BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Solusio plasenta atau disebut abruption
placenta / ablasia placenta adalah separasi prematur plasenta dengan implantasi
normalnya di uterus (korpus uteri) dalam masa kehamilan lebih dari 20 minggu
dan sebelum janin lahir. Dalam plasenta terdapat banyak pembuluh darah yang
memungkinkan pengantaran zat nutrisi dari ibu kejanin, jika plasenta ini
terlepas dari implantasi normalnya dalam masa kehamilan maka akan mengakibatkan
perdarahan yang hebat.
Perdarahan pada solusio plasenta
sebenarnya lebih berbahaya daripada plasenta previa oleh karena pada kejadian
tertentu perdarahan yang tampak keluar melalui vagina hampir tidak ada / tidak
sebanding dengan perdarahan yang berlangsung internal yang sangat banyak
pemandangan yang menipu inilah yang sebenarnya yang membuat solusio plasenta
lebih berbahaya karena dalam keadaan demikian seringkali perkiraan jumlah,
darah yang telah keluar sukar diperhitungkan, padahal janin telah mati dan ibu
berada dalam keadaan syok.
Penyebab solusio plasenta tidak
diketahui dengan pasti, tetapi pada kasus-kasus berat didapatkan korelasi
dengan penyakit hipertensi vaskular menahun, 15,5% disertai pula oleh pre
eklampsia. Faktor lain diduga turut berperan sebagai penyebab terjadinya
solusio plasenta adalah tingginya tingkat paritas dan makin bertambahnya usia
ibu.
Gejala dan tanda solusio plasenta sangat
beragam, sehingga sulit menegakkan diagnosisnya dengan cepat. Dari kasus
solusio plasenta didiagnosis dengan persalinan prematur idopatik, sampai
kemudian terjadi gawat janin, perdrhan hebat, kontraksi uterus yang hebat,
hipertomi uterus yang menetap. Gejala-gejala ini dapat ditemukan sebagai gejala
tunggal tetapi lebih sering berupa gejala kombinasi.
Solusio plasenta merupakan penyakit
kehamilan yang relatif umum dan dapat secara serius membahayakan keadaan ibu.
Seorang ibu yang pernah mengalami solusio plasenta, mempunyai resiko yang lebih
tinggi mengalami kekambuhan pada kehamilan berikutnya. Solusio plasenta juga cenderung
menjadikan morbiditas dan bahkan mortabilitas pada janin dan bayi baru lahir.
B.Rumusan Masalah
1. Apa
definisi solusio plasenta ?
2. Apa
etiologi solusio plasenta?
3. Bagaimana
patofisiologi dari solusio plasenta ?
4. Apa
saja klasifikasi dari solusio plasenta ?
5. Apa
saja manifestasi klinis dari solusio plasenta ?
6. Apa
saja pemeriksaan penunjang untuk pasien dengan solusio plasenta ?
7. Apa
prognosis dari solusio plasenta ?
8. Bagaimana
asuhan keperawatan pada klien dengan solusio plasenta ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan
Umum
Memberikan gambaran tentang solusio
plasenta dan begaimana asuhan keperawatan pada klien dengan solusio plasenta.
2. Tujuan
Khusus
a. Menjelaskan
tentang defenisi solusio plasenta
b. Menjelaskan
tentang etiologi solusio plasenta
c. Menjelaskan
tentang patofisiologi solusio plasenta
d. Menjelaskan
tentang manifestasi klinis solusio plasenta
e. Menjelaskan
tentang pemeriksaan penunjang pada solusio plasenta
f. Menjelaskan
tetang asuhan keerawatan pada klien dengan solusio plasenta
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A.
Konsep Dasar Solusio Plasenta
1. Defenisi
solusio plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya
plasenta dari tempat implantasinya sebelum janin lahir diberi beragam sebutan;
abruption plasenta, accidental haemorage. Beberapa jenis perdarahan akibat
solusio plasenta biasanya merembes diantara selaput ketuban dan uterus dan
kemudian lolos keluar menyebabkan perdarahan eksternal.
