Riswanto dan Agung Aditya Subhan, dua peserta program Kader Ulama Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia di Magister Pendidikan, Beliau mangatakan :
“Pendidikan di Indonesia saat ini belum memperlihatkan hasil yang maksimal. Dengan kata lain, pendidikan di Indonesia belum menghasilkan manusia yang baik. Pendidikan di Indonesia hanya berorientasi untuk menghasilkan manusia yang pintar saja. Padahal, dalam pendidikan, yang dihasilkan bukan hanya manusia yang pintar. Pendidikan di Indonesia seharusnya bisa menghasilkan manusia yang cerdas akalnya, lembut hatinya, dan terampil tangannya. Dengan kata lain, harusnya pendidikan bisa menghasilkan manusia yang berpikir, berzikir, dan berikhtiar”.
Penjelasan ini pernah kami terima pula ketika dalam perkuliahan.
Dengan mengkaji keunggulan keunggulan yang di miliki oleh madrasah nizhamiyah dan keunikan-keunikannya besar harapan kajian terhadap madrasah nizhamiyah dapat menjadi referensi untuk menyelesaikan permasalahan pendidikan dewasa ini, oleh karena itu dalam makalah ini penulis tertarik untuk mengungkap kembali pembahasan tentang “Madrasah Nizhamiah : pengaruhnya terhadap Perkembangan Pendidikan Islam dan aktipitas ortodoksi suni”. Diharapkan para pembaca dan teman teman mahasiswa melalui pembahasan ini akan bertambah wawasan tentang sejarah pertumbuhan dan perkembangan madrasah pada dunia pendidikan Islam sekaligus diharapkan menjadi infirasi untuk mengatasi permasalahan pendidikan saat ini.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini dapat kami kemukakan sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah berdirinya madrasah Nizhamiyah ?
2. Bagaimana kurikulum dan Metode Pembelajaran madrasah Nizhamiyah ?
3. Bagaimana sarana dan tenaga pengajar (guru) madrasah nizhamiyah ?
4. Apa tujuan pendirian madrasah nizhamiyah Bagdad ?
5. Bagaimana pengaruh madrasah nizhamiyah terhadap perkembangan pendidkan ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dalam dunia pendidikan dari masa ke masa selalu mengalami kemajuan/ keemasan dan juga keterpurukan dengan kata lain pasang surut, kita selaku insan yang bertanggung jawab terhadap maju mundurnya dunia pendidikan ( Pendidikan Agama Islam ) di tanah air pada khususnya dan dunia pada umumnya, untuk mampu memajukan pendidikan tidak ada salahnya menggali sejarah sejarah kemajuan pendidikan di masa lampau, salah satu keberhasilan Madrasaha Nihzamiyah. Agar menjadi referensi dan bahan renungan, dimana letak kesalahan pendidikan kita ? bagaimana langkah mengatasinya ? jawabannya mungkin dapat kita temukan dengan mengungkap sejarah madrasah nizhamiyah.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah sebagi berikut :
1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya madrasah Nizhamiyah
2. Untuk mengetahui kurikulum dan Metode Pembelajaran madrasah Nizhamiyah
3. Untuk mengetahui sarana dan tenaga pengajar (guru) madrasah nizhamiyah
4. Untuk mengetahui tujuan pendirian madrasah nizhamiyah Bagdad
5. Untuk mengetahui pengaruh madrasah nizhamiyah terhadap perkembangan pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah berdirinya madrasah Nizhamiyah
Sebelum berdirinya Madrasah Nizamiyah di Baghdad, paling tidak ada empat madrasah besar di Nishapur, yaitu Madrasah Baihaqiyyah, Madrasah Assa’diyyah yang dibangun oleh Amir Nasr bin Subuktakin, Madrasah Abu Sa’ad al-Astarabadi dan Madrasah yang didirikan untuk Abu Ishaq al-Isfarayini.
Madrasah Nizamiyah adalah sebuah lembaga pendidikan yang didirikan pada tahun 1065-1067 oleh Nizam al-Mulk. Madrasah Nizamiyah ini pada mulanya hanya ada di kota Baghdad, ibu kota dan pusat pemerintahan Islam pada waktu itu. Madrasah Nizamiyah ini didirikan dekat pinggir sungai Dijlah, di tengah-tengah pasar selasah di Baghdad. Mulai dibangun pada tahun 457 H/1065 M) dan selesai dibangun pada tahun 459 H (dua tahun lamanya baru selesai). Pada masa itu, madrasah tersebut dicatat sebagai tempat pendidikan yang paling masyhur. Kemudian Nizam al-Mulk mengembangkan madrasah tersebut dengan membuka dan mendirikan madrasah serupa di berbagai kota, baik di wilayah barat maupun timur dari daerah kekuasaan Islam. Diantaranya didirikan di kota-kota Balkh, Nisabur, Isfahan, Mosul, Basra dan Tibristan. Oleh karena itu, kota-kota tersebut kemudian menjadi pusat-pusat studi keilmuan dan menjadi terkenal di dunia Islam pada masa itu. Para pelajar berdatangan dari berbagai daerah untuk mencari ilmu di madrasah-madrasah Nizamiyah tersebut. Kesungguhan Nizam al-Mulk dalam membina madrasah-madrasah yang didirikannya itu tercermin pada kesediaannya menyisihkan waktunya untuk melakukan kunjungan ke madrasah-madrasah Nizamiyah di berbagai kota tersebut. Disebutkan, bahwa dalam kesempatan kunjungannya tersebut, ia dengan penuh perhatian ikut menyimak dan mendengarkan kuliah-kuliah yang diberikan, sebagaimana ia juga kadang ikut mengemukakan pikiran-pikirannya di depan para pelajar di madrasah itu.
