BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput sebelum
terdapat tanda-tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi
inpartu terjadi pada pembukaan< 4 cm yang dapat terjadi pada usia kehamilan
cukup waktu atau kurang waktu.(Winkjosastro, 2011)
Ketuban pecah dini adalah keadan pecahnya selaput
ketuban sebelum persalinan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun
jauh sebelum waktunya melahirkan.(Sarwono, 2010)
KPD didefinisikan sesuai dengan jumlah jam dari waktu
pecah ketuban sampai awitan persalinan yaitu interval periode laten yang dapat
terjadi kapan saja dari 1-12 jam atau lebih.(Varney, 2008)
B. Klasifikasi
a.KPD Preterm
Ketuban pecah dini preterm adalah pecah ketuban yang
terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan, tes fern atau IGFBP-1 (+)
pada usia kehamilan <37 minggu sebelum onset persalinan.(Varney, 2008)
KPD preterm adalah saat umur kehamilan ibu antara 34
minggu sampai kurang 37 minggu. Definisi preterm bervariasi pada berbagai
kepustakaan, namun yang paling diterima dan tersering digunakan adalah
persalinan kurang dari 37 minggu.(Royal Hospital for Women, 2010)
Ketuban pecah dini adalah keadan pecahnya selaput
ketuban sebelum persalinan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun
jauh sebelum waktunya melahirkan.(Sarwono, 2010)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan KPD preterm
adalah pecahnya ketuban yang terbukti dengan vaginal pooling pada usia kehamilan
kurang dari 37 minggu.
b.KPD pada Kehamilan Aterm
Ketuban pecah dini atau premature rupture of membranes
(PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya yang terbukti dengan vaginal
pooling, tes nitrazin dan tes fern (+), IGFBP-1 (+) pada usia kehamilan ≥ 37
minggu.(Cunningham,
2010)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput sebelum
terdapat tanda-tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi
inpartu terjadi pada pembukaan< 4 cm yang dapat terjadi pada usia kehamilan
cukup waktu atau kurang waktu.(Winkjosastro, 2011)
Ketuban pecah dini adalah keadan pecahnya selaput
ketuban sebelum persalinan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun
jauh sebelum waktunya melahirkan.(Sarwono, 2010)
Dari beberapa devinisi diatas dapat disimpulkan
ketuban pecah dini atau premature rupture of membranes (PROM) adalah keadan
pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan pada usia kehamilan ≥37 minggu.
C. Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini masih belum
dapat diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan
menyebutkan ada faktor-faktor yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini,
namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Adapun yang menjadi
faktor adalah:
a. Faktor Maternal
1.
Korioamnionitis
adalah keadaan pada perempuan hamil di mana korion, amnion dan cairan ketuban
terkena infeksi bakteri.
2.
Infeksi yang
disebabkan oleh bakteri yang secara spesifik permulaan berasal dari vagina,
anus, atau rectum dan menjalar ke uterus.
3.
Inkompetensi
serviks (leher rahim) adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot
leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit
membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang
semakin besar
4.
KPD
sebelumnya.(Winkjosastro, 2011)
b. Faktor Neonatal
1)
Makrosomia adalah
berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan makrosomia menimbulkan
distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada
intra uterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban, menyebabkan selaput
ketuban menjadi teregang,tipis, dan kekuatan membran menjadi berkurang,
menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.
2)
Tekanan intra
uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat menyebabkan
terjadinya ketuban pecah dini, misalnya :Gemelli (Kehamilan kembar adalah
suatu kehamilan dua janin atau
lebih). Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan,
sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi
karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput
ketuban) relatif kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga
mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.
3)
Hidramnion atau
polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000mL. Uterus dapat mengandung
cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis adalah peningkatan
jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume
tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam
waktu beberapa hari saja.(Winkjosastro, 2011)
D. Patofisiologi
Banyak teori, mulai dari defect kromosom, kelainan
kolagen, sampai infeksi. Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan
infeksi (sampai 65%). High virulensi berupa Bacteroides Low virulensi,
Lactobacillus Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblast,
jaringa retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan
kolagen dikontrol oleh system aktifitas dan inhibisi interleukin -1 (iL-1) dan
prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas
iL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi
depolimerasi kolagen pada selaput korion/ amnion, menyebabkan ketuban tipis,
lemah dan mudah pecah spontan.