Solusio plasenta adalah lepasnya
plasenta dari insersi sebelum waktunya. (Kapita Selekta Kedokteran Fakultas
Kedokteran UI edisi ke-3). Solusio plasenta adalah pelepasan sebagian /
seluruhnya plasenta yang normal implantasinya antara 22 mimggu dan lahirnya
anak (Obsetri Patologi Fakultas
padjadjaran Bandung).
2. Etiologi
Etiologi dari solusio belum diketahui
secara pasti. Namun, faktor predisposisi yang mungkin adalah hipertensi kronik,
trauma eksternal, tali pusat pendek, defisiensi gizi, merokok, konsumsi
alkohol, penyalah gunaan kokain, umur ibu yang tua.
3. Patofisiologi
Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh
perdarahan ke dalam desidua basalis yang kemudian terbelah dan meningkatkan
lapisan tipis yang melekat pada mometrium sehingga terbentuk hematoma desidual
yang menyebabkan pelepasan, kompresi dan akhirnya penghancuran plasenta yang
berdekatan dengan bagian tersebut.
Ruptur pembuluh arteri spiralis desidua
menyebabkan hematoma retro plasenta yang akan memutuskan lebih banyak pembuluh
darah, hingga pelepasan plasenta makin luas dan mencapai tepi plasenta, karena
uterus tetap berdistensi dengan adanya janin, uterus tidak mampu berkontraksi
optimal untuk menekan pembuluh darah tersebut. Selanjutnya darah yang mengalir
keluar dapat melepaskan selaput ketuban.
4. Klasifikasi
a.Menurut
derajat lepasnya plasenta
1) Solusio
plasenta partsialis : Bila hanya sebagaian plasenta terlepas dari tempat pelekatnya.
2) Solusio
plasenta total : Bila seluruh plasenta sudah terlepas dari tempat pelekatnya.
3) Prolapsus
plasenta : Bila plasenta turun kebawah dan dapat teraba pada pemeriksaan dalam.
b.Menurut
derajat solusio plasenta
1) Solusio
plasenta ringan
Ruptur sinus marginalis atau terlepasnya
sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak akan menyebabkan perdarahan
pervaginan berwarna kehitaman dan sedikit. Perut terasa agk sakit atau terus
menerus agak tegang. Bagian janin masih mudah diraba.
2) Solusio
plasenta sedang
Plasenta telah terlepas lebih dari
seperempat tanda dan gejala dapat timbul perlahan atau mendadak dengan gejala
sakit terus menerus lalu perdarahan pervaginan. Dinding uterus teraba tegang.
3) Solusio
plasenta berat
Plasenta telah lepas dari dua pertiga
permukaan disertai penderita syok.
5. Manifestasi
Klinis
a. Perdarahan
pervagina
b. Nyeri
tekan uterus/nyeri pinggang
c. Gawat
janin
d. Persalinan
premature idiopatik
e. Kontraksi
berfrekuensi tinggi
f. Uterus
hipertonik
g. Kematian
janin
6. Pemeriksaan
Penunjang
a. Pemeriksaan
Laboratorium
1) Urin
: Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit.
2) Darah
: Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test. Karena pada
solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia, maka
diperiksakan pula COT (Clot Observation test) tiap l jam, tes kualitatif
fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 15O
mg%).
b. Pemeriksaan
plasenta
Plasenta dapat diperiksa setelah
dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasentayang terlepas
(kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di
belakang plasenta yang disebut hematoma retroplacenter.
c. Pemeriksaaan
Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat
ditemukan antara lain terlihat daerah terlepasnya plasenta, janin dan kandung
kemih ibu, dan tepian plasenta.
7. Komplikasi
a. Langsung
(immediate) : perdarahan, infeksi, emboli dan syok obtetric.
b. Tidak
langsung (delayed) :
1) Couvelair
uterus, sehinga kontraksi tak baik, menyebabkan perdarahan post partum.
2) Hipofibrinogenamia
dengan perdarahan post partum.
3) Nikrosis
korteks neralis, menyebabkan anuria dan uremia
4) Kerusakan-kerusakan
organ seperti hati, hipofisis.
c. Tergantung
luas plasenta yang terlepas dan lamanya solusio plasenta berlangsung.