Sekedar memberikan tambahan pengetahuan mengenai latar belakang Nizam al-Mulk. Nizam al-Mulk adalah seorang wasir (perdana menteri) dinasti Seljuk pada masa pemerintahan sultan Alp Arslan (w. 1072M) dan Malikiksyah (1072-1092M). Dinasti Seljuk berasal dari beberapa kabilah kecil rumpun suku Qiniq dalam masyarakat Turki Oquz. Nama aslinya adalah Abu Ali al-Hasan bin Ali bin Ishaq at-Tusi. Ia pernah menuntut ilmu pada Hibatullah al-Muwaffaq, seorang ulama Syafi’i di Nisabur. Beliaupun berpaham Asy’ariyah.
Selanjutnya Nizham Al- Mulk mendirikan gedung- gedung ilmiah untuk ahli fikih, membangun madrasah- madrasah untuk para ulama dan asrama untuk orang beribadah serta fakir miskin. Pelajar yang tinggal di asrama diberi belanja secukupnya dari uang Negara dengan jumlah yang tidak sedikit oleh Nizham al- Mulk. Akibatnya Nizham al- Mulk mendapat teguran dari Malik Syah karena diadukan orang, bahwa uang yang dibelanjakan untuk kepentingan pendidikan dan pengajaran tersebut merupakan usaha Nizham al- Mulk untuk menaklukkan kota Qustantiah (Constantinopel). Tindakan Nizham al- Mulk ini akhirnya dapat diterima Malik Syah setelah dijelaskan alasan yang logis dan bahkan dapat menyadarkan khalifah. Begitu besarnya perhatian Nizham al- Mulk terhadap pendidikan dan pengajaran sebagaimana yang dinyatakan oleh Ahmad Syalabi:
“Tidak satupun negeri yang didapatkan tidak mendirikan madrasah oleh Nizham al- Mulk, sehingga pulau terpencil di sudut dunia yang jarang didatangi manusia juga didirikan madrasah yang besar lagi bagus. Ditemukannya orang terkenal berpengetahuan luas dan mendalam disuruh mengajar dan memberi sekolah itu adalah wakaf, dilengkapi dengan perpustakaan.”
Madrasah Nizhamiyah merupakan madrasah termasyhur di dunia. Di antara madrasah tersebut yang terkenal dan terpenting adalah Nizhamiyah di Baghdad (selain madrasah di Balkh, Naisabur, Jarat, Asfahan, Basrah, Marw, Mausul, dan lain sebagainya). Madrasah- madrsah Nizhamiyah itu dapat disamakan dengan perguruan tinggi di masa sekarang, mengingat gurunya adalah ulama besar yang termasyhur salah satunya adalah Abu Hamid bin Muhammad al- Ghazali. Al- ghazali terkenal dengan asas mengajarnya, yaitu : Memperhatikan tingkat daya berpikir anak, Menerangkan pelajaran dengan jelas, Mengajarkan dari konkrit ke abstrak, Mengajarkan ilmu pengetahuan secara berangsur-angsur.
B. Kurikulum dan metode madrasah Nizhamiyah
Kurikulum
Rencana pendidikan di Madrasah Nizhamiyah tidak ditemui dengan tegas, Menurut Mahmud Abbas Madrasah Nizhamiyah pengajarannya adalah ilmu-ilmu Syari’ah saja dan tidak ada ilmu-ilmu hikmah (filsafat). Madrasah Nizhamiyah mempunyai tugas pokok tersendiri yaitu mengajarkan fiqh yang sejalan dengan satu atau lebih dari mazhab ahli sunah. Rencana pengajaran atau kurikulum di Madrasah Nizhamiyah menurut Mahmud Abbas adalah Al-Qur’an (membaca, menghapal dan menulis), sastra Arab, sejarah Nabi Muhammad SAW, fiqh, ushul fiqh dengan menitik beratkan kepada mazhab Syafi’I dan sistem teologi Asy’ariyah. Sekedar memperjelas Madrasah ini juga diatur dengan sistem dan manajemen yang bagus sehingga menjadi salah satu madrasah yang termashur pada saat itu.
Sedangkan menurut Mahmud Yunus rencana pengajarannya adalah ilmu- ilmu syari’ah saja dan tidak ada ilmu- ilmu hikmah (filsafat), ini terbukti sebagai berikut:
1. Para ahli sejarah tidak seorang pun yang mengatakan bahwa di antara mata pelajaran ada ilmu kedokteran, ilmu falak, dan ilmu- ilmu pasti, mereka hanya menyebut mata pelajaran nahu, ilmu kalam, dan fikih.