E. Faktor
Risiko ibu bersalin dengan Ketuban Pecah Dini
a. Pekerjaan
Pekerjaan adalah suatu kegiatan atau aktivitas
responden sehari-hari, namun pada masa kehamilan pekerjaan yang berat dan dapat
membahayakan kehamilannya hendaklah dihindari untuk menjaga keselamatan ibu
maupun janin. Kejadian ketuban pecah sebelum waktunya dapat disebabkan oleh
kelelahan dalam bekerja. Hal ini dapat dijadikan pelajaran bagi ibu-ibu hamil
agar selama masa kehamilan hindari/kurangi melakukan pekerjaan yang
berat. (Saifuddin, 2010))
Pola pekerjaan ibu hamil berpengaruh terhadap
kebutuhan energi. Kerja fisik pada saat hamil yang terlalu berat dan dengan
lama kerja melebihi tiga jam perhari dapat berakibat kelelahan. Kelelahan dalam
bekerja menyebabkan lemahnya korion amnion sehingga timbul ketuban pecah dini.
Hasil penelitian menyatakan bahwa ibu yang bekerja dan lama kerja ≥40 jam/
minggu dapat meningkatkan risiko sebesar 1,7 kali mengalami KPD dibandingkan
dengan ibu yang tidak bekerja. Hal ini disebabkan karena pekerjaan fisik ibu
juga berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi. Pada ibu yang berasal dari
strata sosial ekonomi rendah banyak terlibat dengan pekerjaan fisik yang lebih
berat. (Indramarwan,
2012)
b. Paritas
Multigravida atau paritas tinggi merupakan salah satu
dari penyebab terjadinya kasus ketuban pecah sebelum waktunya. Paritas 2-3
merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian. Paritas 1 dan
paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi,
risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetric lebih baik,
sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan
keluarga berencana. Konsistensi serviks pada persalinan sangat mempengaruhi
terjadinya ketuban pecah dini pada multipara dengan konsistensi serviks yang
tipis, kemungkinan terjadinya ketuban pecah dini lebih besar dengan adanya
tekanan intrauterin pada saat persalinan. konsistensi serviks yang tipis dengan
proses pembukaan serviks pada multipara (mendatar sambil membuka hampir
sekaligus) dapat mempercepat pembukaan serviks sehingga dapat beresiko ketuban
pecah sebelum pembukaan lengkap.(Fatikah, 2010)
Paritas 2-3 merupakan paritas yang dianggap aman
ditinjau dari sudut insidensi kejadian ketuban pecah dini. Paritas satu dan
paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai resiko terjadinya ketuban pecah dini
lebih tinggi. Pada paritas yang rendah (satu), alat-alat dasar panggul masih
kaku (kurang elastik) daripada multiparitas. Uterus yang telah melahirkan
banyak anak (grandemulti) cenderung bekerja tidak efisien dalam
persalinan.(Cunningham, 2010)
Paritas kedua dan ketiga merupakan keadaan yang
relatif lebih aman untuk hamil dan melahirkan pada masa reproduktif, karena
pada keadaan tersebut dinding uterus belum banyak mengalami perubahan, dan
serviks belum terlalu sering mengalami pembukaan sehingga dapat menyanggah
selaput ketuban dengan baik. Ibu yang telah melahirkan beberapa kali lebih
berisiko mengalami KPD, oleh karena vaskularisasi pada uterus mengalami
gangguan yang mengakibatkan jaringan ikat selaput ketuban mudah rapuh dan
akhirnya pecah spontan.(Saifuddin, 2010))
c.Umur
Umur individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai
saat berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dengan bertambahnya
umur seseorang maka kematangan dalam berfikir semakin baik sehingga akan
termotivasi dalam pemeriksaan kehamilam untuk mecegah komplikasi pada masa
persalinan. Umur dibagi menjadi 3 kriteria yaitu < 20 tahun, 20-35 tahun dan
> 35 tahun. Usia reproduksi yang aman untuk kehamilan dan persalinan yaitu
usia 20-35 tahun. Pada usia ini alat kandungan telah matang dan siap untuk
dibuahi, kehamilan yang terjadi pada usia < 20 tahun atau terlalu muda
sering menyebabkan komplikasi/ penyulit bagi ibu dan janin, hal ini disebabkan
belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, dimana rahim belum bisa menahan
kehamilan dengan baik, selaput ketuban belum matang dan mudah mengalami robekan
sehingga dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Sedangkan pada usia
yang terlalu tua atau > 35 tahun memiliki resiko kesehatan bagi ibu dan
bayinya.(Santoso,
2013)
Keadaan ini terjadi karena otot-otot dasar panggul
tidak elastis lagi sehingga mudah terjadi penyulit kehamilan dan persalinan.