Komplikasi
pada ibu ialah perdarahan, koalugopati konsumtif (kadar fibrinogen kurang dari
150 mg % dan produk degradasi fibrin meningkat), oliguria, gagal ginjal, gawat
janin, kelemahan janin dan apopleksia utero plasenta (uterus couvelar). Bila
janin dapat diselamatkan, dapat terjadi komplikasi asfiksia, berat badan lahir
rendah da sindrom gagal nafas.
8. Penatalaksanaan
a. Harus
dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas operasi.
b. Sebelum
dirujuk, anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan menghadap ke kiri,
tidak melakukan senggama , menghindari peningkatan tekanan rongga perut.
c. Pasang
infus cairan Nacl fisiologi . Bila tidak memungkinkan berikan cairan peroral.
d. Pantau
tekanan darah & frekuensi nadi tiap 15 menit untuk mendeteksi adanya hipotensi
/ syok akibat perdarahan, pantau pula DJJ & pergerakan janin.
e. Bila
terdapat renjatan, segera lakukan resusitasi cairan dan tranfusi darah, bila
tidak teratasi, upayakan penyelamatan optimal. Bila teratasi perhatikan keadaan
janin.
f. Setelah
renjatan diatasi pertimbangkan seksio sesarea bila janin masih hidup atau
persalinan pervaginam diperkirakan akan berlangsung lama. Bila renjatan tidak
dapat diatas, upayakan tindakan penyelamatan optimal.
g. Setelah
syok teratasi dan janin mati, lihat pembukaan. Bila lebih dari 6 cm pecahkan
ketuban lalu infus oksitosin. Bila kurang dari 6 cm lakukan seksio sesarea.
h. Bila
tidak terdapat renjatan dan usia gestase kurang dari 37 minggu / taksiran berat
janin kurang dari 2.500 gram.
Penganganan
berdasarkan berat / ringannya penyakit yaitu :
a. Solusi
plasenta ringan
Ekspektatif, bila ada perbaikan (
perdarahan berhenti, kontraksi uterus tidak ada, janin hidup ) dengan tirah
baring atasi anemia, USG & KTG serial, lalu tunggu persalinan spontan.
Aktif, bila ada perburukan ( perdarahan
berlangsung terus, uterus berkontraksi, dapat mengancam ibu / janin ) usahakan
partus pervaginam dengan amnintomi / infus oksitosin bila memungkinan. Jika
terus terjadi perdarahan skor pelvik kurang dari 5 / persalinan masih lama,
lakukan seksio sesarea.
b. Solusio
plasenta sedang / berat
1) Resusitasi
cairan
2) Atasi
anemia dengan pemberian tranfusi darah
3) Partus
pervaginam bila diperkirakan dapat berkurang dalam 6 jam perabdominam bila
tidak dapat renjatan, usia gestasi 37 minggu / lebih / taksiran berat janin
2.500 gr / lebih, pikirkan partus perabdominam bila persalinan pervaginam
diperkirakan berlangsung lama.
B.
Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Dalam hal pengumpulan data (pengkajian),
pengumpulan data dasar terdiri dari informasi subjektif dan objektif mencakup
berbagi masalah keperawatan yang diidentifikasi pada daftar diagnosa
keperawatan pada tahun 1992 yang dikembangkan oleh NANDA. Data subjektif yang
dilaporkan oleh klien dan orang terdekat, informasi ini meliputi persepsi
individu; yaitu apa yang seseorang inginkan untuk berbagi. Namun, perawat perlu
memperhatikan ketidak sesuaian yang dapat menandakan adanya faktor-faktor lain
seperti kurang pengetahuan, mitos, kesalahan konsep, atau rasa takut. Adapun
pengkajian yang dapat dilakukan menurut Marilyn E. Doenges yang dimana
pengkajian dengan asuhan keperawatan perihal solutio plasenta (tergolongi
intrapartum) terdiri dari :
a. Identitas
klien secara lengkap
b. Aktivitas
atau istirahat
Dikaji secara subyektif yang terdiri
dari data tidur istirahat 24 jam terakhir, pekerjaan, kebiasaan aktivitas atau
hobi. Dan secara obyektif, data terdiri dari pengkajian neuro muscular.
c. Sirkulasi.