2. Guru- guru yang mengajar di Madrasah Nizhamiyah adalah ulama- ulama syariah sehingga madrasah tersebut merupakan madrasah syari’ah bukan madrasah filsafat.
3. Pendiri madrasah itu bukanlah orang yang membela ilmu filsafat dan bukan pula orang- orang yang membantu pembebasan filsafat.
4. Zaman berdirinya Madrasah Nizhamiyah bukanlah zaman filsafat melainkan zaman menindas filsafat serta orang- orang filsuf.
Sedangkan ilmu- ilmu hikmah baru berkembang di kancah madrasah Islam setelah Madrasah Nizhamiyah. Ilmu- ilmu itu meliputi: ilmu pasti (matematika), kedokteran, filsafat, astronomi, ilmu alam dan kemasyarakatan.
Berdasarkan keterangan di atas, dapatlah diketahui bahwa madrasah Nizhamiyah tidak mengajarkan ilmu yang bersifat duniawi, tetapi lebih terfokus pada pelajaran ilmu agama terutama ilmu fikih. Mazhab fikih yang menonjol adalah fikih Syafi’I dan teologi Asy’ary keduanya secara aktif dipelajari dan didalami. Walaupun yang menonjol adalah mazhab Syafi’I, tetapi mazhab yang lain juga tetap dipelajari dengan adanya imam- imam khusus untuk masing- masing mazhab dan khalifah membentuk kadi yang ahli untuk masing- masing mazhab.
Mengenai apa yang diajarkan di Madrasah Nizamiyah masih terbuka untuk didiskusikan. Ciri-cirinya yang telah diulas singkat itu akan menentukan kurikulumnya. Keterlibatan Imam Haramayn di Madrasah Nizamiyah Nishapur merupakan bukti kuat bahwa ajaran-ajaran Ash’ariyyah diajarkan di situ. Bahkan, nama Abu al-Hasan Ash’ari terpampang di pintu lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan oleh Nizam.
Disamping fiqih dan tauhid, cabang-cabang ilmu agama yang lain, seperti ushul fiqh, ilmu-ilmu Al-Qur’an, hadits Nabi, akhlaq, sangat mungkin sekali diajarkan di situ. Alasannya adalah bahwa setiap muslim wajib, fard al-’ain, mempelajari ilmu-ilmu tersebut. Imam al-Ghazali menekankan pentingnya kewajiban ini dalam karyanya Ihya al-’Ulum al-Din. Masuk akal bahwa al-Ghazali mengalamatkan kewajiban belajar kepada siswa-siswanya di Baghdad karena dia menulis beberapa bukunya sambil mengajar di madrasah itu. Masuk akal juga bahwa cabang-cabang ilmu agama yang lain, seperti nahwu, sharaf, adab (literature) juga disajikan di situ meskipun ilmu-ilmu itu hanya sebagai pelengkap.
Agaknya Madrasah Nizamiyah mempunyai kurikulum yang menekankan supremasi fiqih. Semua cabang ilmu agama yang lain diperkenalkan dalam rangka menopang superioritas dan penjabaran hukum Islam. Pendidikan serba fiqih adalah ciri yang menonjol dalam pendidikan Sunni muslim abad ke-11. sebagaimana yang terungkap dalam sejarah, pola pendidikan semacam ini terus berlanjut dari abad ke abad. Jadi tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa Madrasah Nizamiyah benar-benar menjadi model pendidikan madrasah pada masa klasik dan pertengahan Islam.
Jadi dari keterangan keterangan yang dikemukakan di atas penulis berkesimpulan bahwa Kurikulum Madrasah Nizhamiyah berpusat pada Al Quran (membaca, menulis dan menghafal), Hadits, Fiqih Ushul fiqh ( Fiqih Syafi’I) Tauhid, nahwu syorof, adab sebagai pelengkap.
Metode
Adapun gambaran tentang metode pengajaran di madrasah (atau pengajaran yang lebih tinggi) yang berlaku pada masa-masa ini (“Abad Pertengahan” Islam) dapat dilihat dari informasi Nakosteen (1996:78-79). Dia mengungkapkan bahwa guru membaca dari manuskrip yang dipersiapkan atau dari teks, menjelaskan materi kuliah dan memberi pertanyaan-pertanyaan dan mendiskusikan mata kuliah yang diberikan. Para mahasiswa didorong untuk mengajukan pertanyaan tentang statemen-statemen guru mereka dan bahkan untuk berbeda pendapat dengannya, mereka mengajukan bukti-bukti yang mendukung pendapat mereka. Para mahasiswa ini mencatat penuh masing-masing mata kuliah dan harus menyalin ke buku catatan.
Gambaran yang senada tapi agak spesifik tentang metode pengajaran ini datangnya dari Stanton (1994:54). Dia menjelaskan bahwa: Di masjid-akademi dan madrasah studi fiqih diuraikan oleh seorang syaikh dalam satu silabus yang disebut ta’liqah. Karangan ini disusun oleh masing-masing tenaga pengajar berdasarkan catatan-catatan perkuliahannya selagi menjadi mahasiswa, bacaannya, dan kesimpulan pribadinya tentang topik terkait. Ta’liqah mengandung rincian materi pelajaran dan bisa membutuhkan lebih kurang empat tahun untuk menyampaikannya dalam perkuliahan. Mahasiswa menyalin ta’liqah dalam proses dikte; dalam banyak kasus, mereka betul-betul hanya menyalin, dengan sangat sedikit perobahan. Yang lain--barangkali yang lebih sungguh-sungguh, mungkin menambahkan ide-ide dari diskusi kelas atau dari penelitian sendiri, sehingga ta’liqah mereka lebih merupakan refleksi pribadi mereka tentang materi kuliah yang disampaikan syaikh.