Salah satunya adalah perut ibu yang menggantung dan serviks mudah berdilatasi
sehingga dapat menyebabkan pembukaan serviks terlalu dini yang menyebabkan
terjadinya ketuban pecah dini.
Hasil penelitian membuktikan bahwa umur ibu <20
tahun organ reproduksi belum berfungsi secara optimal yang akan mempengaruhi
pembentukan selaput ketuban menjadi abnormal. Ibu yang hamil pada umur >35
tahun juga merupakan faktor predisposisi terjadinya ketuban pecah dini karena
pada usia ini sudah terjadi penurunan kemampuan organ-organ reproduksi untuk
menjalankan fungsinya, keadaan ini juga mempengaruhi proses embryogenesis
sehingga pembentukan selaput lebih tipis yang memudahkan untuk pecah sebelum
waktunya. (Kusmiawati,
2008)
d.Riwayat Ketuban Pecah Dini
Riwayat KPD sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami KPD
kembali. Patogenesis terjadinya KPD secara singkat ialah akibat adanya
penurunan kandungan kolagen dalam membran sehingga memicu terjadinya KPD aterm
dan KPD preterm terutama pada pasien risiko tinggi. Wanita yang mengalami KPD
pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya akan
lebih berisiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita yang tidak
mengalami KPD sebelumnya, karena komposisi membran yang menjadi mudah rapuh dan
kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya.(Cunningham,
2010)
Riwayat kejadian KPD sebelumnya menunjukkan bahwa
wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan mengalami KPD pada kehamilan
sebelumnya diyakini lebih berisiko akan mengalami KPD pada kehamilan
berikutnya. Keadaan yang dapat mengganggu kesehatan ibu dan janin dalam
kandungan juga juga dapat meningkatkan resiko kelahiran dengan ketuban pecah
dini. Preeklampsia/ eklampsia pada ibu hamil mempunyai pengaruh langsung
terhadap kualitas dan keadaan janin karena terjadi penurunan darah ke plasenta
yang mengakibatkan janin kekurangan nutrisi. (Cunningham, 2010)
e. Usia Kehamilan
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini
bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun
neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas
janin, meningkatnya insiden Sectio Caesaria, atau gagalnya persalinan normal.
Persalinan prematur setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh
persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90%
terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu
50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan
terjadi dalam 1 minggu. Usia kehamilan pada saat kelahiran merupakan
satu-satunya alat ukur kesehatan janin yang paling bermanfaat dan waktu
kelahiran sering ditentukan dengan pengkajian usia kehamilan. Pada tahap kehamilan
lebih lanjut, pengetahuan yang jelas tentang usia kehamilan mungkin
sangat penting karena dapat timbul sejumlah penyulit kehamilan yang
penanganannya bergantung pada usia janin.
Periode waktu dari KPD sampai kelahiran berbanding
terbalik dengan usia kehamilan saat ketuban pecah. Jika ketuban pecah trimester
III hanya diperlukan beberapa hari saja hingga kelahiran terjadi dibanding
dengan trimester II. Makin muda kehamilan, antar terminasi kehamilan banyak
diperlukan waktu untuk mempertahankan hingga janin lebih matur. Semakin lama
menunggu, kemungkinan infeksi akan semakin besar dan membahayakan janin serta
situasi maternal.(Astuti, 2012)
f.Cephalopelvic Disproportion (CPD)
Keadaan panggul merupakan faktor penting dalam
kelangsungan persalinan,tetapi yang tidak kurang penting ialah hubungan antara
kepala janin dengan panggul ibu. Partus lama yang sering kali disertai pecahnya
ketuban pada pembukaan kecil, dapat menimbul dehidrasi serta asidosis dan
infeksi intrapartum. Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan cara pemeriksaan
yang penting untuk mendapat keterangan lebih banyak tentang keadaan
panggul. (Sarwono, 2011)
F. Tanda Gejala
Tanda
dan gejala pada kehamilan yang mengalami KPD adalah keluarnya cairan
ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau amis dan
tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau
menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan
berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila
anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah
biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara. Demam,
bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah
cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.(Saifuddin, 2010))
G. Diagnosis
Penegakkan diagnosis ketuban pecah dini adalah sebagai
berikut: bila air ketuban banyak dan mengandung mekonium verniks maka diagnosis
dengan inspeksi mudah ditegakkan, tapi bila cairan keuar sedikit maka diagnosis
harus ditegakkan pada :
1.