Secara subyektif mulai dari riwayat,
peningkatan tekanan darah, masalah jantung, keadaan ekstremitas serta
kelaian-kelainan yang disamapaikan oleh klien perihal sirkulasi. Dan secara
obyektif yang terdiri dari TD berbagai posisi (duduk, berbaring, berdiri, baik
kanan maupun kiri), nadi secara palpasi, bunyi jantung, ekstremitas (suhu,
warna, pengisian kapiler, tanda hofman, varises), warna/sianosis diberbagai
region tubuh.
d. Integritas
Ego
Secara subyektif mulai dari kehamilan
yang direncanakan, pengalaman melahirkan sebelumnya, sikap dan persepsi,
harapan selama persalinan, hubungan keluarga, pendidikan dan pekerjaan (ayah), masalah
financial, religious, faktor budaya, adanya faktor resiko serta persiapan
melahirkan. Dan secara obyektif, terdiri dari respon emosi terhadap persalinan,
interaksi dengan orang pendukung, serta penatalaksanaan persalinan.
e. Eliminasi
Data didapat secara subyektif dan
obyektif terkait dengan eliminasi.
f. Makanan
atau cairan
Data didapat secara subyektif dan
obyektif terkait dengan makanan atau cairan yang masuk kedalam tubuh baik
secara parenteral maupun enteral serta kelainan-kelainan yang terkait.
g. Higiene
Data didapat secara subyektif dan
obyektif terkait dengan kebersihan diri klien.
h. Neurosensori
Data didapat secara subyektif dan
obyektif terkait dengan kondisi neurosensori dari klien.
i. Nyeri/Ketidaknyamanan.
Data didapat secara subyektif dan obyektif
terkait dengan rasa nyeri atau ketidaknyamanan dari klien akibat dari proses
persalinan.
j. Pernafasan
Data didapat secara subyektif dan
obyektif terkait dengan pernafasan serta kelainan- kelainan yang dialami dan
kebiasaan dari klien.
k. Keamanan
Data didapat secara subyektif dan
obyektif terkait dengan alergi/sensitivitas, riwayat PHS, status kesehatan,
bulan kunjungan prenatal pertama, masalah dan tindakan obstetric sebelumnya dan
terbaru, jarak kehamilan, jenis melahirkan sebelumnya, tranfusi, tinggi dan postur
ibu, pernah terjadi fraktur atau dislokasi, keadaan pelvis, persendian,
deformitas columna fertebralis, prosthesis, dan alat ambulasi. Dan data
objektif diperoleh dari suhu, integritas kulit (terjadi ruam, luka, memar,
jaringan parut), parastesia, status dari janin mulai dar frekuensi jantung
hingga hasil, status persalinan serta kelainan-kelainan terkait, kondisi dari
ketuban, golongan darah dari pihak ayah ataupun ibu, screening test dari darah,
serologi, kultur dari servik atau rectal, kutil atau lesi vagina dan varises
pada perineum.
l. Seksual
Data subjektif di dapat dari periode
menstruasi akhir serta keadaankeadaan terkait seksual dari ibu8 ataupun bayi
dan juga riwayat melahirkan. Data objektif di dapat dari keadaan pelvis,
prognosis untuk melahirkan, pemeriksaan bagian payudarah dan juga tes serologi.
m. Interaksi
Sosial
Data subjektif di dapat dari status
perkawinan, lama tahun berhubungan anggota keluarga, tinggal dengan, keluarga
besar, orang pendukung, leporan masalah. Data objektif di dapat dari komunikasi
verbal/non verbal dengan keluarga/orang terdekat, pola interaksi social
(perilaku).
2. Diagnosa
keperawatan
a. Nyeri
(akut) berhubungan dengan trauma jaringan
b. Ansietas
berhubungan dengan ancaman yang dirasakan pada klien atau janin
c. Infeksi,
resiko tinggi terhadap prosedur infasive.
3. Intervensi
Rencana keperawatan tidak hanya terdiri
dari tindakan yang dilakukan karena pesanan/ketentuan medis, tetapi juga
koordinasi tertulis dari perawatan yang diberikan oleh semua disiplin pelayanan
kesehatan yang berhubungan. Tindakan keperawatan mandiri adalah bagian integral
dari proses ini. Tindakan mungkin mandiri atau kolaboratif dan mencakup pesanan
dari keperawatan, kedokteran, dan disiplin lain (Doenges, 2001).