Seorang tenaga pengajar di Nizamiyah selalu dibantu oleh dua orang pelajar (mahasiswa) yang bertugas membaca dan menerangkan kembali kuliah yang telah diberikan kepada mahasiswa yang ketinggalan (asistensi). Sistem belajar di Madrasah Nizamiyah adalah : tenaga pengajar berdiri di depan ruang kelas menyajikan materi-materi kuliah, sementara para pelajar duduk dan mendengarkan di atas meja-meja kecil (rendah) yang disediakan. Kemudian dilanjutkan dengan dialog (tanya-jawab) antara dosen dan para mahasiswa mengenai materi yang disajikan dalam suasana semangat keilmuan tinggi.
Pengajaran di Madrasah Nizamiyah berjalan dengan cara para guru berdiri didepan kelas menyajikan materi-materi kuliah (ceramah/talqin), sementara para siswa mendengarkan diatas meja-meja kecil yang disediakan. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi (munaqasyah) antara guru dan para siswa mengenai materi yang disajikan dalam suasana semangat keilmuan yang tinggi.
Berdasarkan beberapa keterangan di atas penulis menyimpulkan bahwa metode yang digunakan dalam pembelajaran di madarasah nizhamiyah adalah :
1. Asistensi (pendampingan)
2. Dialog (tanya jawab)
3. Talqin (ceramah)
4. Munaqosah (diskusi) dan
5. Ta’liqah (silabus / kumpulan materi)
C. Sarana dan tenaga pengajar (guru) madrasah Nizhamiyah.
Sarana
Guna terlaksananya rencana pengajaran (kurikulum) di Madrasah Nizhamiyah ini ditunjang dengan sarana dan prasarana yang lengkap, gedung- gedung yang megah, perpustakaan dengan jumlah buku yang lebih kurang 6000 jilid yang merupakan buku- buku wakaf untuk sekolah itu (M. Athiyah al- Abrasy, 1970). Pendanaan juga dibantu sepenuhnya baik bagi guru maupun mahasiswa, mereka free yakni bebas dari biaya pendidikan dan disediakan asrama. Madrasah Nizhamiyah di Baghdad berbeda dengan Mdrasah Nizhamiyah di Naisabur yang tidak mempunyai mesjid (Hasan Asy’ari, 1994: 60).
Tenaga pengajar (guru)
Adapun status dosen di madrasah tersebut ditetapkan berdasarkan pengangkatan dari khalifah dan bertugas dengan masa tertentu. Untuk menunjukkan betapa madrasah ini mencoba mengembangkan diri menjadi suatu lembaga pendidikan yang lebih sesuai dengan tuntutan zaman. Sesudah Nizam al-Mulk membuka madrasah-madrasah Nizamiyah di banyak kota, ia menetapkan untuk memberi gaji setiap bulan bagi setiap tenaga pengajar di madrasah-madrasah tersebut. Namun kebijaksanaan Nizam al-Mulk tentang gaji tersebut belum bisa diterima oleh para tenaga pengajar di Madrasah Nizamiyah. Mereka lebih suka tanpa digaji tetapi kesejahteraan hidupnya terjamin. Bagi para dosen gagasan untuk menggaji guru pada masa itu dipandang sebagai suatu gagasan yang terlalu maju.
Diantara kekuatan Madrasah Nizamiyah adalah bahwa madrasah tersebut mendapat pengakuan negara. Madrasah Nizamiyah telah mencatat nama-nama besar dan orang-orang yang mengabdikan dirinya sebagai tenaga pengajar. Di antara mereka adalah :
1. Syekh Abu Ishaq asy-Syirazi, seorang faqih Baghdad
2. Syekh Abu Nasr as-Sabbag
3. Abu Abdullah at-Tabar
4. Abu Muhammad asy-Syiraz
5. Abu Qasim al-Alaw
6. At-Tibriz
7. Al -Qazwini
8. Al-Fairuzabadi
9. Imam al-Haramain Abdul Ma’ali al-Juwaini
10. Imam al-Ghazali
Salah satu profil dosen Nizamiyah,
Abdul Ma’ali Al-Juwaini Sang ‘Cahaya Agama’
Dia sebagai guru besar di Madrasah Nizaminah, tempat di mana Imam al-Ghazali pernah menimba ilmu. Ia dijuluki Imam Haramain karena pernah tinggal di dua kota suci, Makkah dan Madinah.
Ulama ini bernama lengkap Abdul Malik bin Abdullah bin Yusuf bin Muhammad Al-Juwanini An-Nisaburi. Dia dilahirkan di Bustanikan, Nisabur, pada 12 Pebruari 1058. Pendidikan pertamanya didapatkan dari ayahnya yang bernama Syekh Abdullah, seorang keturunan Arab berdarah bangsawan. Di samping itu, Al-Juwaini juga menimba ilmu di sekolah agama yang berada di wilayah tempat tinggalnya.