Anamnesa : kapan
keluar cairan, warna, bau, adakah partikel-partikel di dalam cairan (lanugo
serviks)
2.
Inpeksi : bila
fundus di tekan atau bagian terendah digoyangkan, keluar cairan dari ostium
uteri dan terkumpul pada forniks posterior
3.
Periksa dalam :
ada cairan dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi
4.
Pemeriksaan
laboratorium : Kertas lakmus : reaksi basa (lakmus merah berubah menjadi biru
), Mikroskopik : tampak lanugo, verniks kaseosa (tidak selalu dikerjakan )
5.
Pemeriksaan
penunjang. (Ababi, 2008)
H. Komplikasi
a Ibu
1.
Infeksi pada ibu
yang disebabkan oleh bakteri yang secara spesifik permulaan berasal dari
vagina, anus, atau rectum dan menjalar ke uterus.
2.
Gagalnya
persalinan normal yang diakibatkan oleh tidak adanya kemajuan persalinan
sehingga meningkatkan insiden seksio sesarea.
3.
Meningkatnya angka
kematian pada ibu.(Sarwono, 2010)
b.Bayi
1) Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang
menekan tali pusat sehingga terjadi asfiksia atau hipoksia.
2) Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul dengan
persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90%
terjadi pada 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu
50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan
dalam 1 minggu.
3) Sindrom Deformitas
Janin
Ketuban pecah dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin.
4) peningkatan morbiditas
neonatal karena prematuritas.(Sarwono, 2010)
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ketuban pecah dini dibagi pada
kehamilan aterm, kehamilan pretem, serta dilakukan induksi, pada ketuban pecah
dini yang sudah inpartu.(Ababi, 2008)
a.Ketuban pecah dengan kehamilan aterm
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm yaitu :
diberi antibiotika, Observasi suhu rektal tidak meningkat, ditunggu 24 jam,
bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi. Bila saat datang sudah
lebih dari 24 jam, tidak ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi
b. Ketuban pecah dini dengan kehamilan prematur
1.
EFW (Estimate
Fetal Weight) < 1500 gram yaitu pemberian Ampicilin 1 gram/ hari tiap 6 jam,
IM/ IV selama 2 hari dan gentamycine 60-80 mg tiap 8-12 jam sehari selama 2
hari, pemberian Kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru (betamethasone 12
mg, IV, 2x selang 24 jam), melakukan Observasi 2x24 jam kalau belum inpartu
segera terminasi, melakukan Observasi suhu rektal tiap 3 jam bila ada
kecenderungan meningkat > 37,6°C segera terminasi
2.
EFW (Estimate
Fetal Weight) > 1500 gram yaitu melakukan observasi 2x24 jam, melakukan
observasi suhu rectal tiap 3 jam, pemberian antibiotika/kortikosteroid,
pemberian Ampicilline 1 gram/hari tiap 6 jam, IM/IV selama 2 hari dan
Gentamycine 60-80 mg tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari, pemberian
Kortikosteroid untuk merangsang meturasi paru (betamethasone 12 mg, IV, 2x
selang 24jam ), melakukan VT selama observasi tidak dilakukan, kecuali
ada his/inpartu, Bila suhu rektal meningkat >37,6°C segera
terminasi, Bila 2x24 jam cairan tidak keluar, USG: bagaimana jumlah air ketuban
: Bila jumlah air ketuban cukup, kehamilan dilanjutkan, perawatan ruangan
sampai dengan 5 hari, Bila jumlah air ketuban minimal segera terminasi. Bila
2x24 jam cairan ketuban masih tetap keluar segera terminasi, Bila konservatif
sebelum pulang penderita diberi nasehat seperti segera kembali ke RS bila ada
tanda-tanda demam atau keluar cairan lagi. (Ababi, 2008)