No
Diagnosa
|
Doagnosa
Keperawatan
|
Rencana
Asuhan Keperawatan
|
Rasional
|
|
Tujuan
dan Kriteria hasil
|
Intervasi
|
|||
1
|
Nyeri (akut) berhubungan dendan
trauma jaringan.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1x24 jam diharapkan klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dibuktikan
dengan kriteria hasil :
· 1.Klien dapat melakukan tindakan untuk mengurangi
nyeri.
· 2.Klien kooperatif dengan tindakan yang dilakukan.
|
1. Kaji tingkat
nyeri secara komprehensif (lokasi, durasi, kualitas, dan faktor presipitasi)
2. Bantu dengan
penggunaan tekhnik pernafasan.
3. Anjurkan klien
untuk menggunakan teknik relaksasi. Berikan instruksi bila perlu.
4. Berikan
tindakan kenyamanan (pijatan, gosokan punggung, sandaran bantal, pemebrian
kompres sejuk, dll).
5. Kolaborasi
memberikan sedatif sesuai dosis.
|
1. 1. Pengkajian
nyeri yang dilakuakn secara menyerluruh akan berguna dalam menentukan tindakan keperawatan selanjutnya.
2. Mendorong
relaksasi dan memberikan klien cara mengatasi dan mengontrol tingkat nyeri.
3. Relaksasi
dapat membantu menurunkan tegangan dan rasa takut, yang memperberat nyeri.
4. 4. Meningkatkan
relaksasi dan meningkatkan kooping dan kontrol klien.
5. 5.Meningkatkan
kenyamanan dengan memblok impuls nyeri.
|
II
|
Ansietas
berhubungan dengan ancaman yang dirasakan pada klien/janin.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1x24 jam diharapak klien tidak merasa cemas yang dibuktikan dengan kriteria
hasil :
· 1.Klien akan
melaporkan ansietas berkurang atau teratasi.
· 2.Klien tampak
rileks.
|
1. Kaji status psikologis dan emosional.
2. Anjurkan klien
untuk mengungkapkan perasaan.
3. Gunakan terminologi
positif, hindari penggunaan istilah yang menandakan abnormalitas prosedur
atau proses.
4. Dengarkan
keterangan klien yang dapat menandakan kehilangan harga diri.
5. Berikan
kesempatan pada klien untuk memberi masukan pada proses pengambilan
keputusan.
6. Anjurkan
penggunaan/kontinuitas teknik pernapasan dan latihan relaksasi.
|
1.
Adanya gangguan
kemajuan normal dari persaliann dapat memperberat perasaan ansietas dan
kegagalan. Perasaan ini dapat mengganggu kerja sama klien dan menghalangi
proses induksi.
2.
Klien mungkin takut atau tidak memahami dengan
jelas kebutuhan terhadap induksi persalinan. Rasa gagal karena tidak mampu
”melahirkan secara alamiah” dapat terjadi.
3.
Membantu klien/pasangan menerima situasi tanpa
menuduh diri sendiri.
4.
Klien dapat meyakini bahwa adanya intervensi
untuk membantu proses persalinan adalah refleksi negatif pada kemampuan
dirinya sendiri.
5.
Meningkatkan rasa kontrol klien meskipun
kebanyakan dari apa yang sedang terjadi diluar kontrolnya.
6.
Membantu menurunkan ansietas dan bmemungkinkan
klien berpartisipasi secara aktif.
|
III
|
Infeksi, resiko
tinggi terhadap prosedur infasive.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1x24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi yang dibuktikan dengan kriteria
hasil :
1. Klien akan bebas dari infeksi.
2.Pencapaian tepat waktu dalam pemulihan luka
tanpa komplikasi.
|
1. Kaji kembali
kondisi/faktor risiko yang ada sebelumnya.
2. Kaji tanda dan
gejala infeksi (misalnya, peningkatan suhu, nadi, jumlah sel darah putih,
atau bau/warna rabas vagina).
3. Kolaborasi
melakukan persiapan kulit praoperatif; scrub sesuai protokol.
4. Kolaborasi
melakukan kultur darah, vagina, dan plasenta sesuai indikasi.
5. Kolaborasi
dalam mencatat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht); catat perkiraan kehilangan
darah selama prosedur pembedahan.