Setelah beberapa lama, Al-Juwaini memutuskan untuk meninggalkan Nisabur dan pergi ke Baghdad, terutama untuk memperdalam ilmu pengetahuan. Di sana ia pun menerima pengajaran ilmu agama dari beberapa ulama terkemuka. Berkat bimbingan para guru dan keinginannya untuk maju, Al-Juwaini tumbuh menjadi seorang terpelajar yang menguasai beberapa ilmu.
Setelah beberapa tahun tinggal di kota ilmu itu, ia lalu pindah ke Makkah serta Madinah, selain untuk menambah bekal ilmu juga mulai mengajar. Selama lebih kurang empat tahun Al-Juwaini menetap di dua kota suci tersebut.
Nama Al-Juwaini lambat laun dikenal di kalangan ulama dan pengajar ilmu agama di Makkah serta Madinah. Ini lantaran ditunjang kemampuan penguasaan keilmuaannya yang mumpuni. Hingga selanjutnya, namanya sampai ke telinga Perdana Menteri Nizam al-Mulk, penguasa dan pendiri Madrasan Nizamiyah di Nisabur, tempat kelahirannya.
Secara pribadi, Nizam al-Mulk meminta kesediaan Al-Juwaini untuk kembali ke negerinya dan menjadi tenaga pengajar di madrasah tadi. Permintaan ini pun disanggupi oleh Al-Juwaini sebagai bentuk sumbangsihnya dalam memajukan pendidikan di negeri sendiri.
Madrasah Nizamiyah pun kian diperhitungkan di kalangan terpelajar Timur Tengah. Terlebih ketika Imam al-Ghazali diketahui pernah menimba ilmu di sana dan tercatat merupakan lulusan perguruan ini yang diasuh Juwaini.
Pemuka ulama ahlusunnah wal jamaah dan pengikut Imam Abu Hasan al-Asy’ari ini juga disebut Abdul Ma’ali untuk menunjukkan keutamaannya sebagai ilmuwan, agamawan, dan pemuka masyarakat. Diya ad-Din, yang berarti cahaya agama adalah gelar lain yang diberikan kepada al-Juwaini karena kelebihannya dalam menerangi hati dan pikiran para pembela akidah Islam, yang karenanya menangkis serangan para pengikut golongan sesat yang telah terjerumus dalam kegelapan.
Al-Juwaini juga menonjol di kalangan ulama Asy’ariyah karena memiliki metode yang khas dalam membela paham Sunni. Dia berpendapat, akidah yang benar adalah yang didasarkan pada akal dan naql serta kombinasi antara keduanya.
Akal itu cahaya Allah yang sifatnya fitrawi sebagai tanad kecintaan Allah kepada kepada manusia dan untuk menjadi media bagi ilmu pengetahuan. Sedangkan an-naql adalah semata-mata perkara daya serap pendengaran yang wajib diyakini kebenarannya tanpa memerlukan pembuktian akal atasnya. Karena pendiriannya tersebut, Al-Juwaini banyak disebut sebagai generasi keempat dari pemuka dan ulama Asy’ariyah, sejajar dengan Al-Baghdadi dan Abu Qasim Abdul Karim al-Qusyairi.
Pandangannya bahwa akal dan penalaran akan sanggup mengantar manusia kepada keyakinan mantap membawanya pada pendirian bahwa penggunaan penalaran dalam soal agama adalah wajib menurut syarak. Karena kekhasan metodenya itu pula maka ia tidak selalu mengikuti pendapat para pendahulunya, sampai Imam Abu Hasan Asy’ari sekalipun.
Di samping sebagai pengajar dan ahli ilmu agama, Al-Juwaini adalah pula seorang penulis yang produktif. Pandangan dan pendapatnya mengenai suatu persoalan agama kerap diungkapkannya dalam bentuk karya tulis. Tercatat, sudah puluhan buku serta karya ilmiahnya yang sudah dihasilkan meliputi beberapa cabang keilmuan.
Ulama ini meninggal dunia di Bustanikan pada tanggal 20 Agustus 1085. Sampai akhir hayatnya, ia dikenal sebagai pakar ilmu fikih, ushul fikih, dan ilmu kalam. Kitab karyanya tetap dipelajari hingga saat ini.
Kitab-kitab Karya Al Juwaini
Ushul fikih
* Al-Burhan fi Usul al-Fiqh (Argumentasi dalam Usul Fikih) * Al-Waraqat (Sehelai Kertas)
Fikih
* Nihayat al-Matlab fi Dirayat al-Mazhab (Rujukan yang Tuntas dalam Ilmu Mazhab)
Ilmu kalam
* Al-Kamil fi-Ikhtisar asy-Syamil (Kitab yang Sempurna dalam Ikhtisar yang Mencakup)
* Risalah fi Usul ad-Din (Risalah Tentang Dasar Agama)
* Nizamiyah fi al-Arkan al-Islamiyah (Sistematika Rukun-Rukun Islam).