6. Kolaborasi
dalam memberikan antibiotik spektrum luas pada pra operasi.
|
1.
Kondisi dasar ibu, seperti diabetes atau
hemoragi, menimbulkan potensial risiko infeksi atau penyembuhan luka yang
buruk. Risiko korioamnionitis meningkat dengan berjalannya waktu, membuat ibu
dan janin pada berisiko. Adanya proses infeksi janin pada berisiko. Adanya
proses infeksi dapat meningkatkan risiko kontaminasi janin.
2. Pecah ketuban
terjadi 24 jam sebelum pembedahan dapat mengakibatkan korioamnionitis sebelum
intervensi bedah dan dapat mengubah penyembuhan luka.
3. Menurunkan
risiko kontaminan kulit memasuki insisi, menurunkan risiko infeksi
pascaoperasi.
4. Mengidentifikasi
organisme yang menginfeksi dan tingkat keterlibatan.
5. Risiko infeksi
pasca-melahirkan dan penyembuhan buruk meningkat bila kadar Hb rendah dan
kehilangan darah berlebihan.
6. Antibiotik
profilaktik dapat dipesankan untuk mencegah terjadinya proses infeksi, atau
sebagai pengobatan pada infeksi yang teridetifikasi.
|
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Solulusio
plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum janin
lahir diberi beragam sebutan; abruption plasenta, accidental haemorage. Keadaan
klien dengan solution plasenta memiliki beberapa macam berdasarkan tingkat
keparahannya, tingkat keparahan ini dilihat dari volume perdarahan yang terjadi
mulai dari solutio ringan hingga berat. Trauma langsung abdomen, hipertensi ibu
hamil, umbilicus pendek atau lilitan tali pusat, janin terlalu aktiv sehingga
plasenta dapat terlepas, tekanan pada vena kafa inferior, dan lain-lain
diketahui bahwa sebagai penyebab dari solution plasenta.
Beberapa
faktor yang menjadi faktor predisposisi solution plasenta itu sendiri didapat
dan diketahui mulai dari faktor fisik dan psikologis dengan kata lain ditinjau
dari kebiasaan-kebiasaan klien yang dapat mendukung timbulnya solution
plasenta.
Adapun
komplikasi dari nadi, jumlah sel darah putih, atau bau/warna rabas vagina).
pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas, usia
kehamilan dan lamanya nadi, jumlah sel darah putih, atau bau/warna rabas
vagina). berlangsung. Komplikasi terparah dari solution plsenta dapat
mengakibatkan syok dari perdarahan yang terjadi, keadaan seperti ini sangat
berpengaruh pada keselamatan dari ibu dan janin.
Penatalaksanaan
dari solution plaseenta dapat dilakukan secara konservatif dan secara aktif.
Masing-masing dari penatalaksaan tersebut mempunyai tujuan demi keselamatan
baik bagi ibu, janin, ataupuun keduanya.
B. Saran
Dengan
adanya makalah ini diharapakan pembaca khususnya mahasisa keperawatan mampu
memahami dan mendalami tentang solution plasenta. Sehingga mahasiswa dengan
latar belakang medis sebagai calon tenaga kesehatan mampu menguasai baik secara
teori maupun skil untuk dapat diterapkan pada masyarakat secara menyeluruh. Dan
juga diharapkan perawat maupun tenaga kesehatan lainnya mampu meminimalkan
faktor resiko dari solution plasenta demi mempertahankan dan meningkatkan
status derajat kesehatan ibu dan anak.
DAFTAR
PUSTAKA
Mansjoer
Arif, dkk . 2001. “Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 1.Fk UI”. Jakarta
Doengoes,
Marilynn E, dkk,. 2001. “Rencana perawatan maternal/bayi. Edisi 2”. Jakarta:
EGC.
Manuaba,
Chandarnita, dkk,. 2008. “Gawat-darurat obstetri-ginekologi &
obstetriginekologi sosial untuk profesi bidan”. Jakarta: EGC.
Wong,
Dona L, dkk,. 2002. “Maternal child nursing care 2nd edition”. Santa Luis:
Mosby Inc.
http://kuliahperawat.wordpress.com/2015/07/16/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-solusio-plasenta-puspita-nadya-pekanbaru-16-juli-2015/