D. Tujuan pendirian madrasah nizhamiyah Bagdad.
Adapun tujuan Nizham al- Mulk mendirikan madrasah- madrasah itu untuk memperkuat pemerintahan Turki Saljuk dan untuk menyiarkan mazhab keagamaan pemerintahan. Karena sultan- sultan Turki adalah dari golongan ahli sunnah, sedangkan pemerintahan Buwaihiyyah yang sebelumnya adalah kaum syi’ah, oleh sebab itu Madrasah Nizhamiyah adalah untuk menyokong sultan dan menyiarkan mahzab ahli sunnah ke seluruh rakyat.
Untuk memberantas mazhab- mazhab yang ditanamkan oleh golongan syi’ah kepada rakyat yang dianggap batil, maka Nizham al- Mulk berupaya semaksimal mungkin mendirikan madrasah Nizhamiyah untuk menanamkan mazhab ahli sunnah yang dianggap lebih benar karena kepercayaan yang berdasarkan pelejaran- pelajaran agama yang benar yang lebih memprioritaskan al- Qur’an dan sunnah.
Penanaman kepercayaan, menarik perhatian pelajar atau mahasiswa dalam belajar, dan sikap sangat setia kepada khalifah dapat mengukuhkan mazhab ahlussunnah dan melemahkan pengaruh kedudukan syi’ah, karena perhatian ahlussunnah sangat besar terhadap ilmu fikih yang terdapat dalam empat mazhab fikih.
Dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan madrasah Nizamiyah tidak terlapas dari tiga tujuan pokok, yaitu:
a. Mengkader calon-calon ulama yang menyebarkan pemikiran Sunni untuk menghadapi tantangan pemikiran Syi’ah
b. Menyediakan guru-guru Sunni yang cakap untuk mengajarka mazhab Sunni dan menyebarkan ke tempat-tempat lain
c. Membentuk kelompok pekerja Sunni untuk berpartisipasi dalam menjalankan pemerintahan, memimpin kantornya khusus di bidang pendidikan dan managemen
Selain itu, pendidikan juga ditujukan untuk membangun sistem madrasah yang baik dan berprestasi serta membentuk calon-calon ulama dan birokrat yang handal
E. Pengaruh madrasah nizhamiyah terhadap perkembangan pendidikan.
Kehadiran Madrasah Nizhamiyah telah memberi pengaruh yang besar pada masyarakat baik bidang politik, ekonomi, maupun sosial keagamaan .Dalam bidang ekomomi, madrasah ini telah menghasilkan lulusan yang siap menjadi pegawai pemerintah dibidang hukum dan administrasi. Pada sosial keagamaan, madrasah yang memfokuskan pada ajaran fiqih, dianggap sesuai dengan kebutuhan masyarakat umumnya.
Demikian pula harus diakui bahwa pengaruh madrasah Nizhamiyah, ternyata melebihi pengaruh madrasah- madrasah sebelumnya. Ia merupakan fondasi sekaligus prototipe dari kelanjutan pendidikan Islam saat ini. Maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa pendirian universitas- universitas di Barat merupakan hasil inspirasi dari pengaruh madrasah Nizhamiyah. Demikian halnya George Makdisi, dalam beberapa tulisannya mengatakan bahwa tradisi ini secara historis banyak mengambil keuntungan dari tradisi madrasah.
Ada banyak pengaruh yang ada sejak berdirinya madrasah Nizamiah. Pengaruh tersebut di antaranya:
a. Dari Nizam Al-Mulk sebagai pejabat pemerintahan yang memiliki andil besar dalam pendirian dan penyebaran madrasah, kedudukan dan kepentingannya dalam pemerintahan merupakan sesuatu yang sangat menentukan.
b. Dari segi ekonomi, madrasah ini ada dimaksudkan untuk mempersiapkan pegawai pemerintah khususnya di hukum dan administrasi.
c. Dari segi sosial keagamaan, madrasah ini diterima masyarakat karena sesuai lingkungan.
d. Kekuatan madrasah Nizamiyah adalah pengakuan negara. Madrasah ini telah mencatat nama besar dan orang yang mengabdi dirinya sebagai tenaga pengajar.
Madrasah Nizhamiyah sangat diterima di masyarakat karena sesuai dengan lingkungan dan keyakinan dilihat dari segi sosial keagamaan yang disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya :
1. Ajaran yang diberikan di Madrasah Nizhamiyah adalah ajaran yang sesuai dengan ajaran yang dianut oleh sebagian besar masyarakat pada waktu itu yaitu Sunni.
2. Madrasah Nizhamiyah diajar oleh beberapa Ulama terkemuka
3. Madrasah Nizhamiyah memfokuskan pada ajaran Fiqh yang dianggap sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada umumnya dalam rangka hidup dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran dan keyakinan mereka
4. Pengembangan kestabilan politik dalam negeri. Sebagai wazir, tindakan Nizham al-Mulk membangun madrasah adalah untuk menguatkan jaringan dan kerangka kerja ulama dan umara', yang berarti hubungan yang serasi antara pemerintah dan rakyat
Empat hal di atas yang dilakukan oleh madrasah nizhamiyah yang mampu mempengaruhi dan mengembangkan paham sunni, serta sekaligus memperkokoh paham sunni dalam menghadapi serangan serangan dari paham lainnya.
F. Penjelasan sekelumit tentang ortodoksi sunni
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ortodoksi artinya adalah : ketaatan kepada peraturan dan ajaran resmi Dalam hampir setiap agama, kita akan jumpai apa yang disebut dengan “ortodoksi”, yakni suatu ajaran standar yang dianggap mewakili kebenaran dalam agama tersebut. Secara harfiah, ortodoksi adalah ajaran atau dogma yang benar, berasal dari kata Yunani “orthodoxos”. “Orthos” artinya lurus atau lempang. “Doxa” artinya pendapat atau dogma. Lawan dari ortodoksi adalah heterodoksi, yakni pendapat atau dogma “lain” (hetero) yang dianggap menyimpang dari ajaran yang benar dan lempang. Dalam hampir setiap agama selalu ada ketegangan, bahkan kerapkali juga konflik dan perang, antara ortodoksi dan heterodoksi.
Kenapa muncul ortodoksi? Kenapa pula muncul heterodoksi? Jika agama berasal dari kitab suci atau ajaran yang sama, kenapa mesti ada dualisme antara ajaran dan dogma yang benar dan dogma yang sesat?
Ortodoksi muncul karena setiap agama akan cenderung mengalami pelembagaan, institusionalisasi. Apa yang saya sebut sebagai pelembagaan di sini bukan sekedar munculnya lembaga-lembaga yang secara fisik bisa kita lihat, seperti kantor-kantor yang mengurus perkara agama. Pelembagaan di sini lebih menyangkut pengertian yang lebih abstrak, yaitu proses standardisasi ajaran dan dogma yang oleh sekelompok tertentu dianggap mewakili kebenaran dalam agama bersangkutan. Setelah standardisasi itu terjadi, maka dogma-dogma lain akan dianggap menyimpang, sesat, dan kadang juga berbahaya, karena itu harus pelan-pelan disingkirkan.
Ortodoksi biasanya lahir belakangan, setelah pendiri atau pembawa agama bersangkutan sudah tidak ada lagi. Pada fase perdana, terutama saat pendiri atau pembawa agama itu masih hidup, biasanya belum muncul perbedaan yang tajam di antara para pengikutnya. Setelah pendiri/pembawa agama itu tidak ada, biasanya akan muncul sejumlah interpretasi yang berbeda-beda. Keragaman interpretasi ini kerapkali terkait dengan kepentingan-kepentingan tertentu yang tidak selalu berhubungan dengan agama. Suatu interpretasi tidak pernah bebas dari konteks tertentu dan kepentingan tertentu pula. Keragaman ini kerapkali juga menimbulkan bentrok antara kelompok-kelompok yang membawa interpretasi yang berbeda-beda itu. Dalam beberapa kasus, keragaman interpretasi kadang-kadang mengganggu ketertiban sosial. Bagi seorang penguasa yang hendak membangun keterbitan masyarakat, keragaman interpretasi dalam agama ini bisa menjadi ancaman. Oleh karena itu, seorang penguasa politik biasanya memiliki kepentingan untuk menyeragamkan pendapat, sebab keseragaman akan lebih menjamin ketertiban.
Kesimpulan sementara Ortodoksi adalah suatu ajaran standar yang dianggap mewakili kebenaran dalam agama tersebut Sunni adalah mereka yang senantiasa tegak di atas Islam berdasarkan Al Qur'an dan hadits yang shahih dengan pemahaman para sahabat, tabi'in, dan tabi'ut tabi'in ( Ahlu Sunah Wal Jamaah) Jadi Ortodoksi Sunni adalah suatu ajaran standar yang dianggap mewakili kebenaran dalam agama tersebut yang pegang oleh suatu paham yang senantiasa tegak di atas Islam berdasarkan Al Qur'an dan hadits yang shahih dengan pemahaman para sahabat, tabi'in, dan tabi'ut tabi'in ( Ahlu Sunah Wal Jamaah)
G. Pengajaran Al Quran dan Hadits pada Masa Madrasah Nizhamiyah
Madrasah Nizhamiyah sangat mengedepankan pengajaran Al Quran dan hadits sebagai mana sudah di kemukakan di atas bahwa Kurikulum Madrasah Nizhamiyah sangat menitik beratkan pengajaran agama dan tidak begitu berkonsentrasi pada disiplin ilmu ilmu lainnya. Madrasah Nizhamiyah memiliki tujuan ingin mempertahankan paham sunni, hal ini menjadi indikasi bahwa madrasah nizhamiyah tentu akan memperbanyak ilmu fiqih yang sumber dari fiqih itu tentunya Al quran dan Hadits.
Metode pengajaran yang diberikan antara lain:
Hafalan (Tahfiz) seseorang santri untuk bisa tahfiz tentu sebelumnya harus :
a. BELAJAR MEMBACA dengan berbagai cara/ metode
(AL BAGDADI, SOROGAN, MUSHAFAHAH/ADU LIDAH, IQRA dll,
yg sesuai pada zamannya)
b. TAFSIR, TADARUS, QIROATI, PENGULANGAN DRIL.
Sangat dimungkinkan bahwa pada masa nizhamiyah banyak penghafal Al Quran dan Hadits, keteladanan, latihan dan praktek. Ini merupakan kelanjutan dari masa Rasulullah terutama ketika beliau memberikan pelajaran al-Qur'an. Pada perkembangan berikutnya, pendidikan Islam yang dilakukan di madrasah menggunakan metode talqin, di mana guru mendikte dan murid mencatat lalu menghafal. Setelah hafal, guru lalu menjelaskan maksudnya. Metode ini oleh Makdisi disebut sebagai metode tradisional; murid mencatat, menuliskan materi pelajaran, membaca, menghafal dan setelah itu berusaha memahami arti dan maksud pelajaran yang diberikan itu.
Hasan Langgulung, menyebut metode pengajaran di madrasah pada masa pendidikan Islam klasik rnasih belum runtut. Tetapi setidaknya, metode induktif, deduktif, analogi, bercerita dan metode kunjungan sudah dilakukan. Yang tidak dapat terlupakan dalam pengembangan metode pengajaran adalah diperkenalkannya metode tanya-jawab yang biasanya dilakukan dalam sebuah ta 'liqah (perdebatan).
BAB III
KESIMPULAN
A. Simpulan
1. Simpulan Umum
Nizhamiyah adalah sebuah lembaga pendidikan dalam bentuk madrasah yang dikelola oleh pemerintah pada masa Bani Saljuk. Madrasah ini mempunyai corak yang berbeda dari lembaga pendidikan sebelumnya. Madrasah ini didirikan di kota Baghdad dan sekitarnya, yang didirikan oleh seorang Perdana Menteri yang mempunyai perhatian besar terhadap ilmu pengetahuan dan pendidikan disamping faktor politik dan keagamaan. Perdana Menteri itu bernama Nizam al-Mulk dengan memakai sistem modern.
Madrasah Nizhamiyah mempunyai manjemen yang bagus, dikelola dengan baik seperti dikelola dari segi pendanaan, gedung-gedung yang bagus dan dalam jumlah yang banyak. Guru-guru digaji selama masa jabatannya, perpustakaan yang lengkap, asrama dan untuk makan mahasiswanya, biaya gratis dan kurikulum ditetapkan oleh pemerintah Baghdad.
Materi yang diberikan di Madrasah Nizhamiyah adalah diarahkan untuk mengembangkan mazhab Syi’ah serta Mu’tazilah. Oleh karena itu materinya lebih berorientasi pada ilmu keagamaan melalui empat mazhab, tetapi yang menonjol adalah mazhab Syafi’i. para lulusannya dipersiapkan untuk duduk dipemerintahan Saljuk yang bermazhab Sunni.
1. Simpulan Khusus
Adapun simpulan khusus dari penulian makalah ini adalah sebagi berikut :
a. Di ketatahuinya sejarah berdirinya madrasah Nizhamiyah.
b. Mendapatkan informasi mengenai kurikulum dan metode pembelajaran di madrasah Nizhamiyah.
c. Mendapatkan informasi mengenai sarana dan guru di madrasah
Nizhamiyah.
d. Mendapatkan informasi mengenai tujuan pendirian madrasah nizhamiyah.
e. Diketahui pengaruh adanya madrasah Nizamiyah terhadap perkembangan pendidikan Islam.
B. Nilai nilai yang dapat di ambil dari madrasah nizhamiyah antara lain :
1. Masih terbebas dari sifat materialistis ini di buktikan dari penolakan
guru guru di madrasah nizhamiya untuk menerima gaji.
2. Pendidikan sangat menekankan kepada Keimanan dan Ketaqwaan,
ini terbukti dari kurikulum madrasah nizhamiyah hanya berisi
pengetahuan agama tidak mengajarkan ilmu yang sifatnya duniawi.
3. Pemerintah memiliki daya juang yang tinggi, terbukti dengan usaha
pemerintah saat itu berusaha membangun dan melengkapi sarana
dan prasarana pendidikan di semua peleosok negeri.
4. Perhatian yang besar terhadap pendidikan, dibuktikan dengan
mencukupi segala kebutuhan mahasiswa termasuk asrama dan biaya
makan gratis.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata. 2004. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada
Athiyah al-Abrasyi.1993.Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam.Jakarta:PT Bulan Bintang
Azyumardi Azra. 1999. Esei-Esei Intelektual Muslim dan Penduduk Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Charles Michael Stanton.1994.Pendidikan Tinggi dalam Islam.Jakarta:PT Logos Publishing House
Karen Amstrong. 2002. Islam a Short History. Yogyakarta. Ikon Teralitera
Maksum.1999.MADRASAH Sejarah dan Perkembangannya.Jakarta:Logos Wacana Ilmu
Nor Huda. 2007. Islam Nusantara. Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA
Ridlwan Nasir. 2005. Mencari Tipelogi Format Penduduk Ideal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Samsul Nizar. 2007. Sejarah pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Toto Suharto. 2006. Filsafat Pendidikan Islam. Jogjakarta: ar-Ruzz Media
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (IPI), (Bandung, Pustaka setia : 1997 ), hal.9-10
Sofyan Sauri, 2012 , Membumikan Pendidikan Nilai dalam Kehidupan di Keluarga Masyarakat dan Sekolah dengan Penuh Kesadaran* Seminar Pendidikan Nilai